Allah Bersama-sama dengan Kita

Ada 2 momen penting yang diperingati oleh orang-orang Kristen yaitu Paskah dan Natal. Jikalau kita membandingkan kedua perayaan itu di kehidupan sehari-hari, maka terlihat ada perbedaan yang mencolok di antara keduanya. Hal yang lumrah bagi kita dengan adanya perubahan suasana di berbagai tempat menjelang hari raya Natal. Berbagai pusat perbelanjaan dan toko telah menghias interior bangunan dengan pernak-pernik Natal, angka-angka diskonan juga tidak luput menghiasi toko-toko tersebut. Seolah-olah hari Natal bukan hanya milik orang Kristen saja, tetapi menjadi euforia tersendiri bagi seluruh dunia. Mereka seperti ikut “merayakannya”. Hal inilah yang menyebabkan kita sebagai orang Kristen pun tanpa disadari ikut terseret oleh arus dunia di dalam memaknai momen Natal ini. Kita dengan senang hati mengikuti cara dunia memaknai Natal. Bahkan Natal hanya menjadi pengingat bagi kita adanya liburan panjang agar kita bisa bebas dari ikatan kerja dan kuliah yang melelahkan. Sering kali kita melupakan tujuan merayakan Natal yang sesungguhnya.

Ada yang berdalih bahwa kita cukup mengerti tentang Natal. Bagaimana kasih Allah begitu besar kepada kita, sehingga Ia rela mengaruniakan Anak-Nya yang Tunggal, supaya barang siapa yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Hal ini memang benar dan baik, tetapi Alkitab sangat limpah di dalam menceritakan kedatangan Kristus. Injil Lukas dan Matius menuliskan sudut pandang yang berbeda ketika menceritakan nubuat kedatangan Kristus di dunia. Jikalau Injil Matius menuliskan bahwa Yusuf yang diberi tahu oleh malaikat Tuhan tentang kelahiran Yesus Kristus (Mat. 1:18-25), maka Injil Lukas menceritakan bahwa Maria menerima pesan kelahiran Tuhan Yesus dari malaikat Gabriel (Luk. 1:26-38).

Pada renungan ini penulis berfokus pada sudut pandang Injil Matius yang menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah Imanuel, Allah menyertai kita. Kedatangan Yesus Kristus menyatakan penyertaan Allah yang semakin pasti dan jelas. Tetapi, apakah hal ini masih relevan di zaman ini? Bukankah kita sering mendengar bahwa Allah menyertai kita, tetapi nyatanya hidup kita masih penuh kesulitan dan penderitaan? Saat ini, dunia pun tidak menjadi lebih baik dibandingkan yang dahulu. Apakah Allah sungguh-sungguh masih menyertai kita di tengah-tengah dunia yang semakin bergejolak akibat kejadian penembakan massal di Paris 12 November 2015 yang lalu? Kejadian yang begitu cepat dan seketika di tengah-tengah keadaan yang begitu tenang, tetapi mendadak terjadi hal yang tidak disangka oleh siapa pun. Berita Injil tidak mungkin lekang oleh zaman, justru di saat seperti inilah Yesus Kristus yang adalah Imanuel harus diberitakan.

Nama “Imanuel” adalah nama yang sangat signifikan bagi Yesus Kristus. Alkitab terjemahan bahasa Inggris menyatakan lebih akurat mengenai arti kata Imanuel yaitu God with Us, Allah bersama-sama dengan kita. Kata “bersama-sama” menyatakan suatu relasi yang sangat dekat daripada kata “menyertai”. Injil Matius ditulis untuk orang-orang Yahudi yang sangat paham dengan Allah menyertai kita. Ketika bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir menuju padang gurun, di sana Allah menyertai mereka lewat tiang awan dan tiang api (Kel. 13:21). Tetapi, tidak pernah dikatakan bahwa Allah secara langsung bersama-sama dengan bangsa Israel di padang gurun. Seolah-olah mereka bisa melihat Allah. Yang terjadi sebaliknya, ketika Allah hendak menampakkan diri-Nya kepada bangsa Israel di Gunung Sinai, mereka merasa sangat ketakutan dan menyuruh Musa saja yang berbicara kepada Allah (Kel. 20:18-21). Bahkan, Allah sendiri menyatakan bahwa tidak ada orang yang memandang-Nya dapat hidup (Kel. 33:20). Sehingga tidak terpikirkan bagi orang Yahudi tentang Allah yang bersama-sama dengan kita seperti relasi antara manusia dan manusia.

Tetapi, tidak ada satu pun yang mustahil di hadapan Allah. Nama Imanuel sungguh-sungguh menyatakan bahwa Allah bersama-sama dengan kita. Hanya Yesus Kristus yang sanggup mengemban nama itu. Dialah Allah yang berinkarnasi ke dunia dengan tubuh manusia seutuhnya. Lewat mulut-Nya, Ia dapat menyampaikan kehendak Bapa kepada kita semua. Melalui tangan-Nya, Ia dapat menyatakan kehangatan relasi secara langsung. Wajah-Nya menunjukkan ekspresi kesedihan, kemarahan, dan sukacita secara nyata. Jika Yesus Kristus datang dengan rupa roh, tidak mungkin kita dapat melihat dan menyentuh Dia seperti itu. Hanya Yesus Kristus yang adalah Imanuel dapat bersama-sama dengan kita dengan tubuh-Nya yang kelihatan. Seperti yang tertulis pada surat 1 Yohanes 1:1 bahwa yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman Hidup – itulah yang kami tuliskan kepada kamu. Sehingga sekarang kita dapat melihat Allah melalui diri Yesus Kristus.

Lalu, jika kita kembali kepada pertanyaan sebelumnya, apakah Allah masih menyertai kita saat ini di dunia yang semakin bergejolak? Ya, karena sudah jelas bahwa Ia tidak hanya bersama-sama kita dalam rupa manusia, tetapi Ia juga rela mengosongkan diri-Nya dan bersama-sama mengalami penderitaan yang dialami manusia. Tidak ada satu pun kesulitan di dunia ini yang tidak pernah dialami-Nya ketika menjadi manusia. Ia pernah lapar dan haus, tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, dan pernah kelelahan akibat perjalanan jauh. Ia juga berdukacita ketika ada orang yang dikasihi-Nya meninggal (Yoh. 11:33), bahkan dikhianati oleh murid-Nya sendiri dan puncaknya ketika Ia harus menerima hukuman dari Allah di kayu salib akibat dosa-dosa kita yang harus Ia tebus. Sehingga tepat apa yang dikatakan Yesus Kristus bahwa kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan (Mat. 11:28-30) karena kuk yang adalah kesulitan dalam hidup manusia juga Yesus Kristus tanggung bersama-sama dengan kita.

Akhir kata, semoga melalui refleksi singkat ini mengingatkan kita bahwa Natal tidak hanya sebatas rutinitas belaka ataupun hari untuk memuaskan diri kita sendiri. Tetapi, Natal menjadi momen untuk merenungkan kembali akan Yesus Kristus yang adalah Imanuel, Allah bersama-sama dengan kita, God with us. Sehingga apa pun kesulitan dan pergumulan yang kita hadapi saat ini, ingatlah Yesus Kristus telah melalui kesulitan yang jauh lebih berat daripada itu.

“Being with us in our nature, God was with us in all our pilgrimage” – C. H. Spurgeon

Trisfianto Prasetio
Pemuda GRII Bandung