Memasuki bulan Maret juga berarti memasuki waktu satu bulan menjelang Jumat Agung. Ini adalah masa persiapan hati orang Kristen untuk memperingati hari Yesus disalibkan demi dosa mereka. Karena itu, tampaknya tepat saatnya kita kembali merenungkan mengapa Yesus turun ke dunia ini.
Jika kita melihat seorang dari negara kaya datang dan tinggal di negara miskin, mungkin timbul dorongan untuk bertanya kepadanya, “Mengapa mau tinggal di sini? Apa yang Anda cari? Kalau bisa kami justru mau ke negara Anda. Memangnya, apa yang tidak Anda dapatkan di sana?” Terlebih lagi, ketika kita melihat Tuhan Pencipta alam semesta turun dari takhta-Nya yang mahamulia dan tinggal bersama-sama dengan manusia yang hina, kita bertanya, “Apa yang Dia cari?” Namun, perbedaan Yesus dengan manusia lainnya adalah jika pencarian manusia adalah bagian dari pemenuhan atau aktualisasi dirinya, kedatangan Yesus ke dunia bukanlah untuk mencari sesuatu yang membuat keberadaan-Nya makin penuh karena tanpa manusia pun Yesus tidak kekurangan apa-apa. Kedatangan Yesus ke dunia adalah karena terdorong oleh kelimpahan kasih-Nya kepada orang yang membutuhkan, yang kekurangan, supaya orang yang miskin di hadapan-Nya mendapatkan kepenuhan dan kelimpahan.
Pencarian Yesus terhadap domba yang hilang (Luk. 15:1-7) dapat juga dilihat di dalam perspektif ini. Domba yang tersesat, terpisah dari rombongannya, khususnya dari gembalanya, adalah domba yang miskin. Tidak ada yang akan menuntunnya ke padang rumput yang hijau atau melindunginya dari serangan serigala. Domba akan paling sehat jika bersama rombongan dan gembalanya. Demikian juga, orang berdosa tanpa Tuhan hanya menunggu waktu untuk layu dan mati karena telah terputus dari sumber kehidupan. Yesus datang untuk mencari orang berdosa yang telah terpisah dari Gembala mereka supaya hidup mereka berkelimpahan kembali.
Perumpamaan tentang domba yang hilang ini diberikan oleh Yesus di tengah-tengah perjalanan-Nya menuju Yerusalem untuk disalibkan. Yesus sadar bahwa pencarian-Nya terhadap yang hilang akan perlu dibayar dengan nyawa-Nya sendiri. Sejak kecil, kita mendengar bahwa sang gembala dengan sukacita membawa pulang domba yang berhasil ditemukannya dengan meletakkannya di atas bahunya. Memang itulah yang diceritakan oleh Yesus. Namun, barangkali ada cerita yang Yesus simpan bagi diri-Nya sendiri. Sang Gembala tersebut, sebelum dapat membawa pulang domba yang dicintai-Nya, harus rela diterkam oleh serigala, mati dan bangkit kembali. Dia menggandeng kita pulang ke rumah Bapa dengan tubuh yang baru, dengan bekas luka masih ada di telapak tangan-Nya.
Apakah kita sudah menghidupi kepenuhan dan kekayaan baru yang Dia anugerahkan kepada kita? Hidup tidak terpisah dari Gembala Agung kita dan dari saudara-saudara seiman kita, itulah kepenuhan dan kekayaan hidup kita yang sejati. Bagaimana kita seharusnya mengungkapkan syukur kita kepada Kristus yang sudah mati dan bangkit demi pemulihan hidup kita? Bagaimana kita mengembalikan segala pujian bagi-Nya? Mari kita renungkan sambil menantikan hari Jumat Agung tahun ini.