Demam Asian Games sedang melanda Indonesia, hampir di mana-mana mulai dari anak-anak
sampai emak-emak membahas pertandingan yang berlangsung, perolehan medali emas,
ataupun perut six-pack beberapa atlet ganteng. Teriakan dan hujatan yang simpang
siur di antara dua kubu politik untuk sementara teredam oleh teriakan dan yel-yel suporter
Indonesia. Tidak peduli siapa yang kaucoblos, tidak peduli apa partaimu, kita sama-sama
berteriak “Indonesia! Indonesia! Indonesia! Huh Haa!”
Beberapa hari yang lalu seorang atlet pencak silat bernama Hanifan Yudani Kusumah yang
baru saja memenangkan medali emas datang memeluk kedua capres yang saat itu duduk
bersebelahan yang langsung disambut riuh seluruh penonton. Sebuah gestur positif tersebut
langsung diliput oleh semua media dengan antusias di tengah-tengah suhu politik yang panas.
Foto Hanifan dengan kedua tangannya terjulur merengkuh kedua tokoh nasional tersebut
muncul di berbagai surat kabar maupun media sosial. Bapak presiden yang dipeluk kemudian
dalam wawancara berseloroh, “yang jelas bau, tetapi harum karena menang” yang disambut
gelak tawa semua yang mendengar.
Memeluk mempunyai arti yang lebih dalam dari sekadar tubuh fisik merapat. Berpelukan
berarti bersedia menerima untuk menjadi bagian. Memeluk memang perlu merentangkan
tangan dengan lebar, sikap berpangku tangan tidak bisa dipakai untuk memeluk.
Merentangkan tangan lebar-lebar dalam sebuah pertandingan adalah sebuah tindakan yang
rentan, berarti membuka diri terhadap serangan, karena itu kuda-kuda selalu dengan tangan
yang terlipat ke dalam.
Yesus Kristus ketika mengakhiri pertandingan-Nya di “Gelanggang Tengkorak” tangannya
terentang selebar-lebarnya, Ia membuka diri terhadap pecutan cambuk dan paku besi berkarat
maupun dari semua serangan hujatan, ludah hinaan, serta sumpah serapah dari orang-orang di
sekitar. Untuk memeluk orang-orang berdosa, Ia harus menerima bau kematian menjadi
tanggungan-Nya; Ia harus merentangkan tangan-Nya agar rencana pendamaian yang menjadi
tujuan utama Ia masuk arena dunia ini tergenapi.
Dengan tangan yang sama Ia akan menunjuk kepada murid-murid-Nya sebuah horizon,
mengutus kita ke ujung dunia untuk “menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-
mana.”
Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang
diselamatkan dan di antara mereka yang binasa. Bagi yang terakhir kami adalah bau kematian yang
mematikan dan bagi yang pertama bau kehidupan yang menghidupkan. (2Kor. 2:14–16)