Memakai Baju Baru

Di samping memang ada orang yang suka membeli baju baru, pada kenyataannya ada orang
yang memang khusus membeli baju baru untuk menyambut hari raya tertentu. Hari-hari besar
keagamaan biasanya menjadi momen untuk membeli dan memakai baju baru. Katakanlah,
orang Kristen pada perayaan Natal, orang Tionghoa pada saat tahun baru Imlek, dan orang
Islam pada saat Idul Fitri. Mungkin masing-masing mempunyai maknanya sendiri memakai
baju baru. Baju baru dapat berupa simbol penyambutan sesuatu yang baru, seperti tahun, dan
lain-lain. Artinya, yang lama ditanggalkan dan yang baru dikenakan. Di Alkitab juga ada
kisah yang menyatakan makna mendalam dari “baju baru”. Seperti apa itu?

Pada penglihatan keempat dalam rangkaian penglihatan yang diwahyukan kepada Zakharia,
dia melihat “imam besar Yosua berdiri di hadapan Malaikat TUHAN sedang Iblis berdiri
di sebelah kanannya untuk mendakwa dia. Lalu berkatalah Malaikat TUHAN kepada Iblis
itu: “TUHAN kiranya menghardik engkau, hai Iblis! TUHAN, yang memilih Yerusalem, kiranya
menghardik engkau! Bukankah dia ini puntung yang telah ditarik dari api?” Adapun Yosua
mengenakan pakaian yang kotor, waktu dia berdiri di hadapan Malaikat itu, yang memberikan
perintah kepada orang-orang yang melayaninya: “Tanggalkanlah pakaian yang kotor itu
dari padanya.” Dan kepada Yosua ia berkata: “Lihat, dengan ini aku telah menjauhkan
kesalahanmu dari padamu! Aku akan mengenakan kepadamu pakaian pesta.” (Zak 3:1-4)

Iblis bersiap-siap mendakwa Yosua di hadapan Malaikat TUHAN, tetapi sebelum dia dapat
mengucapkan apa-apa, Malaikat TUHAN menghardiknya. Imam besar Yosua, salah satu
pemimpin agama yang kembali dari pembuangan, memang penuh dengan dosa, tetapi
Tuhan sudah memilih dia untuk dikeluarkan dari api hukuman neraka. Malaikat itu lalu
memerintahkan baju kotornya diganti menjadi baju baru, pakaian pesta. Dengan pakaian
pesta itu, Yosua boleh masuk ke rumah dan pelataran Tuhan untuk melayani-Nya.

Cerita tentang pakaian pesta ini tentunya mengingatkan kita pada perumpamaan perjamuan
kawin yang dikisahkan oleh Tuhan Yesus di Matius 22. “Hal Kerajaan Sorga seumpama
seorang raja, yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya,” demikian cerita itu
dimulai. Raja itu kemudian kecewa dengan undangannya yang ditolak oleh orang-orang
yang ingin diundangnya. Sang raja kemudian mengundang orang-orang di persimpangan,
orang-orang yang tidak layak, yang tak mungkin terpikirkan untuk menjadi undangan
raja. Akhirnya mereka pun datang dengan memakai pakaian pesta. Namun, “ketika raja
itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian
pesta. Ia berkata kepadanya: Hai Saudara, bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak
mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja.”

Kesamaan dari dua cerita di atas adalah bahwa orang yang tidak menanggalkan pakaian
kotor dan mengenakan pakaian baru/pesta, tidak dapat masuk ke rumah Tuhan, dan pakaian
pesta itu tidak kita dapatkan dengan usaha sendiri, melainkan dianugerahkan kepada kita.
Mengenakan baju baru dalam kisah ini adalah simbol manusia dibebaskan dari dosa-dosanya,
dan tidak lagi hidup di dalam keberdosaan, serta memulai hidup baru yang penuh perayaan di
dalam rumah Tuhan. Itulah makna pakaian baru atau pakaian pesta di dalam kisah Alkitab.

Apakah Anda masih mengenakan pakaian kotor sambil melayani Tuhan? Mintalah baju baru
kepada-Nya supaya Anda dilayakkan untuk melayani-Nya di pelataran-Nya dan bergabung
dengan perjamuan di rumah-Nya.