Tahun baru akan tiba sebentar lagi. Biasanya jarang ada yang akan meloloskan momentum dagang yang akan memberikan profit yang sangat banyak. Trompet-trompet dan mercon memenuhi pinggiran jalan-jalan. Suasana sangat penuh dengan atmosfir perayaan. Pergantian tahun ditunggu detik demi detik. SMS beterbangan membawa ucapan “Selamat Tahun Baru” yang dirangkai dengan kalimat yang indah-indah. Pergantian tahun menjadi sorakan dan tepukan tangan. Mengapa orang-orang merayakan tahun baru? Mengapa orang senang jika tahun baru tiba?
Mungkin ada beberapa alasan. Orang bergembira karena melihat peluang dan kesempatan baru di tahun baru. Ada investasi yang sedang ditunggu hasilnya. Ada kerajaan bisnis atau apapun yang sedang dibangun. Ada karir yang sedang menanjak dari suatu posisi ke posisi yang lebih tinggi. Atau, mungkin bagi beberapa orang yang lain, alasan mereka merayakan tahun baru bukan karena alasan di atas. Mereka merayakan tahun baru karena yang lain juga merayakan. Strategi marketing dari berbagai korporat memberitahu mereka untuk berbelanja dan merayakan tahun baru. Mungkin ada juga yang merayakan tahun baru karena senang bahwa mereka masih hidup, masih bisa melihat tahun baru.
Namun, mari kita renungkan tahun baru dari perspektif lain. Mungkin mayoritas orang merayakan tahun baru karena mereka menggunakan “perspektif tambah” terhadap tahun baru: tambah karya, pangkat tambah tinggi, gelar tambah banyak, umur tambah panjang. Akan tetapi, perspektif itu bukanlah satu-satunya yang dapat kita gunakan untuk melihat waktu. Ada juga “perspektif kurang”,[1] yang artinya, kita melihat dari sisi paruhan waktu yang tersisa. Tahun baru datang artinya sisa waktu kita hidup di dunia semakin sedikit. Kesempatan semakin sedikit. Nafas semakin menipis. Orang yang menggunakan perspektif kurang ini mungkin agak sulit untuk merayakan tahun baru dengan sikap dan semangat orang yang menggunakan perspektif tambah. Mereka malah akan merasa sedih.
Renungan ini tidak bermaksud untuk mengatakan kita harus selalu mengambil sikap negatif (“perspektif kurang”). Menurut saya, sikap kita harus merupakan campuran dari positif dan negatif, tambah dan kurang. Dapatkah kita memakai perspektif tambah, dan merayakan datangnya tahun baru tetapi tetap bertanggung jawab atas perayaan kita? Bisa. Kita merayakan dan menantikan datangnya pernyertaan Tuhan di tahun yang baru, berkat Tuhan, providensia Tuhan, pimpinan Tuhan di tahun yang baru sambil menyadari bahwa waktu kita tidak banyak di dunia ini.
Selamat merayakan dan merenungkan perginya tahun 2011 dan datangnya tahun 2012!
[1]Istilah melihat waktu dari perspektif tambah dan kurang adalah pinjaman dari Pdt. Dr. Stephen Tong. Beliau mengemukakan empat perspektif dalam melihat waktu: tambah, kurang, kali, dan bagi, dalam bukunya “Waktu dan Hikmat”.