Mengapa Persembahan Kain Ditolak?

Setiap orang Kristen menginginkan agar persembahannya diterima oleh Allah. Seusai
memberikan persembahan di dalam sebuah ibadah, seorang pelayan akan diminta untuk
menaikkan doa persembahan untuk meminta Allah berkenan menerima persembahan yang
sudah dikumpulkan. Karena itu, perlu bagi kita untuk merenungkan kisah Kain. Mengapa
Allah mengindahkan persembahan Habel, tetapi menolak persembahan Kain?

Ada beberapa penjelasan mengenai hal ini, tetapi dapat dibagi menjadi dua kelompok. Yang
pertama mengaitkan penerimaan dan penolakan Allah dengan produk yang dipersembahkan.
Jadi, Allah mengindahkan persembahan Habel karena dia mempersembahkan lemak-lemak
dari anak sulung kambing dan dombanya, sedangkan Kain mempersembahkan hasil
tanahnya. Namun, apakah yang salah dari mempersembahkan hasil tanah dan apa yang
membuat daging dan lemak lebih disukai Allah? Pada saat itu, belum ada aturan tentang
produk apa yang boleh dan tidak boleh dipersembahkan kepada Allah. Kalaupun mau
mengikuti hukum Musa, mempersembahkan hasil tanah tidak menyalahi aturan (Ul. 26:2).
Apakah karena Habel mempersembahkan yang sulung, sedangkan Kain tidak? Namun,
Alkitab tidak mengatakan demikian. Jikalau penulis Kejadian mau menekankan itu, tentunya
akan ada klausa “tetapi Kain tidak mempersembahkan hasil pertamanya”. Apakah karena
Habel memberikan persembahan dengan kualitas terbaik (lemak-lemak), sedangkan Kain
memberikan yang kurang baik (hanya sebagain hasil tanah)? Namun, hanya
mempersembahkan sebagian hasil tanah adalah permasalahan kuantitas, bukan kualitas, sama
halnya Habel hanya mempersembahkan sebagian dari ternaknya. Apakah karena bau lemak
yang dibakar lebih enak daripada hasil tanah? Meskipun benar, ini adalah standar dan selera
manusia yang diproyeksikan kepada Allah sehingga Allah digambarkan lebih suka makan
daging daripada sayuran.

Kelompok yang kedua memberikan penjelasan yang lebih koheren dengan bagian Alkitab
yang lain. Persembahan diindahkan atau tidak lebih disebabkan oleh si pemberi persembahan
daripada objek persembahan itu sendiri, seperti yang disampaikan oleh Yesaya di bawah ini.

Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh,
&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbspsebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku.
Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat
&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbspatau mengadakan pertemuan-pertemuan,
Aku tidak tahan melihatnya,
&nbsp&nbsp&nbsp&nbsp&nbspkarena perayaanmu itu penuh kejahatan. (Yes. 1:13)

Di sini, Allah merasa jijik dengan persembahan orang Israel karena sambil mereka
memberikan persembahan, sambil mereka melakukan kejahatan dan ketidakadilan. Dari luar
mereka tampak seperti orang yang berbakti, melaksanakan liturgi penyembahan, tetapi hati
mereka tidak menyembah Allah. Jika dikaitkan dengan analogi buah dan pohon yang
diberikan Yesus (Luk. 6:43-45), Allah tidak mau memakan buah dari pohon yang
berpenyakit, semenarik apa pun buahnya. Demikian juga dengan kisah Kain.
Persembahannya tidak diterima Allah karena hatinya penuh dengan dengki dan iri. Itulah
yang membuatnya memilih untuk membunuh adiknya daripada mengintrospeksi diri setelah
persembahannya tidak diterima oleh Allah.

Apa yang akan dikatakan Allah tentang ibadah dan persembahan kita? Hendaknya kita tidak
menyimpan dan memelihara dosa yang menjadi kekejian bagi Allah sambil memberikan
persembahan. Mari kita meminta supaya Roh Kudus menyucikan diri kita dengan darah Sang
Anak supaya persembahan kita dapat keluar dari penyembahan yang sejati.