Hari ini di tengah kita memperingati Pentakosta–turunnya Roh Kudus, saya mengajak kita
memperhatikan dua ayat yang sama-sama mencatat tentang peristiwa yang berkenaan dengan
api.
Lalu Malaikat TUHAN menampakkan diri kepadanya di dalam nyala
api yang keluar dari semak duri. Lalu ia melihat, dan tampaklah: semak duri itu menyala,
tetapi tidak dimakan api. (Kel. 3:2)
Tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang
bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. (Kis. 2:3)
Walau dua peristiwa ini terpisahkan hampir satu setengah milenium, namun ternyata
mempunyai kesamaan yang bisa kita telaah. Musa “encounter” kehadiran Tuhan di dalam
nyala api yang keluar dari semak duri lalu diutus oleh Tuhan untuk pergi kepada Firaun dan
membawa orang Israel keluar dari Mesir. Walaupun pada awalnya Musa memberikan
berbagai alasan yang menyatakan ketakutan dan keengganannya untuk pergi, namun janji
penyertaan Tuhan akhirnya memberikan keberanian kepada Musa untuk menghadap Firaun.
Petrus dan para rasul lainnya sedang berkumpul bersembunyi di dalam sebuah ruangan
dengan pintu terkunci, mungkin masih tersisa ketakutan dari peristiwa mereka terbirit-birit
melarikan diri ketika Yesus, Sang Guru mereka, ditangkap di depan mata mereka. Namun
ketika lidah-lidah api hinggap di atas mereka, mereka dengan berani pergi berkhotbah di
pelataran Bait Allah, “sarang dari musuh”, yang mereka hindari sebelumnya. Keberanian
mereka juga tampak dari isi khotbah mereka yang pedas, menyatakan bahwa Yesus, yang
para pemimpin agama salibkan, adalah Kristus yang dinantikan dalam pengharapan Israel.
Maka Pentakosta seharusnya dimaknai lebih daripada fenomena-fenomena seperti berbicara
dengan bahasa asing tetapi esensinya adalah umat yang tadinya dipenuhi ketakutan dan
kegentaran mendapatkan keberanian untuk menyatakan berita yang Allah berikan untuk
diproklamasikan.
Kita mungkin tidak menghadapi Firaun atau komplotan para pemimpin agama, tetapi
mewartakan kabar Injil kepada hati yang keras tetap merupakan tantangan. Maka mari kita
meminta semangat Pentakosta membakar hati kita untuk memberitakan Injil dengan penuh
keberanian seperti yang pernah diberikan kepada Musa dan para rasul.