Orang Kristen Kecoa

Kecoa bukanlah suatu tema atau topik yang cocok untuk suatu artikel Kristen. Tapi binatang
menjijikkan ini mampu membuat wanita-wanita (dan kadang para lelaki gagah juga) yang biasanya
malas berolahraga langsung seketika menjadi atlet sprinter atau atlet pelompat tinggi. Ada beberapa
hal belakangan ini yang membuat saya memilih kecoa sebagai tokoh utama dalam artikel singkat ini.
Saya pernah membaca tulisan di satu mobil perusahaan pembasmi serangga yang kira-kira seperti
ini, “Tahukah kamu kecoa bisa bertahan hidup berminggu-minggu tanpa kepalanya dan akhirnya
mati karena dehidrasi?”

Kemarin ini saya sedang merapikan laci meja belajar saya dan ketika saya hendak menaruh cutter di
laci, sebuah kecoa besar lewat melintas masuk ke bawah meja. Dengan refleks seorang pemburu,
dengan cutter yang masih berada di tangan langsung saya kejar “teroris” dalam kamar saya itu
sebelum dia meneror istri dan anak saya. Cyattt, Hitt, Cutt! Adegan kekerasan pun tak terhindarkan.
Dan saya teringat tulisan di mobil tersebut dan insting scientist saya sekarang bekerja untuk
membuktikan hipotesa tersebut. Sang “teroris” akhirnya harus berpisah dengan kepalanya di bawah
guillotine cutter saya. Mengagetkan memang, tanpa kepalanya kecoa tersebut masih bisa bergerak-
gerakkan kakinya ketika disentuh. Hihhhh!!! dia masih hidup tanpa kepala!

Ketika saya cek di internet, ini alasannya. Sementara manusia bernapas melalui mulut atau hidung
dan otak mengontrol fungsi-fungsi kritis dari tubuh, kecoa bernapas melalui lubang-lubang kecil di
setiap segmen tubuh. Jadi, kecoa tidak tergantung pada mulut dan tenggorokan untuk bernapas.
Sebagai serangga berdarah dingin, kecoa membutuhkan jauh lebih sedikit makanan daripada
manusia dan kecoa dapat dengan mudah hidup tanpa makanan selama setidaknya satu bulan.
Meskipun demikian akhirnya kecoa akan mati karena tanpa mulut dia tidak bisa minum air. Jadi,
jika mereka tidak membutuhkan makanan atau apa pun dalam waktu sebulan itu, tapi bagaimana
mereka bisa terus berfungsi tanpa otak? Jaringan saraf didistribusikan dalam setiap segmen tubuh
dan mampu melakukan fungsi saraf dasar yang bertanggung jawab atas refleks. Jadi, bahkan tanpa
otak, tubuh kecoa bisa berdiri, bereaksi terhadap sentuhan, dan bergerak tanpa masalah.

Lalu kenapa kita kita jadi membahas doktrin kecoa panjang lebar begini? Karena saya ingin
mempertanyakan suatu hal untuk kita renungkan bersama-sama: kita orang Kristen disebut sebagai
tubuh Kristus dan Kristus adalah kepala kita. Apakah kita hidup seperti kecoa? Kita hidup ok-ok saja
tanpa ada relasi dengan Sang Kepala? Jangan-jangan kita terpisah dari Kristus dan kita tidak tahu
karena kita masih “aktif bergerak, aktif melayani”? Apakah Sang Kepala yang mengontrol segala
aktivitas hidup kita atau semuanya itu hanyalah sekadar refleks semata menjelang kematian? Seperti
kecoa menjijikkan, kita juga menjijikkan kalau kita hidup sebagai “orang Kristen kecoa” yang hidup
tanpa kepala.