Pada saat dunia sedang panik dengan penyebaran virus corona baru, Indonesia bersiaga,
melakukan berbagai aksi pencegahan. Namun, agaknya yang tidak kalah viral di wilayah
Indonesia adalah menjamurnya “kerajaan-kerajaan” baru, yang penyebarannya tidak kalah
cepat dibandingkan dengan virus corona. Di dalam waktu kira-kira sebulan muncul Keraton
Agung Sejagat, Sunda Empire-Earth Empire, dan King of The King. Virus utopia
tampaknya sedang mewabah di sini.
Pernyataan salah satu petinggi Sunda Empire di sebuah stasiun televisi nasional menarik
untuk disimak (sebagai hiburan):
Sunda Empire adalah satu bentuk kekaisaran matahari yang ada
sejak Alexander the Great, ada dari zaman 324 SM. Jabatan saya di Sunda Empire ini adalah
sekretaris De Heren XVII… adalah panitia tujuh belas sejak perang dunia kedua. Sejak bom
Hiroshima-Nagasaki dihancurkan, maka seluruh pemerintahan bumi dinolkan. Lalu,
pada saat itu, Kekaisaran Sunda selaku pemilik atas sertifikat bumi alen bilen (?), yaitu
atas dinasti Padjadjaran Siliwangi meneruskan atas tatanan bumi diberikan kepada
Vatikan.1
Ini baru permulaan dari sebuah pidato lima belas menit, yang kerap kali diiringi oleh
senyuman tidak percaya, cekikikan, sampai ledakan tawa yang lepas dari penahanan dari arah
penonton yang hadir di studio. Tentu saja, siapa pun yang tergelitik logikanya mendengarkan
pidato di atas akan terkocok perutnya.
Namun, saya ingin mengajak pembaca sekalian untuk merenungkan, anak-anak Allah rentan
untuk menjadi bahan tertawaan jika kita tidak memahami kebenaran dari Kerajaan Allah
yang kita wakili di dunia ini. Jika kita tidak mendalami kebenaran firman Tuhan, mungkin
saja kita akan salah merepresentasikan Injil Kerajaan Allah kepada dunia.
Dengarkanlah bagaimana Yesus menjelaskan kerajaan-Nya:
Berbahagialah orang yang
miskin di hadapan Allah,
karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Berbahagialah orang yang berdukacita,
karena mereka akan dihibur.
Berbahagialah orang yang lemah lembut,
karena mereka akan memiliki bumi. (Mat. 5:3-5)
Ini baru beberapa kalimat di awal Khotbah di Bukit yang telah menjadi
inspirasi bagi umat manusia selama dua ribu tahun. Bisa dimengerti mengapa respons yang Yesus
dapatkan setelah mengakhiri sesi-sesi Khotbah di Bukit bukan tawaan dan ejekan, melainkan
ketakjuban. Demikian Matius mencatat,
Dan setelah Yesus mengakhiri perkataan ini, takjublah orang banyak itu mendengar
pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak
seperti ahli-ahli Taurat mereka. (Mat. 7:28-29)
Jika para ahli Taurat cenderung mengutip ajaran para rabi ketika mengajar, Yesus berbicara
dengan otoritas yang langsung bersumber dari diri-Nya sendiri. Tidak heran, Dia sendiri
adalah Raja dari Kerajaan yang sedang diberitakan-Nya.
Pengikut Yesus seharusnya terus belajar mendalami kebenaran ajaran-Nya yang tidak akan
habis diselami, lalu menyampaikannya kepada dunia. Mari kita meminta agar Tuhan
memampukan kita untuk menyampaikan Injil Kerajaan-Nya, bukan dengan otoritas kita
sendiri, tetapi dengan otoritas yang diberikan-Nya kepada kita sebagai wakil-wakil-Nya di
dunia.
1 Ditranskrip dan disesuaikan dengan format tulisan dari https://www.youtube.com/watch?v=0ezJ1b5Pf-E.