,

Perjamuan Rasa Kekekalan

Pada akhir minggu ini, kita sekali lagi akan memperingati kematian dan kebangkitan Tuhan
dan Raja dunia, yaitu Yesus Kristus, yang telah berinkarnasi menjadi manusia. Mari kita
renungkan sejenak apa yang dilakukan Yesus sendiri sebagai persiapan-Nya menghadapi hari
kematian-Nya, yaitu Perjamuan Malam terakhir, dan apa yang dapat kita pelajari dari karya-
Nya tersebut. Apa artinya dan bagaimana orang Kristen seharusnya mengingat kematian Sang
Mesias?

Pada malam sebelum Yesus disalibkan, Dia mengambil roti, mengucap syukur atasnya,
memecah-mecahkannya, dan membaginya kepada murid-murid- Nya, lalu berkata, “Inilah
tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” Dia
kemudian mengangkat cawan yang berisi anggur dan berkata, “Cawan ini adalah perjanjian
baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu,” (Luk. 22:19-20). Sebelumnya, Yesus
telah mengatakan bahwa Dia telah menunggu-nunggu untuk memakan Perjamuan Paskah ini
bersama murid-murid- Nya karena Dia tidak akan lagi memakannya sampai Kerajaan Allah
tiba sepenuh-Nya. Yesus kemudian berpesan agar murid-murid- Nya melakukan hal yang
sama di kemudian hari untuk mengingat-Nya.

Perlu diperhatikan bahwa pada kesempatan terakhir Yesus bisa berada dengan tenang
bersama murid-murid- Nya, Dia tidak menggunakan waktu tersebut untuk membuka diskusi
theologi atau filsafat tentang makna kasih dan misi-Nya turun ke dalam dunia ini. Dia juga
tidak meninggalkan sejumlah butir kredo dan berpesan kepada murid-murid- Nya supaya
dihafalkan dan diajarkan turun temurun sebagai standar ortodoksi gereja. Meskipun doktrin
yang benar adalah penting, Yesus tidak memilih untuk diingat dengan mengulangi
serangkaian rumusan teoretis yang abstrak. Dia memberikan perjamuan dan ingin supaya Dia
diingat dengan cara perjamuan, perjamuan yang menunjukkan apa yang Dia lakukan bagi
manusia berdosa. Perjamuan Kudus adalah sebuah ingatan yang terinkarnasi dan konkret.

Namun, Perjamuan Kudus tidak hanya untuk melihat ke belakang, seolah-olah hanya untuk
mengenang penyaliban Yesus sebagai tragedi kemanusiaan di dalam sejarah. Perjamuan ini
menunjuk kepada masa yang akan datang, yakni masa Kerajaan Allah akan datang
sepenuhnya dan Kristus menjalankan penghakiman kepada orang-orang berdosa yang
menolak-Nya, dan memerintah di takhta kekal-Nya. Pada saat itu, orang-orang percaya akan
menerima Perjamuan Paskah kembali, dengan kehadiran Yesus secara jasmani. Mereka akan
memuliakan Allah Tritunggal karena mereka dilewatkan dari hukuman kekal. Karena
anugerah di dalam darah Yesus, mereka selamat dari pedang penghakiman, pedang yang akan
menimpa orang-orang yang berkeras hati dan menolak pengorbanan-Nya di atas kayu salib.

Jadi apakah Perjamuan Kudus ini hanya bermakna untuk merujuk kepada masa lalu dan masa
depan, sehingga tidak melakukan apa-apa bagi masa kini? Tidak, Perjamuan Kudus juga
mempunyai makna langsungnya pada masa kini. Paulus yang menangkap makna kekinian
perjamuan ini dan menulis kepada jemaat di Korintus, “Sebab setiap kali kamu makan roti ini
dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang,” (1Kor.
11:26).

Setiap orang Kristen di seluruh dunia sepanjang masa masuk ke dalam Perjamuan Kudus,
jiwa mereka sekaligus merentang kepada masa lalu, masa kini, dan masa depan. Perjamuan
Kudus adalah perjamuan yang dilakukan di dalam waktu, namun juga melampaui waktu itu
sendiri. Ini adalah anugerah dari Yesus bagi orang-orang percaya untuk mencicipi kekekalan.
Ketika kita akan menerima perjamuan kudus yang sakral, mari kita mempersiapkan hati kita
dengan serius. Jagalah kesucian karena yang akan kita hampiri adalah meja Perjamuan Tuhan
yang suci, salah satu tempat sorga dinyatakan dan dapat diintip dari dalam dunia.