Situasi pandemi COVID-19 di Indonesia makin parah sehingga Pemerintah memutuskan untuk menarik rem darurat,
pembatasan kegiatan sosial kembali diberlakukan. Kegiatan ibadah, sekolah, dan lainnya ditutup sementara.
Dalam situasi demikian, ada yang merasa seakan-akan dikondisikan untuk hidup anti-sosial–menarik diri menikmati
kesendirian di kamar, tidak butuh bersekutu dengan sesama. Kata bersekutu di sini sering kali dimengerti sebagai
kumpul dengan teman, nongkrong bersama, atau ya pergi ke Persekutuan Pemuda.
Namun ketika kalimat “persekutuan orang kudus” (the communion of saints) muncul di Pengakuan Iman Rasuli
yang kita ucapkan setiap minggu, apakah merujuk ke pengertian nongkrong bersama tadi? Tentu Tidak. Kalimat “persekutuan
orang kudus” adalah setelah kalimat “gereja yang kudus dan am”, apa bedanya antara keduanya? Gereja yang kudus dan
am sedang berbicara jangkauan wilayah, tidak dilimitasi oleh batasan ruang dan hal lainnya seperti suku, ras, dan
denominasi. Gereja sebagai tubuh Kristus adalah satu walaupun mereka ada di berbagai lokasi dan denominasi yang
berbeda namun beriman kepada Kristus yang sama. Persekutuan orang kudus di sisi lain berbicara tentang jangkauan
waktu, persekutuan kita dengan orang-orang kudus lainnya tidak dilimitasi oleh batasan waktu. Kita sama-sama
mempunyai persekutuan di dalam Kristus dengan orang-orang percaya sepanjang zaman.
Bapak-bapak Gereja menjelaskan bahwa gereja ada dua kondisi, yaitu
• Gereja yang berjuang (Latin: Ecclesia militans) mencakup mereka yang masih berjuang di dalam dunia, dan
• Gereja yang dimuliakan (Latin: Ecclesia triumphans) mencakup mereka yang dimuliakan di sorga.
Kitab Ibrani 11 mencatat tentang pahlawan-pahlawan iman seperti Habel, Henokh, Nuh, Abraham, Sara, Ishak, Yakub,
Yusuf, Musa, dan lainnya yang sudah mencapai garis akhir dalam perjuangan iman mereka. Pasal selanjutnya, Ibrani
12:2 memberikan dorongan bagi kita sebagai orang-orang kudus yang masih di dalam perjuangan untuk “melakukannya dengan
mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan”.
Kita sebagai ecclesia militans dihimbau dan didorong untuk siap menerima didikan Tuhan (ay. 6), mengejar
kekudusan (ay. 14), dan tidak menjauhkan diri dari kasih karunia Allah (ay.15).
Kita mungkin sementara tidak bisa berkumpul bersama saudara seiman secara fisik, namun kita tetap mempunyai
ikatan dan persekutuan yang riil dengan mereka secara daring dan bukan hanya itu, kita juga bersyukur ketika kita
membaca Alkitab dan sejarah gereja, sekali lagi kita diingatkan bahwa kita benar-benar mempunyai ikatan persekutuan
dengan Bapa Abraham, Raja Daud, Nabi Elia, Rasul Paulus, Bapak Gereja Augustinus, Reformator Luther, Penginjil John
Sung, dan semua orang kudus lainnya sepanjang zaman. Mari kita memohon anugerah Tuhan untuk memampukan kita berjuang
dalam iman sampai garis akhir menyatakan Kerajaan Allah telah datang dalam Yesus Kristus.