Kemarin saya datang ke Rumah Duka (RD) untuk melayat. Di RD sebenarnya bukanlah pada
tempatnya kita tertawa lepas. Kenapa kita sedih ketika kita datang ke RD? Kenapa manusia
berduka ketika seseorang meninggal? Sebaliknya, kenapa kita bersukacita ketika melihat
kelahiran bayi? Bukankah ini sudah dari sononya?
Banyak dari kita merasa hal ini tidak perlu dipertanyakan lagi. Emosi dan perasaan kita akan
otomatis bereaksi seperti demikian. Tetapi kenapa demikian? Jawabannya adalah karena kita
diciptakan untuk kehidupan, seharusnya kematian bukanlah sesuatu yang normal. Walaupun
kematian sekarang adalah suatu fakta yang tidak terbantahkan. Kita melihat kematian terjadi
setiap harinya, kita melihat RD selalu penuh setiap harinya. Kita tahu jelas kematian adalah
fakta yang tidak terhindarkan. Fakta yang pasti terjadi, tetapi ketika terjadi pada orang yang
terdekat atau yang kita kasihi, kita tetap merasakan sengatnya. Allah menciptakan manusia
untuk kehidupan. kematian adalah akibat dosa, something not supposed to happen and when
it happens, we still bear the pain. We are created for life. That’s why we celebrate life, but we
avoid death.
Bayang-bayang kematian seperti kotoran-kotoran yang tidak bisa dibuang keluar rumah,
hanya bisa disembunyikan di bawah karpet. Kita menghindari percakapan tentang kematian,
seakan-akan itu adalah hal yang tabu. Kita bisa tidak suka membahas tentang kematian. Kita
bisa tidak suka diingatkan tentang fakta bahwa kita suatu saat akan mati. Kematian juga tidak
seharusnya diingat-ingat terus. Bahkan kita melihat ada suatu tren orang yang meninggal
tidak lagi dikubur tetapi dikremasi, lalu abunya ditabur ke laut. “Lebih praktis, tidak perlu
lahan kuburan, apalagi harga tanah sudah melambung tinggi, tidak perlu datang ke kuburan.”
Di balik semua pragmatisme pemikiran ini, ada suatu kesan kita tidak ingin kematian
dikenang dan diingat-ingat. Kenapa? Kematian mengingatkan pada perpisahan yang
menyakitkan dan menyedihkan.
Setiap orang ingin kehidupannya yang diingat, jasa-jasa dan pencapaian-pencapaiannya
semasa hidupnya yang diabadikan. Patung-patung pahlawan selalu dipahat menampilkan
sang pahlawan berdiri atau menunggang kuda dengan gagah, bukan ketika dia terbaring di
ranjang menjelang kematiannya.
Ketika kita mendengar Tuhan Yesus di perjamuan terakhir berkata, Inilah tubuh-Ku yang
diserahkan bagi kamu, perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” Ia ingin kita mengingat
kematian-Nya. Perjamuan kudus, roti dan anggur ditetapkan oleh Kristus sendiri menjadi
perayaan akan kematian-Nya. Kematian Kristus, ketika Ia harus terpisah dari Sang Bapa bagi
dosa-dosa kita, supaya kita bisa dipersatukan kembali dan diterima oleh Allah Bapa.
Kematian Kristus membuat kita bisa datang ke Rumah Duka dengan suatu harapan baru
bahwa perpisahan ini hanyalah sementara. Akan datang suatu masa, di mana mereka yang
sudah meninggalkan kita terlebih dahulu, akan menyambut kita bersama-sama dengan
Kristus masuk ke dalam kemuliaan yang kekal. Kita yang di dalam Kristus akan memasuki
kemuliaan ini justru melalui kematian. What a Joy!!