Restrukturisasi Gambar dan Rupa Allah

Kecuali kita ingin menganggap bahwa susunan khotbah di bukit oleh Matius dibuat dengan
acak, kita perlu merenungkan mengapa panggilan untuk menjadi terang dan garam dunia
dijadikan pengantar bagi serangkaian khotbah Yesus tentang sebagian dari sepuluh perintah
Allah. Pada bulan-bulan sebelumnya, kita sudah merenungkan bagaimana sepuluh perintah
Allah diberikan untuk memampukan anak-anak Allah menjadi terang dunia. Kali ini, kita
ingin merenungkan khotbah Yesus yang berikutnya, yaitu tentang jangan berzinah (Mat.
5:27-32). Apa arti perintah ini di dalam kerangka menjadi terang dunia?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu memikirkan mengapa perintah ini relevan bagi
manusia. Perintah ini hanya relevan jika kita mengasumsikan bahwa manusia mempunyai
fungsi seksual dan bahwa manusia mempunyai kebebasan untuk menyalahgunakan fungsi
tersebut. Untuk apa Allah menciptakan fungsi seksual yang dapat disalahgunakan tersebut?
Karena gambar dan rupa Allah yang lengkap hanya terbentuk ketika laki-laki dan perempuan
bersatu menjadi dwinitas, seperti yang diwahyukan di dalam ayat-ayat berikut.

Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut
gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. (Kej. 1:27)

Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. (Kej. 2:24)

Kedua kutipan di atas menunjukkan ketunggalan dan kejamakan struktur gambar dan rupa
Allah sekaligus. Pada kutipan pertama, gambar Allah itu satu tapi dua, sedangkan yang kedua
mengatakan gambar Allah itu dua tapi satu. Jika kita memahami bahwa fungsi gambar dan
rupa Allah adalah untuk merefleksikan kemuliaan-Nya kepada seluruh ciptaan, atau sebagai
reflektor terang Allah, kita juga perlu menyadari bahwa reflektor tersebut baru berstruktur
utuh ketika terjadi kesatuan antara laki-laki dan perempuan.

Dalam konteks ini, apa arti “jangan berzinah”? Berzinah berarti merusak kesatuan gambar
Allah (memecahkan keluarga), atau membentuk kesatuan dengan lawan jenis melalui jalur
yang tidak dikehendaki Allah. Kedua jenis pelanggaran di atas adalah penghancuran terhadap
reflektor yang sempurna. Karena itu, perceraian tidak diperbolehkan dan bibit-bibit
perselingkuhan dibersihkan sebelum mulai bertumbuh di dalam hati. “Setiap orang yang
memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam
hatinya,” kata Yesus, menuntut etika yang radikal dari pengikut-Nya. (Orang Kristen tidak
hanya harus menjaga kesucian perbuatan, tetapi juga hati dan pikiran.) Seberapa keras orang
Kristen harus memperingatkan dirinya? Sekeras ini: kita lebih baik membuang mata dan
tangan kita jika anggota-anggota tubuh itu membuat kita mengompromikan kesucian kita.
Lebih baik bertubuh tidak lengkap, tetapi mempertahankan kesempurnaan gambar dan rupa
Allah.

Dapatkah keluarga yang pecah (broken) dapat bersaksi secara maksimal bagi
kerajaan Kristus? Bukankah perzinahan menghancurkan (bahkan mengakhiri riwayat) pelayanan
banyak orang Kristen? Mari kita menjaga keutuhan struktur gambar Allah yang adalah
kehormatan kita.

Dalam konteks memperingati 500 tahun Reformasi gereja, pesan ini juga sangat relevan.
Seruan Reformasi untuk kembali kepada Alkitab tentunya tidak berlaku hanya untuk
penyusunan doktrin, tetapi seluruh praktik kehidupan kita. Jika dampak Reformasi tidak
dimaksudkan untuk sebatas pembenahan teori-teori, bukankah Reformasi gereja perlu
didukung dengan re-formasi keluarga, yang berarti restrukturisasi gambar dan rupa
Allah, yang juga berarti rekonsiliasi bagi keluarga yang sudah tercerai berai?