Roda Kehidupan

Orang Indonesia mempunyai kalimat bijaksana, “Hidup itu seperti roda pedati, kadang di
atas, kadang di bawah.” Roda nasib dipercaya akan terus berputar. Baik waktu senang
ataupun waktu susah tidaklah kekal. Ada juga yang menarik pelajaran moral dari kalimat
hikmat tersebut. Jika sedang di atas, jangan sombong, supaya waktu nanti di bawah ada yang
mau menolongmu. Bersabarlah, wahai, kamu yang sedang di bawah. Nasibmu tidak akan
selama-lamanya seperti itu. Bagaimana seharusnya orang Kristen menilai peribahasa ini?
Mari kita renungkan makna kenaikan Tuhan Yesus untuk menjawab pertanyaan ini.

Pertama-tama, kenaikan Tuhan Yesus bukanlah karena perputaran roda nasib, bukan karena
Dia pernah di bawah dan kini saatnya nasib menaikkan Dia ke posisi atas. Itu karena ketika
Yesus turun ke dunia, Dia bukan turun karena perputaran roda nasib, melainkan karena
ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa dan cinta kasih-Nya kepada dunia ini. Ketika Dia
direndahkan, disiksa, dan dibunuh di dunia, itu bukan karena roda nasib belum berputar untuk
memberikan keberuntungan kepada-Nya, melainkan karena Dia hendak menggenapkan
kehendak dan rencana Bapa-Nya. Ketika Dia bangkit dan naik ke sorga, itu sekali lagi bukan
karena menurut kalender roda nasib sudah saatnya Yesus berada di atas angin, melainkan
karena Bapa meninggikan Anak-Nya yang sudah menjalankan semua kehendak-Nya.
Memang tampak ada perputaran dalam kehidupan Yesus, tetapi Dia sendirilah yang berkuasa
untuk memutar roda kehidupan-Nya.

Bagaimana dengan nasib orang-orang dunia
ini? Mari kita cermati ayat-ayat berikut ini.
“Segera sesudah siksaan pada masa itu, matahari akan menjadi gelap dan bulan tidak bercahaya
dan bintang-bintang akan berjatuhan dari langit dan kuasa-kuasa langit akan goncang. Pada
waktu itu akan tampak tanda Anak Manusia di langit dan semua bangsa di bumi akan meratap
dan mereka akan melihat Anak Manusia itu datang di atas awan-awan di langit dengan segala
kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Dan Ia akan menyuruh keluar malaikat-malaikat-Nya dengan
meniup sangkakala yang dahsyat bunyinya dan mereka akan mengumpulkan orang-orang
pilihan-Nya dari keempat penjuru bumi, dari ujung langit yang satu ke ujung langit yang lain.”
(Mat. 24:29-31)

Dalam kutipan perkataan Yesus di atas, kita mengetahui bahwa ada kaum yang disiksa dan
yang menyiksa. Sesudah siksaan, matahari dan bulan menjadi gelap dan bintang-bintang
berjatuhan. Apa hubungannya antara siksaan dengan benda-benda di langit? Kita akan
melihat kaitannya jika memahami simbolisme yang digunakan oleh Yesus. Matahari, bulan,
dan bintang adalah penguasa atau orang-orang yang memiliki kuasa yang menindas orang-
orang pilihan. Kemuliaan mereka akan meredup dan mereka akan dijatuhkan dari kursi
kekuasaan mereka. Di sisi lain, orang-orang yang menderita karena nama Yesus akan
dikumpulkan bersama dengan Anak Manusia yang datang kembali. Inilah perubahan nasib
yang dinubuatkan oleh Yesus sendiri.

Di kala kita mengenang kenaikan Kristus pada Kamis ini (26 Mei 2022), marilah kita
mengingat pula kalimat malaikat ini, “Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan
kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga”
(Kis. 1:11b). Marilah kita setia melayani-Nya, meskipun harus menderita, sampai kita
dikumpulkan kembali bersama-Nya. Kristuslah pengharapan sejati kita, bukan roda nasib
kehidupan.