Perintah mengasihi sesama murid merupakan satu dari pesan-pesan terakhir Yesus kepada murid-murid terdekat-Nya di dunia, bahkan Yudas Iskariot pun tidak termasuk di dalamnya. Kristus memberikan perintah yang baru, perintah yang memiliki baik fungsi internal maupun eksternal dalam jemaat. Yohanes 13 dimulai dengan Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya. Ini merupakan teladan Yesus dalam melayani. Sangat bertolak belakang dengan konsep dunia, di mana seorang guru biasanya dilayani oleh murid-muridnya, Yesus mencuci kaki murid-murid-Nya adalah tindakan yang melampaui sistem dunia. Yesus melakukan ini karena Ia sedang merendahkan diri, memberi teladan tentang konsep Kerajaan Sorga yang bertolak belakang dengan konsep dunia. Tindakan Yesus sejalan dengan apa yang Ia ucapkan tentang “siapa yang terbesar” (bdk. Mrk. 9:35; Luk. 22:26). Saat orang dunia meraih kebesaran melalui status sosial, kekayaan, dan kehebatan diri, kebesaran warga Kerajaan Sorga diukur berdasarkan besarnya kasih yang bisa diberikan. Yesus dengan segala kerendahan hati dan kebesaran kasih-Nya, membasuh kaki murid-murid-Nya, bahkan kaki dari Yudas Iskariot yang mengkhianati-Nya segera setelah itu.
Membasuh kaki murid-murid hanyalah gambaran dari kasih yang jauh lebih besar yang akan ditunjukkan pada saat Kristus dimuliakan di atas kayu salib. Pada saat itu Yesus menjelaskan perbuatan-Nya sebagai suatu teladan untuk saling melayani. Makna yang lebih dalam dari pembasuhan kaki adalah pengampunan pada sesama. Kaki adalah bagian tubuh manusia yang hampir selalu kotor, karena digunakan untuk berjalan di atas tanah yang relatif kotor. Seperti setiap orang pasti berinteraksi dengan manusia lain, sangat rentan untuk melakukan kesalahan kepada sesama. Pembasuhan kaki adalah ajakan untuk mengampuni secara berulang, membersihkan seseorang dari kesalahan yang pernah dibuatnya meskipun sering, bahkan rutin.
Yesus menunjukkan kasih-Nya melalui kerendahan hati untuk melayani manusia, bahkan Yudas Iskariot yang adalah pengkhianat. Namun membasuh kaki murid-murid hanya bagian kecil dari penyataan kasih yang jauh lebih besar di kayu salib. Bagi dunia, Yesus sangat terhina dan terkutuk, namun justru salib itulah momen kemuliaan dan penyataan kasih terbesar sepanjang masa yang mungkin disaksikan oleh manusia. Kebesaran kasih yang telah dinyatakan Yesus merupakan dorongan sekaligus teladan bagi kita yang mengaku murid-murid Yesus. Sangat janggal jika mengaku sebagai murid dari Yesus yang begitu mengasihi, namun tidak mau menunjukkan kasih dalam kerendahan hati untuk melayani. Kasih yang mengampuni dan melayani semua orang, itulah yang menjadi warna dari seragam murid-murid Yesus.
Mengapa teladan dan pesan ini penting disampaikan menjelang penyaliban Yesus? Sesaat lagi Yesus akan dimuliakan di kayu salib, menjadi puncak penyataan kasih dan keadilan Allah bagi manusia. Ini adalah peristiwa satu-satunya yang terjadi dalam beberapa jam dalam sejarah, namun berdampak bagi manusia dalam segala zaman. Orang-orang yang hidup pada masa Yesus bisa menyaksikan langsung momen “masterpiece” ini, namun bagaimana dengan orang-orang Kristen yang tidak hidup sezaman dengan Yesus? Itu sebabnya, perintah baru kepada murid-murid untuk saling mengasihi menjadi identitas murid Yesus yang terus hidup sampai hari ini. Kekristenan selalu memukau dunia dengan kasih, sebagaimana Yesus telah menunjukkan kasih-Nya kepada dunia melalui pengorbanan-Nya. Makin dalam seorang mengerti kasih yang ia terima, makin besar pula kemampuan ia untuk mengasihi. Modal kita untuk mengasihi sesama tidak akan pernah habis, selama kita terus terhubung dengan sumber kasih melalui perenungan dan mempraktikkan firman Tuhan. Hati kita tidak mampu menampung besarnya kasih Allah sehingga pasti meluap keluar menjadi tindakan kasih.
Perintah baru ini masihlah sangat relevan bagi dunia kita hari ini. Dunia yang hanya menerima manusia-manusia “sempurna” dan penuh pencapaian, tidak ada tempat bagi orang-orang yang sudah gagal dan dianggap hina. Apakah kita masih mau mempertahankan jubah kemegahan dunia kita, hak-hak kita untuk dihormati karena status, dan keterpisahan dari orang-orang yang dianggap rendah? Gereja tidak memiliki seragam lain selain kasih. Dunia boleh memandang muka dan memisahkan manusia berdasarkan kemuliaan duniawi, tetapi selalu ada tempat bagi semua orang di dalam gereja. Kasih yang mengampuni dan melayani semua orang, itulah yang menjadi warna dari seragam murid-murid Yesus. Bukankah Yesus membasuh kaki Yudas Iskariot juga? Apa alasan kita untuk tidak mengasihi, setelah mengalami kasih yang begitu besar?
Junardi Yosua Darmawan
Mahasiswa STTRII
