“Jangan deket-deket si bos kalo dia lagi marah atau ngamuk. Ntar bisa ikutan kena
murka!” Dalam banyak kasus memang menjauh dari “gunung meletus” atau “bos meletus”
memang tindakan yang bijaksana. Namun apa yang Musa lakukan ketika Tuhan murka melihat
bangsa Israel menyembah anak lembu emas di kaki gunung Sinai? Musa tidak menjauh.
Sebaliknya, ia malah mencoba meredakan kemarahan Tuhan. Musa bersyafaat bagi bangsa Israel.
Ironisnya adalah ketika Musa bersyafaat, ia sedang meresikokan dirinya di hadapan Tuhan di
atas gunung. Alasan bangsa Israel memberontak adalah ketidaksabaran mereka karena Musa
tidak kunjung turun. Lalu mereka menolak Musa dan memilih membuat anak lembu emas.
Tanpa mereka sadari, Musa yang mereka tolak dan pikir sebagai sumber masalah merupakan
sumber pertolongan bagi mereka.
“Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya murka-Ku bangkit terhadap mereka dan Aku akan
membinasakan mereka.” Kalau dalam bahasa sehari-hari kira-kira begini, “Leave me alone!
pokoknya kelar hidup mereka sebentar lagi!” Yang menarik adalah Musa tidak “leave God
alone”. Ia ikut campur, ia melibatkan dirinya di tengah-tengah perseteruan antara Allah
yang murka dan Israel yang menyeleweng. Suatu keberanian luar biasa! Kita teringat juga
sebuah paralel dalam kisah Ester–di mana situasinya mirip, Ester mendatangi Raja Ahasyweros
untuk “bersyafaat” bagi bangsa Yahudi yang hendak dimusnahkan. Ester juga melakukan
sebuah tindakan yang sangat memerlukan keberanian karena mendatangi raja tanpa diundang
bisa berpotensi dihukum mati kalau raja tidak berkenan. Namun ada perbedaan mencolok, di
mana walaupun tidak ada undangan, ketika Ester datang, Raja tidak sedang marah.
Sedangkan di dalam kasus Musa, Tuhan sedang marah, walaupun kita bisa melihat
sebenarnya ada undangan dari Tuhan kepada Musa untuk bersyafaat. Ia tidak langsung
menghukum, tetapi ada dialog panjang lebar antara Tuhan dan Musa. Tuhan sebelum
menghukum Sodom dan Gomora, Ia juga mengundang Abraham untuk bersyafaat bagi kota-
kota tersebut. Ada undangan dari Allah.
Kita bisa menerka-nerka kenapa Musa koq berani banget. Kita bisa saja
mengambil kesimpulan bahwa memang Musa itu orangnya pemberani bahkan nekad, dia mungkin
tipe adrenalin-junkie yang suka tantangan berbahaya. Atau kita bisa juga mengambil
kesimpulan bahwa Musa berani karena ia cukup mengenal dekat karakter YHWH. Musa yang
menuliskan Kitab Kejadian tentunya sangat paham bahwa dari awal penciptaan dunia,
karakter Tuhan yang tercatat dalam lembaran-lembaran awal kitab itu adalah Tuhan yang
selalu ingin melibatkan manusia di dalam rencana-Nya, menjadikan manusia sebagai
partner di dalam memerintah dunia ciptaan-Nya.
Panggilan kita sebagai pendoa-pendoa syafaat adalah undangan dari Allah untuk kita
stand-in-the-gap (berdiri di tengah-tengah) mewakili umat Tuhan. Ini panggilan yang
mulia, panggilan untuk ikut terlibat di dalam rencana Tuhan dan berpartner dengan Allah
mewujudkan kedaulatan-Nya dalam dunia ini.