Di sepanjang sejarah, umat Allah sering kali berada di dalam situasi sebagai pihak yang
lemah, baik itu di dalam hal kekuatan politik maupun jumlah. Tidak hanya itu, orang Kristen
adalah kelompok yang paling banyak dipersekusi di seluruh dunia sepanjang sejarah ribuan
tahun ini. Ada juga kelompok-kelompok lain yang ditindas oleh penguasa dan kemudian
membentuk kekuatan resistensi. Ketika itu terjadi, kita dapat menyaksikan gerakan-gerakan
pemberontakan, baik itu untuk memisahkan diri dari negara induk, untuk menjatuhkan
penguasa, atau pun hanya untuk menebar teror. Sebagai terang di tengah dunia yang gelap,
bagaimana seharusnya sikap orang Kristen?
Renungkanlah Matius 5:38-48! Orang Yahudi pada zaman Yesus mempunyai ayatnya: mata
ganti mata, gigi ganti gigi. Namun, Tuhan Yesus berkata bahwa itu bukan untuk
membenarkan jalan kekerasan melawan para penindas. Orang yang berbuat jahat janganlah
dilawan atau dibalas dengan cara yang sama jahatnya. Terang tidak boleh meniru kegelapan,
melainkan harus mentransformasi kegelapan menjadi terang. Jika terang itu mengikuti logika
dunia dengan meneruskan rantai pembalasan dendam, dia akan terhimpit oleh kegelapan dan
akhirnya tidak dapat bercahaya lagi.
Ajaran Yesus untuk menghadapi perlakuan tidak adil dari musuh iman dianggap oleh
sebagian orang sebagai sifat yang lemah dan bodoh. Akan tetapi, tidak membalas dengan
kekerasan bukan berarti lemah. Ketika orang mempermalukan murid Yesus dengan
menampar pipi kiri mereka dengan punggung tangan kanannya (sebuah gestur kebudayaan
pada saat itu), mereka meminta musuh menampar lagi pipi kanan mereka menunjukkan
bahwa mereka mau dianggap setara dengan musuh mereka. Selain itu, memberikan jasa dan
barang kepada penindas lebih dari yang dia minta bukanlah kebodohan, melainkan kreativitas
yang lahir dari keinginan untuk membalas dengan kasih.
Bukankah sifat dari terang mempunyai sifat mengagetkan ketika dia tiba-tiba menembusi
kegelapan? Seperti itulah orang Kristen harus bersaksi di tengah dunia yang jahat ini.
Mengasihi dengan kreatif adalah jalan terang itu agar dapat diledakkan. Tanpanya, kita hanya
akan mengadopsi logika pembalasan dari dunia berdosa yang destruktif. Satu-satunya
pembalasan yang boleh mereka lakukan adalah membalas dengan kasih dan ini melampaui
logika manusia berdosa. Bahkan, meskipun penghakiman adalah milik Allah sendiri, Dia
tidak mengikuti logika pembalasan dari dunia berdosa. Pembalasan-Nya adalah sesuai
dengan kesucian, keadilan, dan cinta kasih-Nya. Memang, dia membalas kejahatan manusia
dengan air bah, api dari langit, dan tulah-tulah lainnya karena Dia suci dan adil. Namun,
tidakkah dia juga membalas para penghujat-Nya dengan kehangatan matahari, air hujan,
udara segar, dan makanan yang enak, dan yang paling ultimat: nyawa Anak-Nya yang
Tunggal?
Dari khotbah Yesus, kini kita sudah tahu di dalam hal apa kita diminta untuk meniru Allah
kita, yaitu membalas dengan kasih. Kasih bukan kelemahan dan kebodohan, melainkan dasar
kekuatan dan kreativitas kita. Kita dipanggil untuk menghadirkan ciptaan baru dengan kasih
dan pengharapan, bukan untuk menghancurkan dunia lama dengan kekerasan.