Tiga Tahun yang Paling “Sia-Sia” dalam Kehidupan Nabi Yesaya

Tidak terasa kita sudah memasuki minggu kedua dari 2022. Mungkin di titik ini sebagian dari
kita ada yang merenungkan apakah hidup kita sejauh ini sudah diisi dengan makna dan bukan
kesia-siaan. Masa hidup manusia terbatas dan singkat. Apakah tahun-tahun kita sudah
digunakan untuk hal yang memang bernilai? Untuk perenungan minggu ini, mari kita belajar
dari ketaatan Yesaya.

Pada Yesaya 20, dikisahkan bahwa Yesaya diperintahkan Allah untuk membuka kain kabung
dan melepaskan kasutnya dan berjalan di tempat umum selama tiga tahun sebagai sebuah
demonstrasi akan apa yang akan terjadi pada bangsa Mesir dan Etiopia. Konteksnya adalah
Asdod, sebuah kota Filistin, menaruh kepercayaan kepada janji Mesir dan Etiopia untuk
melindungi mereka dari Asyur. Karena itu, Yesaya diperintahkan Allah untuk memperagakan
bagaimana Mesir (yang adalah kebanggaan mereka) dan Etiopia (pengharapan mereka) akan
dipermalukan dengan digiring secara telanjang dan hina sebagai tawanan Asyur.

Mari kita tempatkan diri kita di posisi Yesaya sejenak. Apa yang akan direfleksikan Yesaya
di pergantian tahun kedua ke tahun ketiga peragaannya, jika dia mempunyai kebiasaan seperti
orang modern pada pergantian tahun? Apakah yang membuat tiga tahun tersebut bukan masa
yang paling tidak berguna dan tidak bermakna dalam hidupnya?

Ada beberapa hal yang bisa membuat tiga tahun tersebut sangat sia-sia. Pertama, dengan
telanjang ke mana-mana, secara otomatis Yesaya tidak bisa menjalankan tugas utamanya
sebagai seorang nabi, yaitu berkhotbah, mengajar, dan mungkin mengonseling. Kedua, untuk
menyampaikan poin pesan Allah bahwa Mesir dan Etiopia akan dipermalukan dengan
ditelanjangi, tampaknya tidak perlu sampai memperagakannya langsung selama tiga tahun.
Hal ini bisa juga disampaikan dengan teguran dan khotbah di lapangan, seperti yang
dilakukan oleh Yunus di Niniwe. Ketiga, meskipun nabi-nabi lain, seperti Yehezkiel yang
disuruh berbaring selama setahun lebih, juga disuruh memperagakan sesuatu untuk
menyampaikan pesan, audiens mereka adalah orang Israel atau Yehuda. Setidaknya, mereka
melakukan sesuatu untuk bangsa yang mereka cintai, meskipun tampak sia-sia dan
membuang waktu. Namun, Yesaya di sini sedang menyampaikan pesan “hanya” kepada
orang Filistin, Mesir, dan Etiopia. Untuk apa sampai perlu telanjang baju dan kaki selama
tiga tahun?

Namun, Yesaya mengajarkan kepada kita arti yang sebenarnya tentang ketaatan dalam
menggunakan waktu. Ada saatnya cara Allah menggunakan waktu berbeda dari cara
manusia. Cara Allah bisa saja dianggap tidak efisien dan efektif. Jika kita berpikir demikian,
kita menganggap waktu kita adalah milik kita dan bukan milik Allah. Karena segala waktu
kita adalah milik Allah, Allah-lah yang menentukan dengan cara apa waktu kita dapat
digunakan dengan bernilai. Kita sering kali mengukur nilai waktu kita dengan ukuran
duniawi: waktu sudah digunakan dengan baik jika kita berhasil meraih berbagai prestasi,
mendapatkan penghargaan, kursi pemerintah, uang yang banyak, dan sebagainya. Namun,
Yesaya menilai penggunaan waktunya dengan ukuran sudah seberapa taat dia menjalankan
kehendak Allah.

Mari kita menggunakan tahun demi tahun kehidupan kita untuk menjalankan kehendak Allah
dengan taat, supaya hidup kita yang singkat ini bernilai. Kiranya Roh Kudus memampukan
kita untuk taat kepada Allah, seperti Kristus taat kepada Bapa-Nya.