Bab pertama buku ini dimulai dengan penjelasan tentang aksiologi (teori nilai) dan hubungan-hubungannya. Penilai yang mengerti nilai jauh lebih penting daripada hal yang dinilai. Manusia memiliki kemampuan menilai sesuatu karena Allah adalah Sumber Nilai. Hanya saja, karena keberdosaan manusia, sering kali manusia menilai yang tidak penting menjadi yang utama, sedangkan yang utama menjadi hal yang tidak penting. Manusia sering kali menilai dunia materi ini memiliki nilai yang begitu tinggi, sampai melebihi diri manusia sendiri yang adalah sang penilai tersebut. Manusia berdosa kehilangan standar dalam melakukan penilaian terhadap sesuatu. Manusia berdosa menilai bahwa materi lebih penting daripada rohani, padahal Alkitab mengatakan bahwa yang terpenting bukan mencari materi, tetapi mencari Kerajaan Allah dan kebenaran Allah. Hal rohani lebih penting daripada hal jasmani.
Pdt. Stephen Tong menjelaskan bahwa salah satu konsep nilai yang paling penting adalah nilai hubungan Tuhan dengan pribadi dan pribadi manusia dengan pribadi manusia lainnya. Hubungan antarpribadi dapat menjadi baik bila didasari oleh hubungan antara manusia yang dicipta dan Allah yang mencipta. Inilah fondasi dari setiap hubungan, yaitu hubungan antara Allah dan manusia. Melalui hubungan ini, manusia langsung menerima kebenaran dan kebijaksanaan yang sejati dari Sang Sumber. Dalam membangun sistem keluarga, menusia perlu memiliki konsep nilai yang benar. Bukan hanya sistem keluarga, tetapi juga sistem kebudayaan, agama, dan moral dalam hidup bermasyarakat. Konsep nilai memengaruhi kita memandang hal-hal tersebut dengan baik dan benar.
Sangat penting memiliki doktrin yang benar berdasarkan Alkitab, karena melalui Alkitab kita dapat mengerti nilai keluarga yang sejati. Keluarga adalah anugerah Tuhan, dan keluarga dapat dibangun dengan baik bila masing-masing suami istri memiliki nilai yang benar terhadap keluarga. Pdt. Stephen Tong menjelaskan bahwa kasih Allah Tritunggal merupakan dasar dari relasi dalam keluarga. Oleh karena itu, penting agar keluarga Kristen memiliki kasih Allah Tritunggal.
Bab selanjutnya membahas tentang pertanyaan, “Mengapa menikah?” Beberapa alasan yang dipaparkan:
- Alkitab menyatakan bahwa tidak baik kalau manusia seorang diri saja.
- Ketika pria dan wanita sudah siap untuk saling mengasihi dan meninggalkan ayahnya dan ibunya. Pria sudah siap untuk rela berkorban dan wanita siap untuk menjadi penolong. Jika belum siap, jangan menikah dahulu.
- Ketika Allah ingin melaksanakan kehendak-Nya melalui dan di dalam pembentukan keluarga.
Bab kedua ini sangat singkat dan berfokus kepada alasan pertama, yaitu manusia menikah karena memang adalah lebih baik manusia menikah. Tuhanlah yang mengaturnya demikian. Seorang diri sangat merugikan Adam. Adanya Hawa menjadikan hidup Adam dan dunia menjadi lebih baik.
Bab ketiga menjelaskan tentang ordo pria dan wanita. Apakah persamaan dan perbedaan antara pria dan wanita? Persamaannya adalah secara hakikat, substansi, dan kedudukan. Pria dan wanita sama-sama adalah ciptaan Allah yang berharga yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Perbedaannya adalah secara ordo dan fungsi. Pria harus bisa mengontrol wanita, menguasai keluarga, serta mencukupi kebutuhan keluarga, memimpin, dan mengasihi keluarga. Wanita menolong, mendampingi, mendukung, dan menjadi penunjang bagi suami. Keduanya saling mengasihi. Keduanya harus menjalankan peran dan fungsi yang khusus seperti yang dijelaskan dalam Alkitab.
Ketika Allah memberikan Adam seorang Hawa, Allah mengajarkan bahwa Adam harus memikirkan Hawa juga dalam menjalani kehidupannya. Adam bukan sendiri lagi, bukan “aku” dan “engkau”, tetapi menjadi “kami” dan “kalian”. Seorang pria bukan dirinya sendiri lagi tetapi sudah menjadi satu dengan perempuan yang menjadi istrinya. Pdt. Stephen Tong menasihati agar ordo pria dan wanita ini jangan terbalik. Jika terbalik, relasi dan keluarga akan berantakan. Prinsip relasi dalam pasangan Kristen adalah pemimpin yang memakai teladan hidupnya untuk memengaruhi yang dipimpin. Pria sebagai pemimpin memimpin keluarganya untuk makin melayani Allah dan hidup takut akan Tuhan. Pria dan wanita menjalankan perannya masing-masing di hadapan Tuhan.
Bab keempat berbicara soal keluarga dan kejatuhan manusia ke dalam dosa. Keluarga dibangun dengan prinsip cinta dan ketaatan. Dengan cinta dan ketaatan, keluarga akan menjadi keluarga yang bahagia. Hanya saja, dosa membuat keluarga bukannya jadi bahagia, tetapi bahaya. Sebab ketika manusia berdosa, manusia tidak mampu menjalankan keluarga dengan benar sesuai yang Tuhan mau. Pria dan wanita jadi saling bertengkar dan saling menyakiti, dan keluarga tidak menjadi keluarga yang harmonis. Di dalam menjalankan keluarga, perlu keseriusan tetapi ada kenikmatan juga. Ada tanggung jawab yang besar yang perlu dikerjakan oleh pria dan wanita, tetapi juga ada kenikmatan secara seksual antara suami dan istri.
Di dalam pernikahan, masing-masing harus menjaga ordonya. Pria mengasihi wanita, wanita tunduk pada pria dan keduanya sama-sama memuliakan Kristus. Ketika punya anak, ordo itu pun tetap harus dijaga. Jangan sampai anak tidak menghormati orang tua, maka orang tua perlu berbijaksana ketika berbicara dengan anaknya. Jangan sampai si anak membenci orang tuanya karena kelemahan-kelemahan mereka. Tidak hanya kesulitan dari dalam, tetapi juga Iblis senantiasa merusak ordo dalam pernikahan. Sejak awal penciptaan, Iblis berusaha membuat Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Yang dilakukan Iblis adalah menanamkan dua kejahatan: 1) Memberikan indikasi bahwa Allah iri hati dan cemburu kepada manusia sehingga melarang manusia memakan buah pengetahuan yang baik dan jahat; 2) Allah memiliki rencana jahat bagi manusia dengan menyembunyikan pengetahuan yang seharusnya manusia ketahui.
Bab kelima berbicara tentang perjuangan hidup keluarga. Kehidupan manusia setelah jatuh ke dalam dosa sangatlah sulit, banyak sengsara dan penderitaan. Akibat dosa, Allah berkata kepada Adam bahwa dengan peluh dia akan mencari makanan. Sedangkan kepada perempuan, perempuan akan mengalami susah payah dan kesakitan dalam mengandung dan melahirkan anak. Ini adalah konsekuensi dosa. Akan tetapi Tuhan memberikan pengharapan bahwa pernikahan akan menjadi bahagia dan harmonis bila keduanya takut akan Tuhan. Keduanya harus saling mengasihi seperti Allah mengasihi mereka berdua dengan kasih yang besar. Dalam bab ini juga, Pdt. Stephen Tong menjelaskan bahwa setiap orang Kristen harus menghargai pernikahan dan tidak boleh bercerai. Pernikahan adalah simbol Kristus dan Gereja-Nya yang tidak mungkin dipisahkan oleh apa pun.
Bab terakhir berbicara tentang keluarga yang bahagia. Pdt. Stephen Tong mengambil dasar dari Mazmur 128:1-6. Allah harus bertakhta di atas setiap keluarga. Ada tujuh hal penting bagaimana menjadi keluarga yang berbahagia:
- Suami berusaha dengan benar supaya keluarganya takut akan Tuhan. Berusaha membangun keluarga dengan benar dan jerih payah yang benar. Jangan dengan kejahatan.
- Merencanakan agar keluarga dapat menjadi berkat bagi banyak orang. Tidak menjadi keluarga yang merencanakan segala yang jahat atau menjadi batu sandungan bagi orang lain.
- Seorang istri yang sehati di rumah dan menghormati suaminya. Istri adalah mahkota pria, bukannya leher pria. Istri memiliki senjata yaitu kesedihan yang kudus. Ini adalah senjata yang ampuh mengubah karakter pria yang buruk. Istri jangan pernah menghina suami karena apa pun. Suami dan istri perlu bersatu hati untuk membangun keluarga yang bahagia. Istri yang sehati dan menghormati suami bagaikan pohon anggur yang subur.
- Keturunan yang kudus. Membesarkan anak itu pada awalnya susah, tetapi kemudian dapat memberikan kebahagiaan. Anak-anak yang dididik dengan ketat dan berdasarkan firman Tuhan akan menjadi tunas atau biji zaitun. Sebuah biji yang ketika dimakan pahit rasanya, tetapi sangat enak dan manis kemudian.
- Memperoleh berkat dari Tuhan, bukan dari setan. Setan bisa saja menawarkan berkat materi, tetapi harganya adalah ketidakbahagiaan hidup. Kita akan makin jauh dari Tuhan. Akan tetapi berkat yang kita terima dari Tuhan akan menyukakan hati dan memberikan rasa syukur yang melimpah.
- Keluarga yang terus menyaksikan Kerajaan Allah bertumbuh. Keluarga yang ikut melayani Tuhan di gereja, ikut berkontribusi, dan memberikan persembahan dalam gereja, akan memperoleh kebahagiaan dari Tuhan. Keluarga yang bahagia adalah keluarga yang ingin melihat Kerajaan Allah dipertumbuhkan. Suami dan istri tidak ada pertentangan dalam hal melayani Tuhan dengan setia.
- Ketika kita melihat hari-hari hidup keluarga kita sudah cukup. Di umur yang lanjut, suami istri dapat menikmati jerih lelah dalam melayani Tuhan sebagai keluarga, dan bisa melihat keturunan yang hidup takut akan Tuhan. Ketika dapat melihat anak-anak dari anak-anak suami dan istri tersebut, itu adalah kebahagiaan.
Vik. Nathanael Marvin Santino
Hamba Tuhan GRII Semarang