Nabi Zakharia adalah anak dari imam Berekhya dan cucu dari Ido. Dia hidup pada zaman pembuangan Babel. Dia dan keluarganya kembali dari Babel bersama-sama dengan Zerubabel sekitar tahun 538 SM. Dua puluh tahun setelah kembali dari pembuangan, mereka tetap mengalami keputusasaan. Mereka masih bergumul soal ekonomi, politik, dan sosial. Secara politik, mereka masih takluk kepada Persia. Impian membangun kembali bangsa mereka pun harus sirna, karena penindasan dan ketidakadilan muncul lagi. Anak-anak mereka harus menjadi budak orang Persia. Ladang, kebun anggur, dan rumah mereka digadaikan untuk mendapatkan gandum. Mereka juga harus meminjam uang untuk membayar pajak atas ladang dan kebun anggurnya (Neh. 5:1-5). Segala hal seolah mengimpit mereka, seolah tidak ada ruang untuk bernapas.
Namun, di tengah keterpurukan itu, bangsa Israel tetap percaya bahwa Allah menyertai mereka. Mereka bisa melihat wujud penyertaan Allah dengan dibangunnya Bait Allah. Kemudian disusul dengan pembangunan tembok Yerusalem oleh Nabi Nehemia. Terakhir, janji kedatangan Mesias sebagai raja atas Israel (Yer. 30-33). Bait Allah sudah diselesaikan dan ditahbiskan di bawah pimpinan Zerubabel pada tahun 516 SM. [1] Namun, kedatangan Mesias belum ada tanda-tandanya. Oleh karena itu, mereka sangat menanti-nantikan kedatangan Mesias. Mereka menantikan kedatangan Mesias dengan harapan ia dapat menolong mereka keluar dari situasi yang mengimpit mereka saat itu.
Dalam konteks seperti itulah, Nabi Zakharia menubuatkan kedatangan Mesias. Kitab Zakharia pada pasal 9 menggambarkan Mesias sebagai raja yang adil. Ini juga sejalan dengan apa yang didoakan oleh umat Israel. Pada Kitab Mazmur pasal 72, Raja Daud atau Salomo[2] berdoa meminta adanya raja dari keturunan Daud yang diberi keadilan, dan meminta keadilan Tuhan kepada orang-orang yang tertindas, menolong orang-orang miskin, dan meremukkan pemeras-pemeras. Pada awal sejarah bangsa Israel, raja yang ideal digambarkan sebagai raja yang adil. Kata adil di sini (terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia) dalam bahasa Ibrani disebut tsadiq dan diartikan dalam bahasa Inggris sebagai righteousness. Selain itu, ada juga kata lain yang digunakan dalam bahasa Ibrani untuk menyatakan keadilan, yaitumishpat yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai justice. Penafsiran lebih lanjut, raja yang adil adalah raja yang menunjukkan perhatian khusus kepada yang miskin dan tertindas (Mzm. 72:1; Yes. 32:1; Yer. 23:5). Deskripsi raja yang adil bukan hanya menegakkan keadilan, memerintah dengan tepat, dan hidup penuh integritas. Tetapi raja yang adil adalah raja yang juga memperhatikan dan mendukung orang yang lemah dan miskin. Bukan sekadar itu saja maksud permohonan raja yang adil di sini. Raja yang adil juga merefleksikan Allah itu sendiri. Hal ini dikarenakan Allah ingin menunjukkan perhatian dan solidaritas khusus kepada yang lemah dan kaum marginal (Kel. 22:21-24; 1Sam. 2:8; Ams. 14:31; 17:5; Yes. 11:4; Am. 8:1-14). Ini juga menegaskan bahwa Mesias itu akan datang sebagai raja yang adil seperti yang dinubuatkan oleh Nabi Zakharia. Mesias yang dirindukan oleh bangsa Israel untuk menyatakan keadilan dari Tuhan.
Di dalam Zakharia 9, Mesias juga digambarkan sebagai raja yang rendah hati. Dia adalah seorang raja yang berkuasa namun tidak semena-mena menggunakan kekuasaan-Nya. Pada zaman itu, raja biasa mengendarai kuda. Namun nubuat Nabi Zakharia mengatakan Mesias datang mengendarai keledai, bukan kuda. Kenapa bukan kuda? Kenapa keledai? Menurut tradisi bangsa Israel, keledai menggambarkan binatang yang bodoh dan rendahan. Sementara itu, kuda sering kali digunakan sebagai lambang militer atau perang. Mesias atau raja yang adil dikatakan datang mengendarai keledai. Lalu kenapa ia mengendarai keledai? Itu karena ia datang membawa pesan damai, bukan membawa pesan untuk berperang (Yer. 17:19-25; bandingkan Kej. 49:10-11; 2Sam. 16:2; 17:23; 1Raj. 1:33-38).
Di dalam Zakharia 9 dikatakan, Allah akan melenyapkan atribut-atribut yang biasa dipakai untuk perang, seperti kereta kuda, busur, dan sebagainya. Pada zaman itu, perang terjadi antara Kerajaan Utara dan Kerajaan Selatan. Maka raja yang adil datang membawa pesan damai agar Kerajaan Utara dan Kerajaan Selatan bisa bersatu (Yeh. 36-37). Tidak ada lagi perang di antara Kerajaan Utara dan Kerajaan Selatan. Juga tidak ada lagi perang antara Kerajaan Utara-Selatan dan kerajaan-kerajaan lainnya. Namun, ada satu hal yang perlu dicatat, bahwa damai, atau dalam bahasa aslinya yaitu shalom, bukan berarti tidak ada konflik. Damai berarti lebih kuat menghadapi masalah, keadaan di dalam harmoni secara keseluruhan dan diberkati Tuhan. Maka tidak perlu dipertanyakan jika bangsa Israel tetap mengalami keputusasaan setelah kembali dari pembuangan Babel, bahkan tetap mengalami kesulitan setelah berpuluh-puluh tahun lamanya dibebaskan. Tetapi mereka akan dikuatkan dan diberkati di dalam masa kegelisahannya, sekaligus dijanjikan harapan akan kedatangan Mesias itu sendiri.
Di dalam Zakharia 9:10, juga dikatakan bahwa wilayah kekuasaan raja yang adil akan terbentang dari laut sampai ke laut dan dari Sungai Efrat sampai ke ujung-ujung bumi. Hal ini juga seperti yang didoakan umat Israel. Bukan hanya soal karakter raja yang didoakan, tetapi wilayah kekuasaannya juga didoakan. Hal ini terkonfirmasi di dalam Mazmur 72:7-8 yang menuliskan bahwa kiranya keadilan dari Allah makin nyata, dan memerintah sampai ke ujung bumi. Keadilan yaitu Kristus boleh berkuasa dan memerintah atas seluruh dunia.
Nubuat Zakharia ini pun bukan tidak terpenuhi. Matius 21:1-11 mencatat kejadian waktu Yesus dan murid-murid-Nya ke Yerusalem dan tiba di Betfage yang terletak di Bukit Zaitun. Yesus menyuruh dua orang murid-Nya untuk menemukan keledai. Kata yang digunakan bukan “mencari”, tetapi Yesus mengatakan bahwa mereka akan segera “menemukan”. Itu berarti keledai itu pasti ada di sana, dan tinggal diambil. Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa jika ada yang menegur mereka karena mengambil keledai itu, Yesus menyuruh mereka menjawab bahwa Tuhan memerlukannya. Yesus secara gamblang menunjuk diri-Nya sendiri sebagai Tuhan, yang berkuasa atas hal ini. Setelah mereka pergi seperti yang disuruh oleh Yesus, mereka membawa keledai itu kembali, dan Yesus pun menaiki keledai itu. Pada ayat 4-5 dikatakan bahwa ini adalah penggenapan firman yang disampaikan oleh Nabi Zakharia. Hal ini menegaskan bahwa Yesuslah raja yang adil itu seperti yang dinubuatkan Nabi Zakharia di Zakharia 9.
Mempelajari Kitab Zakharia, khususnya Zakharia 9:9-11, kita dapat merefleksikan pergumulan mereka dengan konteks kita saat ini. Pergumulan umat Israel pada zaman itu mungkin kita alami juga saat ini, seperti yang tertulis di dalam Kitab Pengkhotbah bahwa “tidak ada yang baru di bawah matahari”. Saat ini, kita mungkin juga mengalami keputusasaan, di dalam sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya. Baik pergumulan di dalam gereja maupun di luar gereja. Mungkin kita di-bully karena status sosial kita, atau karena kedudukan/jabatan di dalam pekerjaan kita. Secara politik, baru-baru ini juga banyak terjadi demonstrasi karena ada rasa ketidakadilan di dalam hidup bermasyarakat. Ada pula yang di dalam masa resesi ini mengalami kesulitan ekonomi dan sulit sekali untuk bangkit dari keterpurukan ini. Di dalam gereja juga mungkin kita merasa ada teman-teman atau bahkan kita sendiri yang hidupnya tidak sesuai dengan ajaran Alkitab dan masih sulit untuk berubah.
Mengalami konteks hidup yang demikian, pasti kita akan sedih, dan mungkin kita merasa sulit untuk bangkit dari pergumulan. Hal ini sangatlah wajar karena kita berada dalam dunia yang berdosa. Namun, puji Tuhan kita boleh mendapatkan pengharapan dari Kristus yang datang sebagai raja yang adil. Dia akan menegakkan keadilan, dan memperhatikan kaum marginal dan tertindas. Sekaligus kita sambil menantikan kedatangan Kristus yang akan datang kedua kali. Konteks keselamatan seperti yang digambarkan oleh Yesaya 40-55, di mana dosa akan dibersihkan di akhir zaman (Yes. 53:11). Janji Allah akan kedatangan Raja di atas segala raja, bahwa Tuhan akan memperbarui umat-Nya dan mendirikan Kerajaan-Nya.
Walaupun demikian, menanti janji ini tidaklah mudah. Empat ratus tahun kemudian baru nubuat Zakharia ini tergenapi. Sehingga kita dapat mengatakan bahwa pendengar mula-mula di zaman Zakharia tidak dapat melihat bagaimana nubuat Zakharia ini tergenapi. Mereka hanya dapat melihat Bait Allah dan benteng Yerusalem yang kembali dibangun, sedangkan janji akan datang-Nya Mesias sebagai Raja Israel tidak jelas kapan akan terjadi. Tetapi yang menarik adalah nubuat Zakharia 9 tidak berhenti hanya pada pendengar mula-mula saja. Berita nubuat ini terus diberitakan dari generasi ke generasi, sehingga janji ini akan terus relevan di dalam setiap zaman hingga akhirnya Sang Mesias itu datang dan menggenapi nubuat tersebut.
Kita yang hidup di zaman ini kerap kali mengalami hal yang sama. Seperti yang disebutkan sebelumnya, banyak peristiwa di dunia yang membuat kita gelisah dan putus asa, juga permasalahan pribadi yang terus-menerus merongrong perjalanan hidup kita. Kita melihat janji penyertaan Tuhan seolah-olah belum terlihat. Walau Tuhan Yesus telah menggenapkan nubuat Zakharia 9 dengan sangat tepat, kita merasa kurang cukup. Kita hanya ingin janji Tuhan yang relevan dengan hidup kita. Bukankah penggenapan nubuat Zakharia 9 melalui diri Tuhan Yesus menjadi bukti bahwa Allah selalu setia dengan janji-Nya? Respons kita seharusnya adalah menunggu dengan iman waktunya Tuhan, seperti pendengar mula-mula yang tidak membiarkan nubuat Zakharia berhenti di zaman mereka saja, tetapi juga mewariskannya kepada anak cucu mereka, sehingga ketika Mesias itu datang, mereka telah siap menyambut kedatangan-Nya. Anak cucu mereka akan menyadari bahwa Allah yang mereka percayai adalah Allah yang setia, Allah yang pasti akan menggenapkan janji-Nya.
Oleh karena itu, mari kita sekali lagi mengingat kesetiaan Tuhan di dalam menggenapkan janji-Nya melalui kedatangan Kristus ke dunia. Nubuat Zakharia 9 menjadi pengharapan bahwa Tuhan pasti akan menggenapi janji-Nya. Apalagi menjelang akhir tahun ini, di mana kita akan memperingati hari Natal, mari kita semua merenungkan sekali lagi karya Kristus dan anugerah-anugerah yang boleh kita dapatkan selama ini, terutama mengingat akan karya keselamatan dan kebangkitan-Nya yang membawa pengharapan bagi kita, pengharapan yang mendorong kita untuk menyebarkan berita anugerah ini baik kepada setiap orang maupun generasi berikutnya, sehingga iman akan janji Tuhan akan terus bergaung di sepanjang zaman. Ketika waktunya Tuhan tiba, akan menjadi nyata bagaimana janji Tuhan tergenapi melalui setiap peristiwa yang terjadi di dunia ini. Kiranya artikel ini mempersiapkan kita memasuki Natal, merenungkan kedatangan Kristus 2.000 tahun silam pada tahun ini.
“There is cause for great rejoicing because a king is coming” - Carol L. Meyers & Eric M. Meyers[3]
Susan Doelia & Trisfianto Prasetio
Pemudi/Pemuda FIRES
Referensi:
Bryan R. Gregory. Longing for God in an Age of Discouragement: the Gospel According to Zechariah. United States of America: P&R Publishing Company, 2010.
ESV Study Bible.
Sabda.com.
Endnotes:
[1] http://www.sarapanpagi.org/bait-allah-bait-suci-vt317.html, diakses pada tanggal 6 Oktober 2019.
[2] Ayat 1 berjudul “Dari Salomo” sedangkan di ayat 20 dikatakan “… doa-doa Daud bin Isai”. Ada yang mengatakan ini doa Salomo, ada yang mengatakan ini doa Daud, ada juga yang mengatakan ini doa Daud yang dicatat oleh Salomo.
[3] Carol L. Meyers, Eric M. Meyers. Haggai, Zechariah 1-8: A New Translation with Introduction and Commentary. United States of America: Yale University Press, 2004.