Jika kita meng-google frasa “merayakan kehidupan” dalam bahasa Indonesia maupun
bahasa Inggrisnya, kita akan menemukan beragam tafsiran dan ulasan mengenainya, dari
yang berpandangan materialisme (kesehatan, kecantikan), humanisme (persaudaraan,
cinta terhadap manusia), sampai spiritualisme (pencarian dan ziarah rohani). Namun, jika
ditanyakan kepada orang Kristen tentang frasa ini, bagaimana seharusnya kita memaknainya?
Apa maknanya ketika orang Kristen mengatakan, “Kami merayakan kehidupan”?
Pada hari Minggu yang lalu, umat Kristen di seluruh dunia merayakan Kebangkitan Yesus
Kristus. Kristus telah dengan taat menjalani semua kesengsaraan yang tidak seharusnya
diderita-Nya, demi menebus umat manusia yang percaya kepada-Nya. Kematian-Nya di
atas kayu salib menggantikan kematian kekal umat-Nya. Namun, pada hari yang ketiga, Dia
bangkit pula dari antara orang mati, meninggalkan kubur-Nya.
Dia pernah membiarkan diri-Nya ditelan maut, tetapi hanya sebentar saja lagi Dia bangkit
dan mengalahkan maut. Paulus menulis dalam 1 Korintus 15 bahwa kebangkitan Kristus
adalah yang sulung dari orang-orang yang akan meninggal setelah-Nya. Seperti kita mati
karena Adam, kita akan dibangkitkan kembali karena Kristus. Selain itu, di dalam Kristus
yang bangkit ini, tulis Paulus, kita semua adalah “ciptaan baru: yang lama sudah berlalu,
sesungguhnya yang baru sudah datang” (2Kor. 5:17).
Apa yang dikerjakan oleh Yesus setelah kebangkitan perlu dilihat dengan kacamata
menghadirkan ciptaan baru ini. Bukanlah kebetulan jika setelah bangkit, Yesus bertemu
murid-murid-Nya dan memberikan Amanat Agung kepada mereka, yaitu mereka harus pergi
untuk menjadikan segala bangsa murid-Nya. Visi-Nya sangat besar: menghadirkan dunia
baru melalui anak-anak Tuhan yang sudah lahir baru. Mandat Injil dan Mandat Budaya
dikerjakan dalam konteks merealisasikan ciptaan baru tersebut.
Jadi, Paskah adalah sebuah awal kehidupan baru. Ketika orang Kristen merayakan Paskah,
mereka merayakan hidup dan harapan baru yang hanya dapat dicapai melalui kebangkitan
Kristus. Mereka mengingat kembali bahwa mereka diberi kuasa untuk mewujudkan dunia
baru tersebut, baik mereka yang dipanggil di bidang politik, pendidikan, ekonomi, ataupun
kerohanian. Para misionaris, pendeta, gubernur, guru, bankir, arsitek (dst.) Kristen adalah
pekerja-pekerja Tuhan yang mempunyai visi dunia baru dan sedang bekerja keras untuk
membangunnya, meskipun tidak jarang harus menderita karena tugas itu. Penderitaan karena
tugas tersebut, yang mengikuti pola penderitaan Kristus, justru memberikan makna hidup
kepada mereka. Dan pekerjaan mereka tidak akan berhenti karena usia mereka yang terbatas
di dunia ini, sebab mereka akan mendapatkan tubuh baru yang, sekali lagi, hanya bisa
didapatkan karena kebangkitan sulung Tuhan Yesus. Hidup mereka tidak lagi dihantui dan
dibayang-bayangi oleh kematian.
Hanya orang Kristen yang dapat merayakan kehidupan dalam arti sebenarnya.