Saya pernah tertantang untuk menjawab sebuah teka-teki. Mungkin banyak yang sudah tahu
jawabannya saat ini, tetapi pada saat itu saya belum tahu, dan saya berusaha memeras otak
untuk memecahkannya. Bunyinya adalah sebagai berikut: “Pagi-pagi aku ada 2/di siang hari
aku ada 3/kalau malam aku tidak ada/aku ada di ujung api dan di tengah air/aku punya kepala
sayangnya aku tidak punya leher … dan kalau aku sudah besar dan tinggi biasanya kepalaku
hilang. Siapakah aku?”
Ketika saya diberitahu bahwa jawabannya adalah huruf “i”, saya teringat kembali bahwa
rahasia memahami sebuah teks adalah “melihat bersama-sama teks”. Jika saya tidak
mengarahkan mata saya ke arah yang ditunjuk oleh teks di atas, yaitu huruf “i”, sekeras apa
pun saya berpikir, saya akan mencari benda/makhluk hidup yang ada dua kalau pagi dan
menjadi tiga kalau siang, dan seterusnya, sampai kapan pun saya tidak akan memahami apa
yang dimaksud oleh teka tekinya. Akan tetapi, jika saya sudah melihat yang ditunjuk oleh
teks itu, saya sudah memegang kuncinya, mau diganti seperti apa pun pertanyaannya tidak
akan menjadi masalah bagi saya. Saya bisa saja menambahkan petunjuknya: “Kalau di gigi
saya ada 2,” dan tetap jawabannya tidak berubah.
Sewaktu saya merenungkan Amsal 1:1-7, saya menemukan pengamsal memaksudkan hal
yang sama.
Amsal-amsal Salomo bin Daud, raja Israel,
untuk mengetahui hikmat dan didikan,
    untuk mengerti kata-kata yang bermakna,
untuk menerima didikan yang menjadikan pandai,
    serta kebenaran, keadilan dan kejujuran,
untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman,
    dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda–
baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu
    dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan–
untuk mengerti amsal dan ibarat,
    perkataan dan teka-teki orang bijak.
Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan,
    tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.
Pada ayat 6, Salomo mengingatkan kita bahwa salah satu bentuk tulisan yang melaluinya
firman Tuhan dinyatakan adalah teka teki. Seperti teka teki pada umumnya, kita tidak dapat
memahami maksudnya tanpa memegang kuncinya, tanpa melihat dengan cara teka teki
tersebut melihatnya. Apa kunci memahami teka teki Amsal? Salomo sudah memberikan
jawabannya di awal sekali, yaitu sejak ayat 7 dari pasal 1, yaitu takut akan Tuhan. Orang
yang tidak takut akan Tuhan adalah orang bodoh yang tidak akan melihat rahasia makna
Amsal dan menghina didikan.
Saya rasa, memahami perumpamaan Tuhan Yesus juga mempunyai kemiripan dengan
memahami Amsal. Perumpamaan yang diceritakan Yesus tertutup maknanya bagi orang
Yahudi saat itu yang menolak-Nya, tetapi dibukakan bagi murid-murid-Nya yang menerima-
Nya – orang-orang yang takut akan Allah.
Akhirnya, saya yakin, takut akan Allah juga adalah kunci untuk memahami seluruh Alkitab.
Alkitab yang sama, yang dibaca oleh orang Kristen, juga sudah dibaca oleh orang-orang
atheis dan pemeluk agama lain. Namun, orang Kristen dan non-Kristen sampai kepada
pengertian dan kesimpulan yang bertolak belakang. Bagaimana bisa? Bedanya adalah dibaca
dengan takut akan Tuhan atau tidak. Namun, ada kalanya orang tak beriman membaca
Alkitab dengan motivasi yang tidak baik, tetapi hati mereka dibukakan oleh Tuhan. Mereka
diberikan perasaan takut akan Tuhan dan akhirnya dengan air mata menerima Tuhan Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka.
Bacalah firman Tuhan dengan takut akan Tuhan, dan kita akan diberikan pengetahuan
tentang kebenaran oleh-Nya.