Buletin PILLAR
  • Transkrip
  • Alkitab & Theologi
  • Iman Kristen & Pekerjaan
  • Kehidupan Kristen
  • Renungan
  • Isu Terkini
  • Seni & Budaya
  • 3P
  • Seputar GRII
  • Resensi
Transkrip
Foto Header Filsafat Asia - Bangunan di Forbidden City, Tiongkok

Filsafat Asia: Bagian 24

12 Oktober 2025 | Pdt. Dr. Stephen Tong 7 min read

Di Tiongkok kebanyakan tiga agama sudah menjadi satu: konfusianisme, taoisme, dan Buddhisme. Penyatuan ini disebut tridarma. Ketiga agama ini memiliki keunikan masing-masing: a) konfusianisme mementingkan tata krama dan moral, b) taoisme mementingkan mistisisme, dan c) Buddhisme mementingkan tentang kekekalan. Taoisme dan konfusianisme kekurangan unsur eternity yang justru diisi melalui Buddhisme yang diimpor dari India.

Ketiga agama ini menyatu dan mengakar di dalam kebudayaan masyarakat Tiongkok. Sebenarnya orang Tionghoa yang murni memegang konfusianisme itu tidak banyak, yang murni taoisme tidak banyak, yang murni Buddhisme juga tidak banyak. Semua itu bercampur satu menjadi tradisi atau kebudayaan Tionghoa.

Jika Saudara melihat kuil-kuil di Tiongkok akan ada banyak kemenyan dan patung. Tetapi kuil-kuil di Thailand berbeda sekali. Jadi ada dua aliran Buddhisme, yaitu Mahayana yang kebanyakan ada di Tiongkok, dan Hinayana yang ada di Indocina. Kelompok Hinayana lebih sedikit, tetapi lebih murni. Di Indonesia, engkau bisa melihat ada kelenteng dan ada wihara. Kelenteng itu kebanyakan berwarna merah, warna orang Tionghoa, warna tradisi Tionghoa, dan cenderung gelap ruangannya. Wihara lebih cerah dan berwarna-warni, lebih bersih dan lebih berjiwa, seperti di tempat yang lain.

Sekarang di dalam Konfusiasisme terdapat suatu konsep berbakti dan menyembah kepada orang tua. Tetapi sebenarnya, pemikiran ini sudah ditentang oleh orang lain pada zamannya. Suatu kali di Taipei seseorang berkata: “Pak Stephen, tahukah engkau bahwa engkau dari Indonesia datang mengabar Injil di Taiwan. Engkau orang Tionghoa, tetapi apakah engkau tidak tahu bahwa orang yang tidak menyembah Konfusius itu bukan orang Tionghoa.” Saya menjawab dia sambil tertawa, “Kalau memang benar yang engkau katakan, berarti Konfusius pasti bukan orang Tionghoa, karena Konfusius tidak pernah menyembah Konfusius.” Konfusius sendiri tidak pernah mengatakan bahwa jika engkau tidak menyembah saya, maka engkau bukan orang Tionghoa. Orang tersebut langsung tidak bisa berkata-kata lagi.

Relasi Manusia dengan Manusia

Tentang relasi manusia dengan manusia, Konfusius mengatakan, “Ada satu sikap hormat, tetapi tidak memiliki tata krama yang sungguh-sungguh, maka itu hanya menjadi semacam kerepotan sia-sia belaka.” Ketika engkau menghormati seseorang, jangan hanya menurut cara sendiri, tetapi harus ada tata krama yang sungguh-sungguh. Saya menghormati dia dengan cara seperti apa. Tata krama akan membuktikan bahwa suatu penghormatan dilakukan bukan sekadar omong kosong belaka. Ada ketelitian dan sikap hati-hati, tetapi tidak mempunyai tata krama, akhirnya adalah ketakutan. Ada keberanian, tetapi tanpa tata krama, akhirnya menjadi kacau balau. Maka, orang itu boleh berani, tetapi berani harus diikat dengan peraturan tata krama; kalau tidak, beraninya akan sembarangan dan menjadi kacau. Sebaliknya, engkau memiliki sifat yang lurus sekali, tetapi kalau tanpa tata krama, akhirnya engkau menjadi sangat gelisah dan tidak sabar.

Mencius mengatakan bahwa pemerintah harus mementingkan tiga hal. Pertama, harus memberi makan dan kebutuhan dasar rakyat dengan cukup. Kedua, harus ada militer yang kuat untuk menjaga seluruh bangsa. Dan ketiga, harus ada kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Di dalam pemikiran Konfusius semua hal ini dipadu menjadi satu. Ketika orang bertanya, jika hanya bisa dua, yang mana yang dibuang; maka Mencius menjawab, buang tentara. Cukup ada pemeliharaan kesejahteraan rakyat yang cukup dan rakyat percaya kepada pemerintah. Di mana ada pemeliharaan kesejahteraan dan kepercayaan rakyat pada pemerintah yang baik, maka ada atau tidak ada tentara tidak penting. Kalau hanya bisa satu, mana yang prioritas paling utama; maka Mencius menjawab: kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Sekalipun kekurangan makan, tetapi kalau rakyat masih percaya kepada pemerintah, maka negara akan bertahan. Sebaliknya, jika rakyat tidak percaya kepada pemerintah, apa pun upaya dilakukan, negara tidak akan bertahan. Pemikiran 2.300 tahun yang lalu ini sangat perlu dimengerti dan dipelajari oleh setiap orang, setiap pejabat, khususnya di Indonesia. Militer diperkuat sehebatnya, makanan berlimpah, tetapi kalau rakyat sudah tidak percaya pemerintah, maka semua akan sia-sia, dan negara akan ambruk.

Masyarakat Ideal menurut Konfusius

Sekarang kita bicara tentang masyarakat ideal menurut Konfusius. Di dalam pikiran Konfusius, menegakkan firman yang besar untuk meratakan seluruh alam semesta merupakan tugas yang sangat penting. Hal ini sangat mengharukan bagi Sun Yat-Sen. Sun Yat-Sen juga menginginkan Tiongkok menjadi satu negara yang menjalankan firman yang agung itu. Firman agung, kebenaran yang agung dipraktikkan, maka seluruh alam semesta diratakan dan keadilan dijalankan.

Pilihlah seorang yang pandai dan mampu bekerja. Kita harus ingat, di dalam tradisi Tionghoa, memilih berarti selalu dari atas ke bawah, tidak pernah dari bawah ke atas. Di dunia Barat, pemilihan umum selalu dari bawah ke atas; presiden dipilih rakyat, jadi rakyat yang berkuasa. Maka presiden adalah pelayan rakyat. Rakyat berposisi lebih tinggi dari presiden. Di dalam kebudayaan dan tradisi Tionghoa tidak demikian. Raja yang memilih, bukan rakyat yang memilih. Jadi yang berwibawa di atas adalah raja, yang menganggap diri sebagai anak sorga (tian zi). Jadi tian zi melaksanakan tian ming (pemerintahan sorga) untuk menguasai tian xia (dunia milik sorga). “Tian” itu berarti Tuhan. Maka anak sorga menjalankan mandat sorga untuk menguasai bawah sorga, yaitu dunia alam semesta milik sorga.

Maka, pilihlah orang bijak atau pandai dan mampu bekerja. Lalu dia perlu dipertegas dengan kejujuran. Seluruh alam semesta, seluruh masyarakat, harus mempunyai kejujuran. Kemudian melatih dan mencapai kedamaian. Seluruh masyarakat saling melakukan kejujuran satu terhadap yang lain untuk mencapai keharmonisan. Melatih, mencapai, meraih perdamaian dan keharmonisan, maka itu akan menjadi masyarakat yang baik.

Manusia harus baik bukan hanya untuk diri dan kelompoknya sendiri. Jika seseorang baik kepada seseorang karena orang itu adalah saudaranya, maka masyarakat seperti ini masih belum beres. Masyarakat yang beres adalah masyarakat yang menyaudarakan saudara kita, juga menyaudarakan saudara orang lain; menghormati orang tua kita, tetapi juga menghormati orang tua orang lain. Maka, terhadap siapa pun yang lebih tua, engkau harus memberikan hormat; dan, terhadap siapa pun yang lebih muda dari kamu, engkau harus mengasihinya, dan untuk yang lebih muda lagi, engkau harus memberikan bimbingan; yang sebaya dengan engkau, engkau harus bekerja sama dengan baik. Inilah karakter masyarakat yang baik.

Konfusius dengan itu mengatakan, “Menjadi manusia bukan hanya menghargai keluarga sendiri, bukan hanya memperanakkan anak sendiri, tetapi melakukan setiap anak seperti anak sendiri.” Jika engkau melihat anak orang lain seperti anak sendiri, lalu engkau memperlakukannya seperti memberikan pemeliharaan kepada anak sendiri, maka engkau adalah orang tua yang baik di dalam masyarakat yang baik, bukan hanya di keluarga yang baik. Banyak orang tua menjadi ayah yang baik di keluarga, tetapi tidak baik di tengah masyarakat, karena sama anak orang lain dia sangat keras atau sangat kejam. Kalau seorang guru memukul anak orang lain tetapi memanjakan anak sendiri, maka ia guru yang tidak baik. Kalau seorang pendeta membiarkan anak sendiri yang melanggar peraturan, tetapi memaki-maki anak orang lain jika melanggar, maka dia bukan pendeta yang baik. Tetapi orang yang bisa memperlakukan anak sendiri secara adil seperti dia memperlakukan anak orang lain, menghargai, menghormati, melindungi anak orang lain seperti anak sendiri; maka ia adalah pemimpin yang baik.

Konfusius mengatakan, “Seseorang harus dapat menghargai orang lain.” Orang seperti ini, kalau sudah tua maka hari akhirnya akan baik. Ketika engkau pergi ke suatu tempat di mana orang tua semua dibuang di pinggir jalan, anak muda semua pakai baju bagus, maka masyarakat itu tidak beres. Kalau orang tua semua mempunyai rumahnya waktu tua atau tinggal di rumah panti wreda lalu dipelihara baik-baik, itu masyarakat yang baik. Banyak rumah panti wreda di negara terbelakang, banyak nyamuk, banyak kecoak, dan kotor sekali tidak terpelihara. Kalau di Amerika Serikat, negara-negara yang maju itu rumah panti wreda adalah apartemen yang bagus dan indah, tetapi mahal luar biasa. Konfusius mengatakan, “Suatu masyarakat yang baik, akan terlihat di mana semua orang tua mempunyai tempat masa tua hidupnya yang cocok dan baik.” Orang yang masih kuat, masih bisa bekerja, semua ada gunanya. Dengan demikian semua bisa bekerja dan tidak ada yang menganggur. Itulah masyarakat yang baik. Amin.

Tag: adat istiadat, bekerja, Filsafat Asia, Konfusius, menghormati, Stephen Tong

Langganan nawala Buletin PILLAR

Berlangganan untuk mendapatkan e-mail ketika edisi PILLAR terbaru telah meluncur serta renungan harian bagi Anda.

Periksa kotak masuk (inbox) atau folder spam Anda untuk mengonfirmasi langganan Anda. Terima kasih.

logo grii
Buletin Pemuda Gereja Reformed Injili Indonesia

Membawa pemuda untuk menghidupkan signifikansi gerakan Reformed Injili di dalam segala bidang; berperan sebagai wadah edukasi & informasi yang menjawab kebutuhan pemuda.

Temukan Kami di

  facebook   instagram

  • Home
  • GRII
  • Tentang PILLAR
  • Hubungi kami
  • PDF
  • Donasi

© 2010 - 2025 GRII