Tuhan Allah Mahakuasa, maka kita juga diberikan kemungkinan mengaktualisasi diri dengan potensi yang luar biasa untuk maju dengan kekuatan Allah yang luar biasa. Dengan demikian, kita tidak boleh hidup secara lemah dan tidak maju. Ketika Abraham berusia 99 tahun, Allah menyatakan diri sebagai Allah yang Mahakuasa, dan menuntut Abraham hidup tidak bercela di hadapan-Nya. Mahakuasa Allah menjadi dasar tuntutan hidup sempurna bagi anak-anak Allah yang dicipta oleh-Nya.
Begitu banyak orang di dunia tidak memperkembangkan aktualisasi potensi yang sudah Tuhan berikan di dalam dirinya. Mereka hidup berpuas diri, tidak ada semangat untuk mau maju dan tidak memiliki jiwa perjuangan. Banyak anak muda yang selalu tidak puas pada orang tuanya, mau hidup nyaman, tetapi tidak mau berjuang dan bekerja keras. Konfusius berkata bahwa seorang gentleman tidak akan menuntut orang lain, tetapi akan menuntut diri sendiri sekeras mungkin untuk bisa menerobos semua keterbatasan. Sedangkan orang kecil (orang rendah) selalu menuntut orang lain dan tidak mau menuntut diri sendiri. Maka orang seperti ini tidak bisa berkembang mengaktualisasikan dirinya. Saat manusia berjuang, ada satu tuntutan yang diperlukan untuk menjadi dasar kekuatannya, yaitu Tuhan Allah sendiri. Tidak ada kekuatan lain yang bisa menjadi dasar dari semua perkembangan kita. “Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela.”
Pertama, hidup percaya bahwa Allah adalah sumber kelimpahan kekuatan hidup. Istilah bahasa Ibrani “El Shaddai” diterjemahkan sebagai “Mahakuasa.” Namun sebenarnya, pengertiannya adalah bagai seorang ibu yang memiliki cukup banyak air susu untuk menyusui bayinya. Kelimpahan susu inilah yang menjadi jaminan dan membuat bayinya tumbuh dengan kuat. Istilah Allah itu sendiri memberikan gambaran Allah yang Mahasubur, yang penuh kecukupan dan kelimpahan. Di daerah Kanaan, ada patung dewa yang tubuhnya memiliki banyak sekali payudara. Ini memberikan gambaran bahwa pengikutnya akan berkelimpahan, dan tidak perlu takut kekurangan kebutuhannya. Ketika Tuhan Allah memakai istilah El Shaddai, mereka langsung mengerti apa yang dimaksudkan. Berarti Allah mampu melakukan segala sesuatu dengan kekuatan yang tidak pernah habis.
Jawaban Kejadian 17:1 adalah Filipi 4:13. “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia [Allah] yang memberi kekuatan kepadaku.” Itu karena kita dicipta menurut gambar dan rupa Allah. Jika Tuhan adalah Tuhan yang miskin, maka kita tidak bisa berbuat apa-apa. Paulus sadar semua kekuatan dan kemampuannya adalah dari Allah yang memberikan semua itu. Orang yang menjengkelkan Tuhan adalah mereka yang selalu menghindar dari kerja lebih keras dan lebih banyak. Konfusius mengatakan: “Dalam masyarakat ada maling besar yang tidak kelihatan mencuri.” Jika ada orang yang waktu muda tidak mau belajar, ketika dewasa tidak mau kerja, dan ketika tua tidak mau mati, lalu selama hidup minta orang yang lain yang harus beri dia makan, orang itu adalah maling besar yang tidak kelihatan mencuri. Orang-orang seperti ini hanya mau menikmati jerih payah orang lain. Hanya mau menerima dan tidak mau memberi. Dia suka menghabiskan seluruh sumber daya manusia, tetapi tidak berkontribusi apa-apa. Dr. Andrew Gih mengatakan: “Hamba Tuhan yang baik adalah hamba Tuhan yang berkhotbah kelas satu, makan kelas tiga. Hamba Tuhan yang buruk adalah hamba Tuhan yang makan kelas satu, khotbah kelas tiga.”
Kedua, kita harus bertanggung jawab atas semua pemberian Tuhan. Kita harus bertanggung jawab dan hidup tidak tercemar di hadapan Tuhan, karena kita telah menerima semua anugerah dari Allah. Allah adalah Allah yang Mahakuasa. Ia telah memberikan semua yang kita perlukan. Maka, kini kita harus mempertanggungjawabkan anugerah itu. Paulus mengatakan: “Aku boleh mengerjakan semua itu di dalam Allah yang memberikan kekuatan kepadaku.” Inilah keseimbangan. Jikalau Anda sudah diberi anugerah yang begitu besar, talenta yang begitu banyak oleh Tuhan, lalu menjadi anak yang tidak bertanggung jawab, maka engkau sudah bersalah besar di hadapan Tuhan. Dulu saya pernah merasa bersalah kalau saya makan tiga kali sehari tetapi hanya khotbah satu kali sehari. Tetapi banyak pendeta tidak merasa bersalah kalau makan 90 kali sebulan dan khotbah hanya satu kali.
Apakah Anda pernah menerobos diri? Manusia dicipta dengan sifat relativitas, sehingga kita bisa bukan saja berelasi dengan Allah, tetapi juga alam. Tuhan adalah subyek dan manusia adalah obyek. Tetapi terhadap alam, manusia adalah subyek dan alam adalah obyek. Saya harus mengontrol alam yang dicipta untuk saya. Maka kewajiban saya adalah tidak mengabaikan kewajiban. Jika kita menuntut diri, kita tidak menjadi musuh bagi diri kita sendiri. Di sini relativitas diri mencapai titik keindahan yang luar biasa. Jika kita bisa mendisiplin diri, maka kita menjadi guru terbaik bagi diri kita sendiri. Hal ini hanya bisa terjadi melalui pimpinan Roh Kudus. Dan hasil dari pekerjaan Roh Kudus adalah penguasaan diri. Orang yang bisa hidup seperti ini akan hidup sangat berhasil.
Banyak pemuda rusak dan hancur bukan karena tidak punya bakat atau talenta, tetapi kehilangan penguasaan diri. Alkitab pernah berkata, Allah menjadi teladan pengontrolan diri dan menaruh beban sesuai dengan kesucian, keadilan, dan kebajikan-Nya. Orang yang mengerti penguasaan diri dengan baik, tidak akan menghamburkan hidupnya sia-sia. Seorang filsuf, Martin Heidegger, mengatakan, “Kita harus mengaktualisasikan diri.” Berapa banyak yang harus kita pelajari? Berapa banyak yang harus kita kerjakan? Banyak orang hanya sibuk dengan berapa banyak uang yang mereka punya. Betapa miskin orang seperti itu di hadapan Allah. Herodes lebih kaya dari Yohanes Pembaptis. Herodes bisa membunuh Yohanes Pembaptis, tetapi Yohanes Pembaptis memiliki pengaruh yang kekal sepanjang zaman, sementara Herodes tidak. Kita perlu belajar dari Paulus, Yesaya, Yeremia, dan tokoh-tokoh lain dalam Alkitab yang betul-betul mencintai Tuhan.
Ketiga, orang harus berani menghadapi tantangan. Orang yang melarikan diri tidak mungkin maju. Ada orang yang menghadapi hal sulit langsung mengatakan tidak mungkin. Orang seperti itu tidak bisa maju. Kita harus berani menghadapi realita, tidak peduli sekeras dan sesulit apapun itu. Di semua kesulitan, kita harus berani mencari jalan keluar. Columbus pernah membawa 100 anak kapal dan makanan untuk 4 bulan. Tetapi di tengah lautan Atlantik, semua anak buah kapalnya ketakutan dan mau pulang. Lalu diberitahu bahwa makanan sisa 3 minggu, kalau diteruskan, semua akan mati. Columbus menolak semua permintaan anak buahnya. Akhirnya 30 anak kapalnya menurunkan sekoci dan mau melarikan diri untuk pulang. Semua mereka akhirnya mati, sementara tak lama kemudian, Columbus menemukan daratan dan mencatat sejarah.
Manusia juga akan memiliki kekuatan yang luar biasa dalam situasi darurat. Ini semacam psychology plus. Kekuatan ini adalah semacam potensi terpendam dalam diri manusia. Ada sebuah cerita bahwa suatu hari ada seorang ibu yang membawa anaknya bekerja di ladang. Tiba-tiba rajawali datang dan membawa anak itu naik ke sarangnya di puncak gunung. Orang-orang desa berusaha untuk mengambil anak itu kembali dengan memanjat tebing gunung, tetapi semua gagal. Akhirnya ada seorang wanita yang naik dan membawa anak itu turun dengan hidup. Ia adalah ibunya. Semua orang boleh bilang tidak bisa, tetapi bagi sang ibu, harus bisa, karena itu adalah anaknya. Tuhan mau engkau mengembangkan potensi terpendam itu. Allah berkata: “Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela,” dan marilah kita menjawab: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”
Pada saat kewajiban dan perasaan berat melanda diri, engkau tidak boleh melarikan diri. Saat itu, Tuhan mau engkau mengerjakan hal yang di luar kemampuanmu. Jika itu bukan kewajibanmu, engkau tidak perlu mengerjakannya, tetapi jika itu kewajibanmu, dan Tuhan sudah mempercayakan hal itu kepadamu, maka engkau akan diberikan kekuatan ekstra oleh Tuhan untuk mengerjakannya.
Jangan ragu memberikan kepercayaan atau mendelegasikan tugas, karena itu adalah penghargaan baginya dan merangsang dia untuk mengembangkan potensi yang selama ini masih terpendam. Orang yang dipercaya mempunyai tanggung jawab tidak boleh sembarangan melalaikannya. Paulus mengatakan, “Aku tahu siapa yang aku percaya, dan aku tahu Ia sanggup memelihara apa yang telah ia percayakan kepadaku” (2 Tim 1:12). Kalimat ini juga bisa dimengerti: “Aku mengenal siapa yang aku percaya, dan kepadaku sudah dipercayakan suatu tanggung jawab, maka itu membuat aku mampu mengerjakannya.” Dia sanggup memelihara apa yang telah Ia percayakan kepadaku. Saya lebih suka menggabungkan kedua pengertian ini. Jika Tuhan memberikan pekerjaan kepada saya, saya sadar pekerjaan itu sangat berat dan sepertinya tidak bisa dikerjakan. Namun, saya harus mengerjakan sampai tuntas. Tuhan yang memberikan tugas ini adalah Tuhan yang tidak menyangkali diri-Nya, tidak berubah, Dia yang jujur, setia, dan memeliharakan apa yang dipercayakan-Nya kepada kita. Kita perlu menyerahkan semuanya kepada Tuhan dan maukah Saudara berkata, “Ya Tuhan, aku percaya bahwa Engkau Mahakuasa. Dan aku percaya bahwa Engkau telah menguatkan aku. Karena Engkau telah siap memberikan tanggung jawab ini kepadaku. Saya akan berusaha menggenapkannya, Tuhan. Tolonglah saya dan beri kekuatan-Mu padaku. Amin.”