Manusia seringkali berusaha untuk memberikan opininya tentang penciptaan atau evolusi. Namun, kita perlu di awal menyadari bahwa Kebenaran Allah sama sekali tidak tergantung pada opini manusia. Sebagaimanapun akademiknya manusia, ia harus tetap tunduk di bawah Kebenaran Allah, tunduk di bawah Firman Allah. Inilah prinsip Theologi Reformed yang sangat mengakui Kedaulatan Allah dan Kebenaran-Nya. Orang Reformed harus rasional, tetapi bukan rasionalis. Kita menggunakan rasio, tetapi tidak memutlakkan rasio. Dan kini kita akan membahas tema di awal Kitab Kejadian, yaitu ‘Manusia sebagai Peta dan Teladan Allah’.
Apa itu Peta dan Teladan Allah?
Satu-satunya kitab yang membicarakan manusia sebagai peta dan teladan Allah adalah Alkitab. Ketika Tuhan menciptakan segala sesuatu, lalu mencipta manusia, Allah menetapkan mencipta manusia menurut peta dan teladan-Nya sendiri. Dengan demikian, manusia menjadi satu-satunya makhluk yang mirip Sang Pencipta.
Apa yang menjadi karya seseorang, itu merupakan refleksi dari peta dan teladannya, dan ketika manusia bekerja, cara kerjanya merefleksikan etos kerjanya. Ketika ia berbicara, ia merefleksikan pikirannya. Kalau saya seorang pendeta yang mata duitan, pasti khotbah saya akan banyak menyinggung tentang uang. Dari cara bergaul kita dengan orang lain, orang akan mengetahui sifat hidup kita. Ini yang disebut sebagai “image imprinted” (gambar tercetak).
Ketika Tuhan mengatakan, “Mari Kita menciptakan manusia menurut peta teladan Kita,” berarti segala kemungkinan terbesar dari Allah yang tidak terbatas dimasukkan ke dalam jiwa manusia, dan manusia adalah wakil Tuhan. Maka kita tidak boleh menghina diri, karena manusia dicipta begitu mulia, begitu bernilai.
Manusia dicipta menurut peta teladan Allah, maka manusia mirip Allah. Mirip Allah jangan dibatasi hanya dalam bentuk fenomenal. Kita bisa mengetahui dari gerak langkah orang, apakah itu langkah anak kita yang kecil, atau yang besar, atau langkah seorang nenek. Ini yang disebut sebagai image of voice (gambar suara). Allah adalah Roh, sehingga Ia bukan materi; jangan membayangkan Allah sebagai materi.
Allah adalah Roh
Kejadian 1:26-27 menyatakan, ”Berfirmanlah Allah: ’Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.’ Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.”
Maka diciptakanlah laki-laki menurut peta Allah dan perempuan menurut peta Allah. Ini pertama kalinya sejak awal, mendahului semua agama, menyatakan bahwa laki-laki sejajar dengan perempuan, sehingga tidak boleh menghina perempuan. Di dalam Alkitab, tidak ada alasan pria menindas wanita. Ini sumbangsih besar Alkitab tentang relasi pria dengan wanita.
Lalu, ketika Allah mengatakan, “Marilah Kita…,” yang dimaksud dengan “Kita” bukanlah kerjasama Allah dan manusia, karena manusia belum ada saat itu. Juga bukan dengan Iblis. Ada tafsiran mengatakan Allah berunding dengan malaikat. Itu tidak benar, karena malaikat juga ciptaan. Pengertian “Kita” menunjukkan posisi yang setara di dalam melakukan perundingan dan pengambilan keputusan. Di sini kita melihat bahwa dari sejak awal, Alkitab sudah menyimpan rahasia tentang Allah Tritunggal. Allah yang Esa adalah Allah Tritunggal. Diskusi ini adalah diskusi antara Allah Tritunggal, antara Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus.
Namun tidak benar jika kemudian orang melakukan analogi, karena Allah Tritunggal, maka manusia juga terdiri tiga unsur yaitu tubuh, jiwa, dan roh. Ini bukan versi tritunggal manusia. Tubuh manusia bukan manusia, roh manusia bukan manusia. Jadi ini sama sekali berbeda dari Allah Tritunggal. Kita tidak bisa mengatakan bahwa tangan adalah manusia, kaki adalah manusia, tubuh adalah manusia. Tangan adalah sebagian dari manusia. Bagian merupakan sebagian dari totalitas. Totalitas lebih besar dari bagian-bagian. Allah Bapa adalah Allah, Allah Anak adalah Allah, dan Allah Roh Kudus adalah Allah. Allah Bapa bukan sepertiga Allah. Maka pandangan trikotomis tentang manusia tidaklah tepat.
Peta Teladan
Allah mencipta manusia menurut peta teladan-Nya. Ini merupakan pernyataan di mana Ia mencipta makhluk yang lebih tinggi dari semua yang lain. Allah mencipta manusia sebagai ciptaan yang paling tinggi. Memang manusia kecil jika dibandingkan gajah; dibandingkan dengan banyak binatang lainnya, manusia masih tetap kecil. Tetapi, gajah, yang begitu besar, takut jika melihat manusia. Kualitas manusia jauh lebih besar daripada gajah. Kualitas jauh lebih penting dan bernilai ketimbang kuantitas. Manusia yang hanya beberapa puluh kilogram ini bisa mendaki gunung yang paling tinggi, menembus laut yang dalam, meluncurkan roket ke ruang angkasa. Manusia adalah satu-satunya makhluk dengan potensi kemungkinan. Allah mencipta manusia sebagai ciptaan tertinggi. Ia mencipta manusia menurut gambar dan rupa-Nya, menurut peta teladan-Nya agar segala sesuatu bisa ditaklukkan di bawah manusia.
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mewakili Tuhan Allah. Dengan kuasa, hikmat, kodrat, dan potensi kontrol, manajemen yang kuat, manusia menguasai seluruh ciptaan yang lain. Manusia diberi potensi manajemen, potensi perubahan, potensi urutan, potensi otoritas, potensi pemerintahan dan potensi penguasaan. Ini semua dicantumkan di dalam Kitab Suci.
Itu sebabnya, setiap manusia yang berusaha menaklukkan diri ke bawah kedaulatan Allah dan menelusuri bahwa sumber keberadaan dirinya adalah Allah, akan mengerti tujuan hidupnya. Dari sana ia akan menemukan maksud dan nilai hidupnya. Ia akan semakin jelas akan arti dan fungsi keberadaannya. Ia akan menemukan semua jawaban yang dicari manusia, seperti: Mengapa aku ada? Mengapa aku hadir di sini? Apa maksud dan tujuan hidupku? Apa arti keberadaanku? Apa yang harus aku lakukan dalam hidupku? Semua pertanyaan ini tidak akan mendapat jawaban yang sejati tanpa kita kembali kepada Sang Pencipta.
Uniknya Manusia
Setiap orang dicipta secara individu, unik, dan berbeda. Tidak ada dua orang yang sama. Oleh karena itu, kita harus menemukan keunikan kita. Ketika kita telah menemukannya, kita akan menjadi manusia yang sungguh-sungguh berguna di dalam dunia.
Ketika saya berkhotbah di satu kota, saya mengajak anak saya yang baru berusia dua tahun lebih. Supaya tidak mengganggu ketika saya berkhotbah, saya memberi tugas kepadanya untuk mencari dua helai daun yang sama dari daun-daun yang jatuh di halaman gereja. Setelah selesai berkhotbah, saya bertanya kepadanya, dan dia bisa menunjukkan dua daun yang betul-betul sama. Saya sangat terkejut. Namun, ketika saya minta untuk melihatnya, ia tidak mau memberikan. Akhirnya ketahuan bahwa tangkainya satu ke kanan, satu ke kiri. Tangkai itu ia pegang sehingga tersembunyi di tangannya. Tidak ada dua orang yang sama di dunia ini, karena Allah mencipta setiap orang secara unik. Dan itu adalah keindahan yang Tuhan ciptakan. Betapa hambarnya dunia ini jika semua manusia sama di dalam segala hal.
Ketika kita menyadari dan menemukan keunikan kita, kita bisa memperkembangkan setiap potensi yang ada di dalam diri kita sebaik mungkin. Kita perlu terus merenungkan dan memikirkan keunikan peta teladan Allah yang Tuhan tanam di dalam hidup kita.
Ciptaan sebagai Refleksi Pencipta
Orang menggubah banyak lagu, tetapi lagu yang unik adalah lagu yang begitu diperdengarkan, kita langsung bisa mengenali siapa penggubahnya. Waktu Tuhan mencipta sesuatu, tanda-tanda Tuhan ada di dalamnya. Itu bagaikan tanda tangan-Nya. Anjing yang lincah merefleksikan kelincahan Allah. Demikian juga kerajinan semut, ketekunannya, merefleksikan sifat kerajinan dan ketekunan Allah.
Ikan salmon adalah ikan yang unik. Ia melahirkan anaknya di danau yang berair tawar. Setelah melahirkan, ia mati. Lalu anak-anak salmon akan berenang menuruni sungai menuju laut lepas yang berair asin. Ia bisa merantau sampai lebih dari 10.000 km dari tempat asalnya. Ketika besar lalu hamil, ia bisa mencari kembali danau tempat asalnya. Ia kembali melalui sungai, menaiki air terjun, terkadang sampai terluka, dan terus berjuang sampai kembali ke tempat asalnya. Di situ ia bertelur melahirkan anaknya, lalu mati. Demikian siklus ajaib ini terjadi. Semuanya ini merefleksikan kedahsyatan Sang Pencipta. Ini refleksi bijaksana Tuhan. Allah menanamkan sedikit bijaksana pada binatang tertentu. Dan kodrat-Nya, rencana-Nya, sifat teladan-Nya dikumpulkan diletakkan secara utuh ke dalam satu makhluk yang namanya manusia. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang secara totalitas memperoleh seluruh bijaksana dari Tuhan yang merefleksikan semua rencana Tuhan dan mendapatkan potensi yang melebihi semua. Kondisi ini tidak bisa dijawab oleh hipotesa Evolusi.
Evolusi berpandangan makhluk harus terus berkembang. Jadi kalau manusia itu hasil tertinggi dari evolusi, maka seharusnya manusia bisa berenang, bisa menyelam, punya insang dan juga bisa terbang, punya sayap. Tetapi Tuhan tidak demikian. Manusia terlihat tetap terbatas, namun di dalam keterbatasan itu ada kualitas dan kuasa, karena dicipta menurut peta teladan Allah. Manusia terbatas tetapi berkapasitas cipta. Ia tidak bersayap, tetapi bisa mencipta pesawat terbang, tidak mengeluarkan musik, tetapi bisa merangkai nada dan membentuk harmoni.
Kiranya kita berhenti berbuat dosa, mulai belajar menghargai diri kita, menemukan diri, belajar menggali potensi diri, dan akhirnya menyerahkan diri ke dalam tangan Tuhan. Inilah peta teladan yang akhirnya menjadi teladan bagi peta teladan yang lain. Soli Deo Gloria.