Israel di bawah Penindasan Imperium Mesir
Dari Buku Truth Is Stranger Than It Used to Be
J. Richard Middleton & Brian J. Walsh
Artikel ini merupakan refleksi dan sharing yang terinspirasi oleh buku Truth Is Stranger Than It Used to Be: Biblical Faith in a Postmodern Age, sekuel buku The Transforming Vision: Shaping a Christian Worldview, karya J. Richard Middleton dan Brian Walsh. Refleksi dan sharing ini dilakukan bersama para pemuda GRII BSD di bulan Agustus 2024. Refleksi ini terbagi menjadi dua kelompok bahasan besar, bagian pertama sampai keempat oleh Elya Kurniawan Wibowo mencoba untuk mengidentifikasi terlebih dahulu apa yang disebut sebagai kondisi Posmodern ini. Dalam bagian kelima dan keenam, Metanarasi Alkitab Perjanjian Lama untuk Jeritan Posmodern, dan bagian ketujuh, Misi Bersejarah Yesus untuk Zaman ini, Yenty Rahardjo akan mengajak kita untuk bergumul dengan Kitab Suci, melihat bagaimana Kitab Suci dapat memberikan dasar bagaimana kita dapat merespons secara benar abad di mana kita saat ini hidup.
_____________________________________________________________________________
Posmodern adalah zaman di mana kita berada sekarang. Salah satu karakternya terletak pada posisi narasi. Modernitas sangat menyukai dan menguasai narasi besar, sedangkan Posmodernitas lebih menekankan cerita-cerita kecil. Kita bisa mengatakan bahwa Modernitas memiliki narasi dari atas untuk menyelaraskan dunia, sebaliknya Posmodernitas mengangkat narasi-narasi kecil dari bawah karena narasi-narasi kecil lebih memberikan gambaran kenyataan. Sebenarnya, Posmodernitas juga memiliki narasi besar, yaitu bahwa yang paling penting adalah narasi-narasi kecil. Maka kita memahami bahwa kita tidak bisa menghindari narasi besar. Di sisi lain, narasi-narasi kecil itu memang ada dan tidak bisa kita pungkiri. Namun, pertanyaannya, apakah Alkitab memiliki tempat untuk narasi-narasi kecil, apakah Alkitab hanya memiliki narasi besar? Apakah Alkitab bisa memahami kenyataan narasi-narasi kecil?
Keluaran adalah kitab kedua dari Pentateuch yang isinya adalah narasi-narasi kecil “dari bawah”, yaitu cerita mengenai penderitaan bangsa Israel karena ditindas oleh Imperium Mesir. Salah satu karya DreamWorks, yaitu Prince of Egypt, menurut saya adalah salah satu produksi animasi yang baik, meskipun terdapat banyak bumbu film yang tidak sesuai Alkitab. Produksi ini membuat saya berpikir ulang terhadap asumsi saya mengenai apa yang terjadi di Keluaran. Animasi ini dibuat dengan teknik Broadway, di mana penyanyi menyanyikan “narasi” dengan teknik lapisan (layers). Lapisan ini bisa saja antitesis, misalnya di produksi Les Miserables, satu nyanyian dinyanyikan oleh dua tokoh utama, yaitu Jean Valjean dan musuhnya, Inspektur Javert, dengan tangga nada yang sama tetapi berbeda lirik dan intonasi nada (tone). Teknik ini menunjukkan bahwa dua manusia berbeda yang memandang satu peristiwa yang sama bisa memiliki respons yang berbeda, bahkan bisa sama sekali bertolak belakang.
Pembukaan animasi Prince of Egypt dibuat bukan dengan antitesis, tetapi lapisan (layers) beberapa narasi kecil, narasi nyanyian orang Israel secara kolektif yang penuh dengan keluh kesah, ada suara Yokebed, ibu Musa dan ada suara dari Miryam yang masih kecil. Di pembuka, ada keluhan bangsa Israel dengan nada rendah yang sangat berat dan menekan, dan ada suara mandor Mesir memecut bangsa Israel, lalu tangga nada melambung tinggi, seperti mereka menaikkan jeritan mereka kepada Allah. Lalu di antara lapisan narasi kolektif nyanyian bangsa Israel, tiba-tiba masuk narasi kecil dari ibu Musa, Yokebed, yang juga menjerit kepada Allah karena horornya pembunuhan bayi-bayi Israel. Yokebed juga mempunyai bayi yang menjadi target genosida Imperium Mesir. Jeritan-jeritan dari ibu-ibu tetangga depan, belakang, kiri dan kanan, membuat Yokebed pun menderita teror ini dan menjerit kepada Allah. Dan Yokebed membuat keputusan dalam doanya kepada Allah, yaitu melarikan bayinya yang manis ke Sungai Nil. Sebagai seorang ibu yang mempunyai anak, saya sangat mengerti keputusan ini sebenarnya juga menyayat hatinya sebagai seorang ibu.
Di dalam struktur narasi, pertama pembaca atau pemirsa akan disuguhkan oleh latar belakang dari narasi, yaitu penderitaan Israel dari penindasan Imperium Mesir, dan horor yang terjadi di mana anak-anak bayi Israel dibunuh. Setelah konflik yang dialami oleh Yokebed, akan terjadi yang namanya rising action, di mana Yokebed melarikan bayi kecilnya ke Sungai Nil. Produksi animasi ini yang membuka pikiran saya terhadap keadaan Sungai Nil dan mencari tahu mengenai Sungai Nil. Sungai Nil disebut sebagai sungai terpanjang di dunia, dengan panjang mencapai hampir 7000 km (panjang Indonesia 5100 km), dengan lebar sungai bervariasi dari ukuran 650 m sampai 2.8 km. Ini bukan sungai yang kecil, karena kapal-kapal bisa berlayar di sungai ini. Ini bukan sungai yang tidak berbahaya. Ke sungai besar inilah (besar adalah pernyataan yang merendahkan), Yokebed melepaskan bayinya dengan hati tertusuk pedang dan menangis. Yokebed berdoa dan mengutus Miryam untuk memperhatikan keranjang adik bayi kecilnya. Salah satu adegan (scene) yang membuat saya terkuak adalah betapa berbahayanya keranjang bayi itu berada di Sungai Nil. Tetapi tentunya kita bisa berargumen bahwa Yokebed mengalirkan bayinya ke tempat permandian putri Firaun.
Lalu apa yang menjadi twist terbesar dari konflik narasi cerita bayi Musa? Menurut saya bukan keadaan Sungai Nil, karena keadaan Sungai Nil masih dikategorikan pada rising action dalam struktur narasi. Klimaksnya, menurut saya, adalah ketika Yokebed bertaruh apa yang akan terjadi jika putri Firaun, yang mana ayahandanya membunuh semua bayi-bayi Israel, apakah putri Firaun juga akan membunuh bayinya yang kecil, seorang bayi Israel? Seperti juga drama-drama Korea, ketika seorang chaebol (konglomerat Korea) menindas dan menghabisi satu keluarga miskin, tiba-tiba salah satu keluarga chaebol itu berbelas kasihan kepada salah satu anak dari keluarga miskin tersebut, dan bisa masuk ke keluarga chaebol tersebut dan tidak tanggung-tanggung, masuk ke keluarga bukan sebagai pelayan tetapi sebagai anak angkat! Inilah sebenarnya twist terbesar dari narasi ini. Bagaimana seorang bayi Israel yang semestinya merupakan salah satu target genosida, ditemukan oleh putri Firaun, ketika Firaun sedang aktif menghabisi semua bayi Israel, dia memungut seorang bayi Israel karena belas kasihan dan tidak tanggung tanggung, Musa bukan diangkat menjadi pelayan di Imperium Mesir, tetapi diberi nama oleh putri Firaun dan diangkat sebagai anak!
Apa itu narasi? Menurut kamus, narasi adalah cara mempresentasikan atau mengerti sebuah situasi atau beberapa peristiwa untuk mempromosikan sebuah sudut pandang atau sekelompok nilai (set of values). Narasi bukan berita, walaupun di dalam berita juga terdapat agenda, tetapi narasi adalah penceritaan dengan makna tertentu. Meta adalah sesuatu yang melampaui, contoh dari meta adalah lukisan dari lukisan, ada foto dari foto. Yokebed yang bertaruh kepada belas kasihan Allah diwujudkan dengan belas kasihan putri Firaun, inilah narasi kecil Yokebed. Tetapi dalam narasi kecil itu terdapat metanarasi dari cerita bayi Musa, yaitu belas kasihan Allah karena mendengar jeritan bangsa Israel yang ditindas dan pada akhirnya melalui Musa, Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai Yahweh kepada bangsa Israel.
Banyak orang Kristen cenderung untuk mengabaikan Perjanjian Lama, padahal Perjanjian Lama memberikan latar belakang yang esensial kepada misi bersejarah dari Yesus Kristus. Maka pengabaian ini berisiko kehilangan esensi krusial dalam narasi Alkitab. Juga kita lupa memperhatikan kanon dari kitab-kitab Alkitab. Kanon adalah urutan pemenggalan dalam penulisan kitab-kitab Alkitab. Sudah jelas bahwa Kitab Keluaran adalah sebuah kitab yang bermula dari bawah, yaitu narasi penderitaan dan jeritan bangsa Israel kepada Allah. Apakah kita bisa melalui Kitab Keluaran menggemakan kegelisahan dari zaman Posmodern? Lalu mengapa melalui Kitab Keluaran, kita bisa mendekati kegelisahan zaman Posmodern?
Ulangan 2: 23-25
Lama sesudah itu matilah raja Mesir. Tetapi orang Israel masih mengeluh karena perbudakan, dan mereka berseru-seru, sehingga teriak mereka minta tolong karena perbudaan itu sampai kepada Allah. Allah mendengar mereka mengerang, lalu Ia mengingat kepada perjanjianNya dengan Abraham, Ishak dan Yakub. Maka Allah melihat orang Israel itu, dan Allah memperhatikan mereka.
Mari kita telaah bersama. Mengapa orang Israel pindah dari Kanaan ke Mesir? Karena kelaparan. Lalu kenapa orang Israel menderita? Karena orang Israel diperbudak. Kenapa orang Israel diperbudak? Apakah motif utama Firaun memperbudak orang Israel? Ketakutan. Tidak ada yang lebih menakutkan dari penguasa yang insecure, superior yang takut akan inferiornya. Penindasan akan lebih menakutkan oleh seorang penguasa yang ketakutan. Narasi Keluaran adalah narasi keputusasaan dari keadaan yang tidak ada jalan keluarnya sama sekali. Tema krusial dari Kitab Keluaran adalah bagaimana Tuhan yang beranugerah, Tuhan mengulurkan tangan-Nya yang kuat untuk menolong umat-Nya. Apa yang nampak begitu tidak ada harapan, tidak ada jalan keluar dalam situasi bersejarah ini, Tuhan memberikan jalan keluar, yaitu KELUARAN (Exodus) kepada umat-Nya.
Ulangan 3: 7-8
Dan TUHAN berfirman: “Aku telah memperhatikan dengan sungguh kesengsaraan umat-Ku di tanah Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka. Sebab itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang Mesir dan menuntun mereka keluar dari negri it uke suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, ke tempat orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus.
Jelas sekali satu-satunya harapan bagi bangsa Israel yang menderita karena ditindas, yang tidak memiliki jalan keluar adalah Allah yang BERAKSI, Allah yang AKTIF turun dan melakukan AKSI dalam sejarah. Jelas sekali bahwa Allah Keluaran adalah Allah yang penuh belas kasihan dan Allah yang adil. Jeritan Postmodernitas adalah ketidakadilan yang ditimbulkan, bahkan ditutupi, oleh Modernitas. Maka Allah Keluaran dan derita bangsa Israel di Keluaran bergema kepada jeritan Posmodernitas.
Keluaran adalah narasi yang diceritakan terus menerus setelah ini karena dalam cerita Keluaran, Allah bukanlah Allah yang mutlak dengan prinsip yang kekal tidak tersentuh dan tidak menyentuh sejarah, tidak menyentuh kenyataan hidup manusia yang menderita. Allah Keluaran adalah Allah yang memiliki sejarah dengan bangsa Israel karena Allah turun dan masuk serta beraksi dalam sejarah dengan orang Israel.
Etika utama dari Kitab Keluaran adalah bagaimana orang Israel harus peka terhadap penderita (Ulangan 15, 19, 21, 22). Cerita Keluaran diulang-ulang untuk mengingatkan dan membentuk kepekaan Israel terhadap sesama manusia yang menderita. Bahwa orang Israel harus sensitif terhadap mereka yang marginal, seperti orang asing, janda, dan yatim piatu, persis karena mereka menderita di masyarakat Israel (Ulangan 22 dan 23). Komunitas Keluaran–Sinai memiliki pola etis yang berbeda sebagai alternatif yang berbeda dengan Imperium Mesir.
Akademisi Perjanjian Lama Walter Brueggemann menyebutkan etika Keluaran sebagai jejak Alkitab yang embrace pain (merangkul penderitaan), karena mengungkap kejujuran yang blak-blakan (daripada penyangkalan) akan penderitaan. Menggunakan metafor Posmodern, Keluaran merupakan lintasan dari kebenaran Alkitab yang tidak membuat klaim palsu dari kehadiran Allah, melainkan justru menyorot ketidakhadiran Allah, ketidakhadiran dari keadilan, ketidakhadiran shalom. Kitab Keluaran menggemakan apa yang menjadi kegelisahan zaman Posmodern. Allah Keluaran mendengar dan memperhatikan jeritan kenyataan penderitaan manusia.
Bagian pertama dari metanarasi Alkitab dalam Perjanjian Lama di atas menunjukkan betapa Alkitab tetap menjawab pergumulan anak-anak Tuhan dan gereja-Nya dalam pergumulan zaman Posmodern. Kita seringkali mempunyai asumsi bahwa kita sudah mengetahui ataupun menaruh kategori-kategori yang kita ciptakan sendiri, misalnya Allah Perjanjian Lama adalah Allah yang keras, Allah yang menghukum dan Allah Perjanjian baru adalah Allah yang penuh cinta kasih. Namun jika kita cermati, Allah Perjanjian Lama adalah Allah yang berdaulat (Allah Kejadian) namun juga Allah yang mendengarkan penderitaan umat-Nya, Allah yang penuh kasih yang bukan saja memperhatikan tetapi bertindak, beraksi, masuk dalam sejarah, melepaskan umat-Nya dari penderitaan.
Bersambung
Metanarasi Alkitab Perjanjian Lama untuk Jeritan Posmodern (2)
Israel di Bawah Penindasan Kerajaan Israel
(Anda membaca dengan benar, di bawah Kerajaan Israel)
Yenty Rahardjo
GRII BSD