Reformasi adalah momen esensial dalam sejarah. Ini adalah kehendak Tuhan untuk mengangkat Martin Luther, John Calvin dan Ulrich Zwingli untuk mempertahankan kebenaran. Calvin mengatakan di dalam tulisannya The Necessity of Reforming the Church bahwa Luther dan para Reformator lainnya adalah orang-orang “yang mengulurkan obor untuk menerangi kita ke jalan keselamatan, dan yang melalui pelayanan mereka, mendirikan dan membesarkan gereja-gereja kita”. Mereka memiliki kesamaan dalam beberapa hal, salah satunya dalam pandangan mereka tentang firman Tuhan. Dasar dari Reformasi salah satunya adalah sola Scriptura. Dari zaman Reformasi sampai sekarang, ada pemahaman yang salah dan kurang tepat tentang memandang Alkitab dan sola Scriptura, terutama dalam kaitannya dengan tradisi. Apakah para Reformator membuang tradisi dengan memegang prinsip sola Scriptura (hanya Alkitab)? Apakah otoritas satu-satunya hanyalah Alkitab dan tidak ada otoritas lain (tradisi, gereja)? Apakah tradisi itu tidak penting sama sekali sehingga bisa diubah atau tidak diperlukan? Atau mungkin sebaliknya, apakah tradisi itu tidak dapat salah dan tidak boleh diubah sama sekali? Apakah tradisi lebih besar daripada Alkitab bahkan tradisi tanpa Alkitab itu juga baik?
Sebelum kita masuk membahas tentang Alkitab dan tradisi, kita melihat ada beberapa pandangan yang berbeda tentang Alkitab:
1. Nulla Scriptura
Ada beberapa gereja yang mempercayai ini: Karismatik, Liberal dan mungkin ada beberapa tulisan dari Katolik Roma yang menyetujui ini. Apa itu nulla Scriptura? Tanpa Alkitab, atau tidak menganggap Alkitab penting.[1] Maksudnya, mereka tetap memakai Alkitab, tetapi Alkitab lebih rendah daripada pengalaman hidup kita, tradisi gereja, dan sains. Beberapa gereja Karismatik mengutamakan pengalaman dibandingkan dengan pernyataan Alkitab dalam hal bahasa lidah dan perginya diri ke surga dan neraka. Bahkan, kadang surga yang dilihat tidak sama dengan yang dideskripsikan di dalam Alkitab, tetapi tetap dipercaya. Gereja Liberal tidak percaya Yesus dilahirkan dari Maria yang perawan, hal ini dianggap sebagai mitos, mereka tidak percaya Yesus bangkit dan hanya percaya bahwa Yesus adalah guru moral yang baik dan mengutamakan ilmu pengetahuan daripada kebenaran Alkitab.[2] Gereja Katolik Roma percaya bahwa gereja dan tradisi lisan sudah cukup tanpa harus ada Alkitab. Ini dikatakan oleh seorang Dominikan, Melchior Cano, di dalam karyanya De Locis Theologicis. Ia mengatakan bahwa Gereja adalah lebih tua daripada Alkitab, Tuhan kita tidak menulis buku atau bahkan memerintahkan para rasul untuk menulis buku, tetapi lebih tepatnya memerintahkan mereka untuk berkhotbah, sehingga banyak hal-hal yang harus dipegang oleh orang-orang Kristen tidak ditemukan secara eksplisit di dalam Alkitab (seperti tiga pribadi dan satu natur Allah Tritunggal).[3] Dia menambahkan tentang Petrus, “Apakah Petrus tidak mengajarkan apa pun melalui apa yang dia katakan, selain yang dia tuliskan dalam dua suratnya itu? Apa maksudmu? Andreas, Tomas, Bartolomeus, Filipus, bukankah mereka tanpa tulisan sama sekali tetapi hanya dengan apa yang mereka katakan, mendirikan gereja di mana mereka diutus dan di mana mereka tinggal, dengan ada kesinambungan dengan iman dan kepercayaan kita? Mari kita sepakat bahwa doktrin iman secara keseluruhan tidak dibuat secara tertulis, namun sebagian telah diturunkan melalui kata-kata lisan yang berasal dari para rasul.”[4]
2. Nuda Scriptura
Ada beberapa gereja yang mempercayai ini: Oneness Pentecostalism (Jesus Only), Saksi Yehuwa, dan Radical Reformed. Nuda Scriptura biasa disebut juga sebagai solo Scriptura. Mereka mungkin menganggap mereka menganut sola Scriptura, tetapi tidaklah demikian. Nuda Scriptura adalah hanya Kitab Suci (dan saya) yang absolut dan tidak ada yang lain yang absolut[5] dalam menentukan iman dan ajaran gereja. Nuda Scriptura mungkin diwakili oleh seorang tokoh bernama Sebastian Franck yang mengatakan, “Foolish Ambrose, Augustine, Jerome, Gregory—of whom not one even knew the Lord, so help me God, nor was sent by God to teach. Rather, they were all apostles of Antichrist.”[6] Nuda Scriptura telah membuang kekayaan anugerah Allah yang memakai Gereja-Nya sebagai tubuh Kristus sepanjang sejarah dan hanya menganggap Tuhan hanya memakai dirinya untuk mengerti Alkitab. Jelas ini adalah theologi kesombongan. Dia menganggap dirinya sebagai penentu kebenaran dalam membaca dan mengerti Alkitab. Kita telah mengeluarkan perenungan atau pergumulan kita dari komunitas/gereja dengan menjadikan perenungan atau pemahaman personal kita menjadi kebenaran yang menggantikan pergumulan sepanjang sejarah gereja. Itu sebabnya ada seorang doktor theologi yang mempercayai Yesus lebih rendah dari Bapa secara esensi dan menghina konsili-konsili ekumenis sebagai kesalahan dalam menafsirkan Alkitab, menganggap pemahaman dia membaca Alkitab mengalahkan pergumulan sejarah gereja melawan penyesat. Ini pandangan yang berbahaya.
3. Prima Scriptura (PS)
Ada beberapa gereja yang mempercayai ini: Anglikan, Metodis, Orthodoks Timur dan Katolik Roma. Prima Scriptura berarti Alkitab adalah sumber primer atau sumber utama atau pertama wahyu Ilahi. Ada 2 pemahaman berbeda dalam melihat prima Scriptura:
A. Scripture = Tradition = Magisterium – (PS1)
Ini dipercaya oleh Ortodoks Timur dan Katolik Roma. Hal ini dipercaya oleh Gereja Katolik Roma pada awal-awal gereja, tetapi ini tetap bisa diaplikasikan sampai sekarang karena Gereja Katolik Roma menganggap Alkitab dan tradisi itu setara. Sama halnya dengan Ortodoks Timur, prima Scriptura jenis pertama (PS1) percaya bahwa Alkitab adalah sumber primer dari wahyu Ilahi dalam tradisi dari tradisi gereja.[7] Alkitab yang paling otoritatif tetapi bukan satu-satunya otoritas yang tidak dapat bersalah. Jadi Alkitab adalah bagian dari tradisi suci sehingga sulit untuk mengatakan bahwa Alkitab itu berotoritas atas tradisi. Alkitab adalah bagian dari tradisi suci gereja. Seorang apologet Katolik Roma, Peter Kreeft, membahas tentang doktrin infalibilitas dan keberatannya terhadap sola Scriptura, “Jika Kitab Suci adalah infallible, seperti yang dipercaya kaum Protestan, maka tradisi harus pula bersifat infallible, sebab suatu penyebab yang fallible tidak dapat menghasilkan sebuah efek yang infallible dan Gereja/tradisi menghasilkan Alkitab. Gereja (para rasul dan orang-orang kudus) telah menulis Perjanjian Baru dan Gereja (uskup-uskup selanjutnya) yang menetapkan kanonnya.”[8] Bagaimanakah kita menjawab ini? Nanti akan kita bahas. Khusus untuk Gereja Katolik Roma, mereka memiliki tiga bagian struktur otoritas yang infallible, yaitu Alkitab, tradisi suci dan magisterium, yang sering dianalogikan sebagai three-legged stool (bangku dengan tiga kaki).
B. Scripture ≥ Tradition & Reason & Experience (Methodist) – (PS2)
Ini dipercaya oleh Gereja Anglikan dan Metodis tetapi Metodis menambahkan satu poin lagi, yaitu pengalaman (experience). Prima Scriptura jenis kedua (PS2) ini percaya bahwa Alkitab adalah sumber primer atau sumber utama atau pertama wahyu Ilahi. Alkitab yang paling otoritatif dan satu-satunya otoritas yang tidak dapat bersalah. PS2 percaya bahwa Alkitab lebih tinggi dari tradisi dan akal dan pengalaman, bukan sejajar. Mengapa demikian? Karena PS2 itu memiliki pengertian yang sama dengan sola Scriptura, hanya menggunakan istilah yang berbeda karena banyaknya orang Radical Reformed yang menggunakannya secara salah, sehingga akhirnya digunakanlah istilah prima Scriptura.[9] Ada seorang Lutheran bernama N. Clayton Croy yang mulai menggunakan istilah prima Scriptura tetapi memiliki pemahaman yang sama dengan sola Scriptura dan dia menulis buku yang berjudul Prima Scriptura: An Introduction to New Testament Interpretation. Karena memiliki kesamaan dengan sola Scriptura, mari kita bahas apa yang dipercaya oleh sola Scriptura.
4. Sola Scriptura
Ini banyak dipercaya oleh gereja Reformed, Baptis dan Injili. Sola Scriptura berarti Alkitab adalah sumber “satu-satunya”, paling utama, ultimate, dan final infallible authority dalam gereja, aturan iman dan kehidupan. Jika kita menganggap Alkitab sebagai satu-satunya otoritas dalam gereja dan iman, maka apa yang membedakan kita dengan nuda Scriptura? Tetapi jika kita tidak menganggap Alkitab sebagai satu-satunya otoritas dalam gereja dan iman, maka apa bedanya kita dengan PS1 yang memiliki beberapa otoritas? Ada beberapa prinsip tentang sola Scriptura dan tradisi:
a. Sola Scriptura:
- Only norming norm (satu-satunya standar yang menstandarkan)
- Only infallible, supreme, primary, ultimate, and final authority (satu-satunya otoritas yang tidak bersalah)
- Sole source of Divine revelation (special revelation) (satu-satunya sumber wahyu Ilahi)
- Only inerrant (satu-satunya yang tidak terdapat/bebas dari kesalahan)
- Only Scripture is breathed out by God (hanya Alkitab yang dinafaskan/diinspirasi oleh Allah)
- Sufficiency of Scripture pertaining to faith and godliness (kecukupan Alkitab mengenai iman dan kesalehan)
b. Tradisi:
- Normed Norm (standar yang dibuat standar)
- Fallible, Reformable and Mutable (dapat salah dan mungkin berubah)
- Ministerial/subordinate authority (otoritas yang melayani)
- Submit to Scripture (tunduk kepada Kitab Suci)
Itu sebabnya, saya memberikan tanda kutip pada kata “satu-satunya” karena Alkitab adalah satu-satunya otoritas yang tidak bersalah (infallible) dan tradisi juga berotoritas tetapi dapat bersalah (fallible). Tradisi harus sesuai dengan dan tunduk kepada kebenaran Alkitab karena Alkitab tidak bersalah dan ineran. Jika kita menganggap Alkitab dan tradisi tidak dapat bersalah (infallible) seperti argumen dari Peter Kreeft, maka karena Perjanjian Lama yang tidak dapat bersalah disusun oleh bangsa Israel, artinya bangsa Israel juga tidak dapat bersalah (infallible). Tidak ada seorang pun, bahkan Gereja Katolik Roma pun tidak, yang pernah mengungkapkan atau mempertahankan ide yang tidak masuk akal ini. Apa yang diklaim oleh Theologi Injili bukanlah sifat infallibility bagi bangsa Israel, melainkan pengilhaman Roh Kudus ketika para nabi, guru hikmat, pemazmur dan narator sedang menulis Kitab Suci Yahudi. Demikian juga Theologi Injili tidak mengeklaim infallibility bagi gereja, melainkan pengilhaman Roh Kudus ketika para penulis Injil, penulis Kisah Para Rasul, para penulis surat-surat, dan pelihat apokalips sedang menulis Kitab Suci Kristen.[10] Sola Scriptura dan prima Scriptura jenis kedua (PS2) adalah hal yang paling tepat dan sesuai dengan Alkitab dan berdasarkan 2 Timotius 3:15-17 (PBTB2), “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.” Karena seluruh Kitab Suci dinafaskan Allah maka semua yang ditegaskannya juga benar. Ini membuat kita makin yakin akan kepastian firman Allah yang benar untuk menuntun kehidupan kita dan cara pandang kita tentang segala sesuatu. Itu sebabnya, kita harus makin menghargai penyataan Allah melalui Alkitab untuk menghakimi apa pun, termasuk hidup kita. Alkitab sangat esensial untuk kehidupan umat Allah.
Enrimon Elyasaf
GRII Bandung
Referensi
Allison, Gregg R. Theologi & Praktik Katolik Roma: Sebuah Penilaian Injili. Surabaya, Momentum, 2019.
Barrett, Matthew. “’Sola Scriptura’ Radicalized and Abandoned.” The Gospel Coalition, 30 October 2013, https://www.thegospelcoalition.org/article/sola-scriptura-radicalized-and-abandoned/.
Gereja Ortodoks Indonesia. “PRIMA SCRIPTURA.” Gereja Orthodox Indonesia, 12 September 2020, https://gerejaorthodox.id/prima-scriptura/
Houdmann, S. Michael. “Apakah teologi Kristen liberal itu?” Got Questions, https://www.gotquestions.org/Indonesia/teologi-Kristen-liberal.html.
LeTourneau, Brandon. “The Place of Holy Tradition, Part I.” The North American Anglican, 3 April 2020, https://northamanglican.com/the-place-of-holy-tradition-part-i/.
McGrath, Alister E. Christian Theology: An Introduction. Fifth ed., Wiley, 2010.
Pakaluk, Michael. “’Nulla Scriptura.’” The Catholic Thing, 6 July 2022, https://www.thecatholicthing.org/2022/07/06/nulla-scriptura/.
Tong, David. “Sola Scriptura, Tradisi & Remaja Masa Kini | Sekolah Kristen Calvin.” Sekolah Kristen Calvin |, 19 October 2021, https://sekolahkristencalvin.org/sola-scriptura-tradisi-remaja-masa-kini/.
[1] Tong, David. “Sola Scriptura, Tradisi & Remaja Masa Kini | Sekolah Kristen Calvin.” Sekolah Kristen Calvin |, 19 October 2021, https://sekolahkristencalvin.org/sola-scriptura-tradisi-remaja-masa-kini/.
[2] Houdmann, S. Michael. “Apakah teologi Kristen liberal itu?” Got Questions, https://www.gotquestions.org/Indonesia/teologi-Kristen-liberal.html.
[3] Pakaluk, Michael. “’Nulla Scriptura.’” The Catholic Thing, 6 July 2022, https://www.thecatholicthing.org/2022/07/06/nulla-scriptura/.
[4] Pakaluk, Michael. “’Nulla Scriptura.’” The Catholic Thing, 6 July 2022, https://www.thecatholicthing.org/2022/07/06/nulla-scriptura/.
[5] Allison, Gregg R. Theologi & Praktik Katolik Roma: Sebuah Penilaian Injili. Surabaya, Momentum, 2019, hal. 82.
[6] McGrath, Alister E. Christian Theology: An Introduction. Fifth ed., Wiley, 2010.
[7] Gereja Ortodoks Indonesia. “PRIMA SCRIPTURA.” Gereja Orthodox Indonesia, 12 September 2020, https://gerejaorthodox.id/prima-scriptura/.
[8] Allison, Gregg R. Theologi & Praktik Katolik Roma: Sebuah Penilaian Injili. Surabaya, Momentum, 2019, hal. 85.
[9] LeTourneau, Brandon. “The Place of Holy Tradition, Part I.” The North American Anglican, 3 April 2020, https://northamanglican.com/the-place-of-holy-tradition-part-i/.
[10] Allison, Gregg R. Theologi & Praktik Katolik Roma: Sebuah Penilaian Injili. Surabaya, Momentum, 2019, hal. 85.