Santo Jerome adalah seorang Bapa Gereja yang sering kali diasosiasikan dengan Vulgata, yaitu Alkitab terjemahan bahasa Latin yang merupakan versi standar yang digunakan sampai zaman Reformasi. Ia menerjemahkan Perjanjian Lama dari bahasa Ibrani dan Perjanjian Baru dari bahasa Yunani. Tugas ini ia lakukan selama lima belas tahun. Artikel ini tidak membahas tentang validitas Alkitab Latin Vulgata, yang kaum Reformed tidak setuju seluruhnya[1], tetapi artikel ini ingin mengajak pembaca melihat kehidupan Jerome. Dia memang tidak begitu dikenal orang karena kesalehannya namun lebih kepada dedikasinya untuk menerjemahkanAlkitab.
Jerome lahir dari keluarga yang kaya pada tahun 347 di Strido, Dalmatia. Ia memperoleh pendidikan di Roma, pertama dari ayahnya, kedua dari ahli tata bahasa, Aelius Donatus, dan ketiga dengan melakukan studi tentang retorika. Di dalam tulisan-tulisannya, keahlian Jerome untuk beretorika sangat terbukti[2]. Lalu, dia dibaptis oleh Paus Liberius di usia sekitar 20 tahun. Sejak saat itu ia menunjukkan bebannya kepada eklesiologi[3]. Jerome sering bepergian ke banyak tempat dan di kota Trier ia memutuskan untuk menjadi seorang biarawan.
Beberapa waktu kemudian, ia kembali ke kota asalnya dan bergabung dengan kelompok asketis[4] di bawah arahan Uskup Valerian. Setelah itu ia berangkat ke Palestina dengan dua biarawan lain. Namun di dalam perjalanannya itu kedua biarawan itu meninggal dunia dan Jerome sendiri sakit parah pada saat ia mencapai Antiokhia. Suatu hari di kota ini ia bermimpi di mana ia menghadap takhta penghakiman dan dituduh sebagai pengikut Cicero[5], bukan pengikut Kristus. Peristiwa ini memberikan arah baru di dalam hidupnya sehingga ia sering bertapa di Gurun Chalcis, bagian selatan Antiokhia di mana ia belajar beberapa bahasa untuk menerjemahkan tulisan-tulisan. Jerome menjadi haus akan pengetahuan. Ia bertemu dengan seorang Yahudi yang telah bertobat dan mengajarnya berbahasa Ibrani dan Chaldaic. Jerome juga secara rutin mengikuti kuliah Apollinaris dari Laodikia, tempat di mana ia belajar banyak tentang Alkitab. Namun ia tidak pernah menerima pengajaran tentang interpretasi Alkitab dari orang Yahudi itu. Saat itu ia berpikir, “Aku tidak begitu bodoh untuk mencoba dan mengajar diriku sendiri. Betapa sulitnya kerja keras itu! Seberapa sering saya berada di titik menyerah putus asa, namun dengan semangat saya belajar untuk kembali lagi. Saya sendiri dapat memberi kesaksian tentang ini, demikian juga orang yang tinggal dengan saya pada saat itu. Namun saya bersyukur kepada Tuhan atas buah yang didapatkan dari pengalaman pahit ini.”
Pada tahun 378 ia ditahbiskan sebagai pastor oleh Paulinus di Antiokhia. Setelah itu ia berangkat ke Konstantinopel di mana ia belajar Kitab Suci di bawah Gregorius, seorang theolog, guru, dan pengkhotbah, selama hampir tiga tahun. Selama di sana, ia menerjemahkan Homilies karya Origenes dan Chronicle karya Eusebius ke dalam bahasa Latin.
Beberapa waktu kemudian ia kembali ke Roma untuk melayani di sana. Sesampainya di Roma, Paus Damasus menerimanya untuk masuk ke gerejanya. Ia tidak membiarkan apa pun untuk mengalihkan perhatiannya dari pekerjaannya, yakni terus-menerus mempelajari Alkitab dan menyalin berbagai manuskrip. Ketika Damasus menunjuk Jerome menjadi sekretarisnya pada tahun 382, ia dipercayakan tugas menyelesaikan versi lengkap Alkitab dalam bahasa Latin. Ini adalah tugas yang teramat besar, terbukti dari perkataan Jerome di bawah ini:
“Anda mendorong saya untuk merevisi versi Latin kuno, seakan-akan duduk dalam penghakiman terhadap salinan Kitab Suci yang sekarang tersebar di seluruh dunia, dan sejauh mereka berbeda satu sama lain, Anda membiarkan saya memutuskan mana yang sesuai dengan Yunani asli. Pekerjaan itu sendiri adalah satu kecintaan, tapi pada saat yang sama keduanya berbahaya dan sombong; karena untuk menilai orang lain saya harus puas untuk dihakimi oleh semua; dan bagaimana saya bisa berani mengubah bahasa dunia yang tua, dan membawanya kembali ke awal masa pertumbuhan?”
Selama tinggal di Roma, Jerome juga menjadi mentor bagi sekelompok ‘perempuan kudus’ yaitu Paula, Marcella, Eustochium, dan lain-lain, yang hidup secara semi-monastik di rumah mereka. Dia membantu mereka untuk mempelajari Kitab Suci dan mengejar kehidupan Kristen yang lebih baik. Dia bahkan mengajarkan mereka untuk menyanyikan Mazmur dalam bahasa Ibrani. Setelah kematian Damasus pada tahun 385, Jerome meninggalkan Roma dan akhirnya menetap di Betlehem. Di sana ia tinggal di sebuah biara yang didirikan oleh salah satu wanita luar biasa, Paula, dan kemudian disusul dengan putrinya, Eustochium. Dengan bantuan Paula, Jerome sekarang memfokuskan talenta sastranya dengan lebih saksama. Dia menulis:
“Meskipun rambut saya sekarang menjadi abu-abu dan meskipun saya lebih mirip profesor daripada siswa, namun saya pergi ke Alexandria untuk menghadiri kuliah Didimus. Saya berhutang banyak padanya. Apa yang saya tidak tahu saya pelajari. Apa yang saya sudah tahu saya tidak kehilangan melalui presentasinya yang berbeda tentang hal itu. Orang pikir saya telah selesai belajar. Tapi ketika saya berada di Yerusalem dan Betlehem, saya mengingat betapa keras saya bekerja dan betapa besar harga yang saya bayar untuk guru-malam saya, Baraninus.”
Paula banyak membantu Jerome dalam karyanya seperti terlihat dalam pengoreksian beberapa versi Latin awal dari Alkitab; lalu menerjemahkan Perjanjian Baru Yunani ke dalam bahasa Latin dan hampir semua buku dari Perjanjian Lama dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Latin. Meskipun hal ini membuat Jerome tenggelam dalam pekerjaannya, ia masih melayani dengan memberikan waktu kepada mereka yang berkunjung dan bertanya tentang Alkitab kepadanya. Merenungkan Alkitab merupakan suatu kecintaan hidup Jerome yang ia tuangkan siang dan malam bahkan di usia tuanya. Memang untuk Jerome dan penerusnya, pengetahuan tentang Alkitab adalah seperti ‘mutiara yang melampaui harga’.
Seperti semua sarjana di waktunya, Jerome percaya Alkitab diilhami oleh Roh Kudus. Selain mencoba untuk memberikan laporan yang lebih akurat dari Alkitab, ada tujuan lain yang Jerome pikirkan yaitu untuk memperluas pemberitaan firman melalui khotbah. Baginya adalah penting bagi orang-orang untuk bisa mengutip dari Alkitab. “Firman Tuhan adalah terompet yang menggugah pendengarnya dengan suara yang kuat dan menembus ke dalam jiwa mereka yang percaya.”
Hal lain yang bernilai bagi Jerome adalah asketisme. Dia menyatakan bahwa kehidupan monastik harus didasarkan pada lectio divino yang sistematis, yaitu sebuah doa dan studi yang serius tentang Alkitab dan para Bapa Gereja. Ia juga berjuang melawan ajaran sesat di zamannya. Terhadap Helvidius yang mengajarkan bahwa Yesus memiliki saudara lain, ia menuliskan The Perpetual Virginity of Mary. Melawan Pelagius yang mengajarkan secara tersirat bahwa seorang Kristen tidak membutuhkan anugerah Allah dalam hidup, ia menulis Dialogue between Atticus, a Catholic, and Critobulus, a Heretic. Semuanya ini merupakan pekerjaan-pekerjaan besar terakhirnya, yang ditulis tiga tahun sebelum kematiannya pada tahun 417. Karya-karyanya ini memiliki dampak yang besar bagi Jerome yang telah berusia tua. Pendukung Pelagius membakar biara-biara di Betlehem, dan Jerome juga dibenci oleh Yohanes, uskup di Yerusalem saat itu.
Secara keseluruhan, tulisan-tulisan Jerome sangat berpengaruh di zamannya. Selain Vulgata, ia menulis banyak komentari Alkitab. Ia juga membuat komentari dari komentari Origenes, dan karena inilah begitu banyak karya Origenes yang masih bertahan (meskipun setelahnya, ia menyatakan bahwa Origenes sesat). Jerome menulis terjemahan De principiis, karya Origenes untuk mengungkapkan ajaran sesat Origenes (namun karyanya ini sekarang hilang).
Jerome juga dikatakan mempunyai temperamen yang tidak disukai oleh banyak orang. Ia membuat serangan pribadi terhadap Rufinus, teman seperjuangannya dalam membuat terjemahan De principiiskarya Origenes itu. Pada awalnya, mereka menerjemahkan karya Origenes bersama-sama sampai akhirnya Jerome sendirilah menerjemahkannya dan membongkar segala pengajaran sesat Origenes. Ia juga menyerang Rufinus dalam bukunya Adversus libros Apologia Rufini. Yohanes, uskup Yerusalem mengekskomunikasi Jerome karena tulisannya tentang anti-Origenes. Sering kali serangan verbal pada orang lain terbukti lebih negatif daripada positif. Sebagai contoh, bahkan dalam tahun-tahun terakhirnya ketika menyerang Pelagianisme, ia menghabiskan lebih banyak energi menjelek-jelekkan pendukung Pelagius daripada ajaran mereka.
Meskipun demikian, di zaman ketika Yunani kuno masih mendominasi sebagian besar pemikiran intelektual agama Kristen, Jerome menunjukkan bahwa pembelajaran kekristenan dapat diekspresikan dalam bahasa Latin. Dia juga berandil dalam mengembalikan pentingnya warisan Yahudi dari gereja, memperlihatkan antusiasme untuk teks Ibrani yang tidak akan cocok lagi di Barat sampai Reformasi. Jadi kita bersyukur kepada Tuhan atas pengabdian Jerome yang tulus pada Alkitab dan berdoa agar kita dapat meneladani Jerome yang senantiasa merenungkan firman sebagai jalan untuk mengenal Allah dan ajaran-Nya. Tidak diragukan lagi ini adalah kontribusi bagi kehidupan orang Kristen yang akan membantu kita untuk tidak menyoroti perilakunya yang sering agresif, argumentatif, seakan-akan menyimpang dan merendahkan.
Mari kita bersyukur kepada Tuhan atas kehidupan Jerome, hamba Tuhan yang memiliki kasih yang mendalam kepada Kitab Suci dan yang menerjemahkan dengan hati-hati. Berdoa agar Roh Kudus membantu kita seperti Jerome dalam mencari pengetahuan melalui Alkitab, dan membagikan pengetahuan tersebut kepada orang lain. Amin.
Denny Chandra
Pemuda GRII Melbourne
Endnotes
[1] Salah satunya karena Alkitab Vulgata memasukkan kitab-kitab Apocrypha. Satu artikel yang baik menjelaskan proses kanonisasi oleh Prof. Greg Bahnsen, The Concept and Importance of Canonicity dapat dibaca di http://www.reformed.org/master/index.html?mainframe=/bible/bahnsen_canon.html.
[2] Gaya retorikanya yang persuasif salah satunya terlihat di De seraphim, buku yang membahas tentang penglihatan Yesaya akan malaikat Seraphim (khususnya Yesaya 6:1-10). Di sini ia menentang interpretasi Origenes yang melihat ayat ini dari sudut pandang Trinitas, sedangkan Jerome melihatnya dari sudut pandang Kristologi. http://goo.gl/avpU8. Dalam hal ini John Calvin lebih seimbang menjelaskan ayat-ayat ini. Lihat komentarinya di http://www.ccel.org/ccel/calvin/calcom13.xiii.i.html.
[3] Doktrin gereja.
[4] Orang yang melaksanakan asketisme dalam konteks ini bukan pura-pura rendah hati (false humility) seperti di Kolose 2:18, tetapi adalah semangat yang mempraktikkan kesederhanaan, kejujuran, dan kerelaan berkorban; walaupun kita tidak setuju –isme dalam bentuk apa pun karena itu akan mengunci diri kita dan fokus hidup kita jatuh pada penyembahan terhadap –isme tersebut.
[5] Cicero, Marcus Tullius adalah seorang filsuf, orator, ahli hukum dan bahasa di Roma. Ia adalah yang pertama kali memperkenalkan filsafat Yunani kepada orang Roma. Pemikirannya memengaruhi banyak Bapa Gereja, bahkan Agustinus sekalipun.