Pada zaman sekarang, kita dipaksa untuk belajar dan memikirkan hal-hal tertentu saja, terutama yang berkaitan dengan yang membawa profit bagi diri kita. Bidang yang kita pelajari dalam pendidikan formal pun sifatnya semakin lama semakin menyempit. Akhirnya, banyak bidang yang tidak sempat kita sentuh dan wilayah pengetahuan kita kurang meluas. Bidang bahasa atau linguistik adalah salah satu bidang yang jarang dibahas dan diperhatikan dalam konteks pemuda. Bidang ini dianggap tidak menarik dan hanya mengulas tentang hal yang dapat kita ketahui dan gunakan sehari-hari. Berbeda sekali dengan Bapa Gereja Agustinus yang mempelajari banyak sekali bidang dan salah satunya adalah bahasa. Agustinus menulis sebuah buku tentang tata bahasa (De grammatica), enam buku tentang ritme musik, dan lima buku lainnya tentang dialektika, retorika, geometri, aritmetika, dan filsafat. Semangat pembelajaran Agustinus perlu kita teladani agar bidang pengetahuan yang kita miliki tidak sempit dan disintegratif.
Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas sedikit tentang filsafat bahasa yang diutarakan oleh Agustinus dalam beberapa bukunya, seperti De grammatica, De magistro, Retractationes, De doctrina christiana, De dialectica, dan De quantitate animae. Agustinus melihat bahasa sebagai sesuatu yang sangat menarik. Dia mampu melihat banyak misteri di dalamnya yang jarang kita pikirkan. Pernahkah kita memikirkan bagaimana caranya seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain? Bagaimana seorang dewasa bisa mengajarkan anak kecil atau bayi untuk berbicara, padahal tidak ada medium seperti bahasa untuk menyinkronkan apa yang ada di antara kepala mereka? Mengapa ketika seseorang membicarakan sesuatu orang lain bisa mengerti dan berespons? Mengapa ketika seorang guru menjelaskan kepada murid-muridnya, ada yang mengerti tetapi juga ada yang tidak mengerti? Apa yang sebenarnya sedang dipindahkan dari satu orang ke orang lainnya? Apa yang sebenarnya sedang terjadi?
Bagi Agustinus, tidak cocok jika kata “mengajar” diasosiasikan kepada manusia. Menurutnya, manusia tidak mungkin bisa mengajarkan pengetahuan kepada manusia lainnya. Manusia mungkin saja membuat orang lain meniru apa yang dia lakukan dan mendengar apa yang dia katakan, tetapi manusia tidak akan bisa membuat seseorang memiliki pengetahuan seperti yang dimiliki dirinya. Dengan kata lain, tidak ada cara bagi manusia untuk melakukan “transfer pengetahuan” jika hanya bergantung pada dirinya sendiri, karena memang manusia tidak tahu bagaimana cara melakukannya dan tidak pernah ada yang mengajarkannya. Ketika kita memiliki seorang anak bayi, tentu dia akan melihat gerak-gerik kita, melakukan imitasi terhadap apa yang kita lakukan. Tetapi sejak lahir, anak belum memiliki bahasa seperti orang tuanya. Dia tidak pernah mendengar dan mengerti bahasa yang digunakan orang tuanya. Bagaimanakah caranya hanya dengan mengikuti gerak-gerik orang tuanya (tanpa bahasa verbal), si anak bisa mengetahui tentang ini dan itu? Bagaimana anak itu bisa mendapatkan pengertian dan pengetahuan? Dapatkah Anda berpikir tanpa bahasa verbal dalam kepala Anda? Jika kita saja tidak dapat membayangkannya, apa yang sebenarnya ada di dalam kepala anak kecil yang sedang belajar itu?
Agustinus mengatakan bahwa pengetahuan semata-mata bisa didapatkan oleh manusia bukan karena komunikasi dan bahasa. Pengajaran akan pengetahuan dimungkinkan hanya jika ada Tuhan yang berkuasa atas akal budi manusia. Tuhan sendirilah yang mengajarkan manusia. Berikut tulisan Agustinus tentang hal ini:
At the same time I wrote a book entitled De magistro, in which after discussion and investigation it is discovered that there is no teacher who teaches men knowledge (scientia) except God, as is in fact written in the Gospel: “One is your teacher, Christ” [Matthew 23:10]. (Retractationes 1.11)
Argumen ini terlihat akan menghancurkan seluruh pengajaran yang dilakukan manusia. Pengajaran yang manusia lakukan seakan-akan sia-sia dilakukan atau bahkan tidak diperlukan sama sekali. Jika kita melihat lebih jauh dalam karya Agustinus lainnya, argumen Agustinus ini tidak membuang usaha manusia dalam pengajaran karena dia menulis banyak buku untuk mengajarkan orang-orang di sekitarnya dan kita hari ini. Agustinus terlebih dahulu memperjelas kedaulatan Allah yang memegang pengetahuan yang kita miliki. Bahwa pengetahuan tidak pernah dikuasai oleh manusia sepenuhnya dan Tuhan memberikan pengetahuan kepada siapa Dia mau berikan. Maka jangan heran ketika kita menemukan ada orang yang sulit sekali diajar dan belajar padahal orang itu benar-benar ingin belajar dan memiliki kualifikasi yang cukup untuk mempelajari sesuatu. Jika Tuhan tidak membukakan, orang itu tidak akan mengerti walaupun belajar berhari-hari. Ini juga yang menjadi jaminan bagaimana pertama kali bayi yang tidak memiliki bahasa verbal bisa belajar melalui orang tuanya dan seakan-akan bisa berkomunikasi.
Dalam karya Agustinus lainnya, dia menjelaskan apa tugas dari bahasa dan bagaimana cara kerjanya. Agustinus percaya bahwa tujuan dari bahasa adalah membawa informasi melalui kata-kata. Satu-satunya tugas dari kata-kata (words) adalah sebagai penanda dari sesuatu (sign). Agustinus mengatakan, “For no one uses words except for the purpose of signifying something” (De doctrina christiana 1.2.2). Agustinus membagi sign menjadi dua macam, yaitu natural (naturalia) sign dan given (data) sign. Natural sign adalah tanda yang tanpa ada keinginan dari kita untuk menebak apa arti dari tanda itu, tetapi menyebabkan kita mengetahui adanya hal lain yang bisa dikenali melalui tanda itu. Contohnya adalah asap yang membubung tinggi menandakan adanya api; wajah yang sedih atau marah menandakan keadaan jiwa orang tersebut. Sedangkan given sign adalah tanda yang digunakan oleh antarmakhluk hidup untuk mendemonstrasikan sebisanya yang ada dalam benak (mind) mereka.
Agustinus mengatakan bahwa tidak ada alasan bagi kita untuk menandakan sesuatu, kecuali untuk mengekspresikan dan menghantarkan kepada mind orang lain apa yang ada di dalam mind kita. Tetapi given sign ini tidak harus kata-kata, bisa saja bahasa tubuh atau tanda lainnya. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa manusia paling sering melakukannya dengan kata-kata verbal. Tentang ini Agustinus menuliskan:
Words have acquired complete dominance among men for signifying anything conceived in the mind that anyone may wish to communicate (prodere). (De doctrina christiana 2.3.4)
Dengan ini kita mengetahui bahwa kata-kata merupakan cerminan dari apa yang ada di dalam mind seseorang. Walaupun kata-kata bisa digunakan untuk menipu, itu hanya membuktikan bahwa orang itu memiliki maksud dalam mind-nya untuk menipu sejak awal.
Apa yang ditandakan (signified) oleh kata-kata? Yang ditandakan oleh kata-kata adalah hal apa pun yang bisa dimengerti oleh manusia. Agustinus menuliskan:
A word (verbum) is a sign (signum) of any kind of thing (res), which can be understood by a hearer, and is uttered by a speaker. A thing is whatever is sensed or understood or is hidden. A sign is what shows both itself to the senses and something beyond itself to the mind. To speak is to give a sign by an articulate utterance. By articulate I mean one that can be comprised of letters. (De dialectica 5.7)
Dengan ini kita bisa melihat bagaimana mind berhubungan dengan kata-kata. Misalnya kata “jika”. Kata “jika” menandakan apa? Menurut Agustinus, “jika” menandakan keraguan. Lalu, kata “keraguan” menandakan apa? Apakah kata “jika” dan “keraguan” menandakan hal yang sama? Dalam penandaan yang sudah buntu ini Agustinus mengatakan, “Where is doubt if not in the mind?” (De magistro 2.3).
Pengertian bahasa Agustinus ini membukakan kita pada hidup yang theistik bahkan dalam wilayah bahasa. Kedaulatan Allahlah yang menjamin pembelajaran bahasa. Seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus bahwa Allahlah yang memberikan pertumbuhan. Demikianlah perkembangan pembelajaran bahasa seorang manusia pertama-tama merupakan pemberian Allah yang kita kenal sebagai anugerah umum Allah kepada umat manusia. Melalui hal ini, Agustinus menyadarkan kita akan kebesaran Allah yang berdaulat dalam segala hal, termasuk bahasa yang kita “kuasai”. Dialah Allah yang mencipta dan memelihara ciptaan-Nya. Soli Deo Gloria.
Rolando
Pemuda FIRES