Agama adalah fenomena kompleks yang telah menjadi bagian penting dari kehidupan manusia sejak zaman dahulu. Agama dapat memberikan berbagai macam manfaat bagi manusia, seperti makna dan arti hidup, kenikmatan, kesuksesan, relasi, hiburan, dan sebagainya. Adalah hal yang wajar jika agama memiliki aspek emosional karena agama dapat memberikan rasa, tujuan dan makna hidup, ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan bagi penganutnya. Namun, apakah agama hanya berbicara mengenai emosi saja? Jika agama hanya tentang emosi saja, bukankah hal tersebut bisa kita dapatkan di luar agama, seperti dalam seni, baik itu seni musik dari Beethoven, Schubert, Bach, atau lagu-lagu pop; baik itu seni film dari Ingmar Bergman, Clint Eastwood, Peter Bogdanovich, Yasujiro Ozu, dll.; baik itu seni literatur dari Fyodor Dostoevsky, Leo Tolstoy, Ernest Hemingway, dll. Aspek emosi tersebut juga bisa kita dapatkan dari menonton pertandingan Liga Champions dan EPL atau aspek emosi tersebut juga bisa didapatkan dari relasi di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah.
Semua itu bisa dilakukan tanpa agama, dan banyak orang dapat hidup bahagia dan mendapatkan makna hidup tanpa agama. Rutinitas yang baik, cinta, seni, status sosial, atau bahkan seekor anjing, dapat membuat manusia bertahan hidup. Jika beragama hanya karena aspek emosional saja, seperti “Aku merasa aku bersama Tuhan, “Aku merasa aku diberkati”, “Aku merasa lebih bahagia”, maka agama adalah hal yang sia-sia saja. Agama yang hanya didasarkan pada emosi adalah agama yang tidak memiliki dasar yang kuat. Agama yang didasarkan pada emosi semata-mata adalah agama yang berdasarkan pada perasaan dan keinginan manusia. Agama yang demikian tidak dapat bertahan lama, karena perasaan dan keinginan manusia dapat berubah. Agama yang didasarkan pada emosi saja adalah agama yang hanya akan menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan emosional manusia. Agama yang demikian tidak akan mampu mendorong manusia untuk menjadi lebih baik dan lebih bermoral karena manusia akan cenderung hanya mengejar kepuasan emosional tanpa peduli pada kebenaran dan moralitas. Jika demikian, mengapa harus beragama?
Agama khususnya agama Kristen, tidak hanya berbicara tentang emosi, tetapi juga tentang fakta dan realitas. Agama Kristen didasarkan pada keyakinan bahwa ada kebenaran objektif tentang dunia ini. Keyakinan ini tidak didasarkan pada perasaan atau keinginan manusia, tetapi pada wahyu dari Tuhan. Keyakinan ini dapat berupa keyakinan tentang keberadaan Tuhan, keyakinan tentang tujuan hidup manusia, atau keyakinan tentang nilai-nilai moral yang didasarkan pada Alkitab sebagai otoritas tertinggi, yang merupakan wahyu dari Tuhan. Leon Morris, di dalam bukunya yang berjudul The Cross of Jesus, memberikan gagasan yang menekankan pada kebenaran yang faktual dan objektif mengenai kekristenan, yaitu:
- Manusia secara benar telah rusak dan jatuh ke dalam dosa sehingga membutuhkan penebusan. Morris menjelaskan bahwa dosa bukan hanya pelanggaran moral tetapi juga pemberontakan melawan Allah yang menyebabkan manusia terpisah dari Allah. Dosa tersebut telah merusak kodrat manusia, membuatnya tidak mampu hidup dalam hubungan yang benar dengan Allah dan sesamanya. Morris menjelaskan bahwa kematian Yesus merupakan korban perdamaian yang sempurna untuk dosa manusia.
- Hubungan manusia dengan alam pasti rusak. Dosa bukan hanya pelanggaran moral dan spiritual tetapi juga kerusakan terhadap tatanan ciptaan Allah. Allah memberi mandat kepada manusia untuk memerintah atas ciptaan-Nya dengan bijaksana dan bertanggung jawab. Kejatuhan dosa menyebabkan rusaknya hubungan alam dengan manusia. Keserakahan dan egoisme manusia telah menyebabkan eksploitasi sumber daya alam.
- Manusia secara objektif mewarisi cara hidup yang jahat/biadab melalui penyembahan berhala dan hal tersebut menjalar kepada kehidupan manusia secara praktis, termasuk cara berpikir, berpakaian, melakukan aktivitas, dan sebagainya.
- Pengorbanan Kristus secara objektif dapat menebus semuanya. Pengorbanan Kristus di kayu salib menandakan kemenangan atas dosa dan maut, yang telah menjadi kuasa yang mencengkeram manusia sejak kejatuhan Adam dan Hawa. Kematian Kristus menghancurkan kuasa dosa dan memulihkan hubungan yang telah rusak dengan menyediakan perdamaian antara Allah dan manusia.
Menurut Morris, jika agama hanya berbicara tentang “Aku merasa hidupku bermakna”, “Aku merasa aku diberkati”, “Aku menjadi lebih bahagia”, “Aku merasa hadirat Tuhan”, jika agama hanya tentang aku yang diuntungkan, maka tidak perlu beragama, karena di luar agama banyak hal-hal yang dapat menguntungkan mereka. Jadi, mengapa kita beragama? Jawabannya adalah karena kita sudah jatuh ke dalam dosa dan kejatuhan tersebut memengaruhi kehidupan manusia menjadi tidak baik dan tidak bermoral, hubungan manusia dengan alam pasti rusak, hubungan manusia dengan Allah sudah rusak, dan hanya Kristus yang dapat menebus semuanya. Kita harus percaya Kepada Tuhan Yesus dan karya penebusan-Nya, sehingga kita bisa dipulihkan dari keadaan kita yang telah jatuh ke dalam dosa. Satu-satunya jalan untuk keluar dari kejatuhan dosa adalah menerima Tuhan Yesus dan karya penebusan-Nya dan tidak ada jalan lain. Kebenaran objektif inilah yang menjadi dasar iman Kristen. Iman Kristen adalah tentang kepercayaan kepada kebenaran objektif ini dan kebenaran tersebutlah yang akan menuntun manusia pada pembaruan kehidupan secara moral.
Apakah orang Kristen sadar bahwa ada yang lebih penting dari perasaan dan keuntungan mereka? Apakah orang Kristen sadar bahwa ada fakta dan realitas yang mendirikan agama mereka? Apakah orang Kristen sadar, jika agama mereka hanya tentang merasa terberkati dan terhibur, maka agama mereka tidak benar, karena tidak ada fakta yang benar secara logis?
Orang Kristen harus sadar bahwa agama mereka ada bukan untuk menyenangkan dan memberkati mereka, namun ada karena terdapat kebenaran objektif dan faktual, yaitu kutukan dari Allah kepada manusia, sehingga Allah karena kasih karunia-Nya yang besar memberikan Anak-Nya yang tunggal, Tuhan Yesus, mati di kayu salib untuk mendamaikan manusia dengan Allah. Hal tersebut adalah dasar iman kita, dasar iman kita bukan hanya untuk menyenangkan dan memberkati orang Kristen, namun dasar iman adalah kebenaran faktual tentang perdamaian yang dikerjakan oleh Allah dengan kasih yang berlimpah. Iman Kristen adalah tentang kasih Allah yang besar kepada manusia, yang telah rela berkorban untuk menebus dosa manusia.
Referensi
Morris, Leon. 1988. The Cross of Jesus. Inggris: Eerdmans Pub Co. (Orig. pub. 1988.).
Ernike Ginting Babo
Mahasiswi Calvin Institute of Technology
Jemaat GRII Pusat