Kita dibentuk setiap hari, tidak peduli kita menyadarinya atau tidak, oleh berbagai praktik-ritual dan kebiasaan yang menjadikan kita seperti sekarang. Kita menerima berbagai praktik–yang sering kali dihafalkan–bukan hanya dari gereja atau Alkitab tetapi dari budaya di sekeliling kita.”
Sadarkah kita bahwa musik yang kita dengar membentuk kita? Dan bahwa hal pertama yang kita lakukan saat bangun tidur adalah ibadah kita? Seberapa pentingkah rutinitas kita di hadapan Tuhan? Sebagian dari kita sering berpikir bahwa hari Minggu adalah hari yang istimewa karena hari tersebut merupakan “harinya Tuhan”, sedangkan hari Senin–Sabtu adalah hari biasa yang diisi dengan kegiatan rutinitas yang melelahkan dan membosankan. Tish Warren, penulis buku Liturgy of the Ordinary membuka wawasan kita mengenai kebiasaan sehari-hari yang kita lakukan. Pembahasan di dalam buku ini diungkapkan dengan gaya bahasa yang lugas, sederhana namun menyingkapkan makna yang dalam. Warren dengan brilian mengaitkan antara liturgi dan kebiasaan kita sehari-hari seperti bangun tidur, menggosok gigi, memakan makanan sisa, sampai tidur. Buku ini mengulas bagaimana caranya seseorang dapat menghidupi narasi Injil dalam kesehariannya.
Keseharian manusia menjadi bermakna karena adanya inkarnasi Kristus. Kristus telah merendahkan diri menjadi manusia dan menebus setiap tahapan hidup manusia. Kristus mengalami apa artinya menjadi manusia dalam kesehariannya, dengan segala keterbatasannya dan banalitasnya. Kristus telah memberi teladan bagi kita; tidak ada aktivitas yang terlalu rutin dan terlalu remeh untuk mencerminkan kemuliaan dan martabat Allah.
Kita hidup di zaman narsistik di mana semua orang ingin berusaha menampilkan yang baru, berbeda, dan “melawan tren” atau kebiasaan lama supaya dianggap keren. Karena itu kita sebagai orang Kristen dipanggil untuk melawan zaman. Saya dahulu berpikir bahwa cara untuk mewujudkan hal itu adalah dengan memiliki kepercayaan dan pemikiran yang benar atau memiliki worldview yang alkitabiah. Namun, melalui buku ini saya belajar bahwa kunci untuk mengubah zaman ternyata tersimpan dari apa yang kita lakukan sehari-hari. Kita bisa melawan zaman dengan melakukan kebiasaan sehari-hari yang diarahkan kepada kasih dan kerinduan kepada Allah. Kehidupan orang Kristen adalah yang dilakukan dalam diam, berulang, dan dalam keseharian. Justru dalam keseharian iman orang Kristen perubahan yang Allah kerjakan berakar dan bertumbuh.
Resensi: Isi dan Penulis Buku
Buku ini disusun berdasarkan kegiatan yang terjadi dalam kehidupan manusia pada satu hari, mulai dari bangun pagi sampai tidur. Setiap hari kita hidup secara intuitif mengikuti suatu pola tertentu. Setiap manusia memulai harinya dengan bangun pagi, dan Warren mengaitkannya dengan baptisan. Orang Kristen seharusnya memulai harinya dengan memercayai identitasnya sebagai orang yang telah dibaptis.[1] Bagi kita yang lahir dalam keluarga Kristen, berdoa saat sesudah bangun tidur adalah hal yang biasa kita lakukan. Mungkin bagi kita yang hidup dalam keluarga Kristen, sangat mudah bagi kita untuk menyadari bahwa kita adalah umat yang menerima kasih karunia Allah. Tidak ada identitas yang lebih dalam daripada hal itu. Identitas ini perlu untuk kita mengerti dengan baik agar dapat mengerti bagaimana menjalani keseharian dan bergumul untuk berelasi dengan orang sekitar.
Setelah bangun, kita biasanya merapikan tempat tidur. Penulis buku ini mengaitkan kegiatan membereskan tempat tidur dengan kebiasaan apa pun yang membentuk kehidupan. Merapikan tidur mencerminkan tindakan penciptaan dari Allah. Penciptaan dimulai dari kekacauan dan berakhir menjadi keteraturan dan keindahan. Dalam kekacauan keseharian, kita membuat keteraturan yang kecil.
Setelah bangun dan merapikan tempat tidur, maka umumnya kegiatan selanjutnya adalah menyikat gigi. Tish mengaitkan menyikat gigi dengan sikap menyembah.Manusia diciptakan dengan tubuh dengan tujuan tertentu. Tubuh tidak terpisahkan dari ibadah. Tubuh rusak karena dipengaruhi dosa, tetapi Kristus telah menebus tubuh. Kristus bangkit dengan tubuh. Ini menunjukkan bahwa Allah memelihara dan menopang tubuh. Karena Kristus bertubuh, maka cara kita memelihara tubuh kita bukanlah keharusan yang tidak bermakna melainkan agar kita bisa melakukan ibadah dan pemuridan.
Bab-bab selanjutnya membahas kejadian yang dialami penulis sehari-hari yang mungkin menjadi kegiatan dari sebagian dari kita. Buku ini diakhiri dengan bab mengenai tidur. Seharian belajar maupun bekerja membuat kita merasa lelah dan ingin tidur. Penulis buku ini mengaitkan tidur dengan Hari Minggu, Istirahat, dan Pekerjaan Allah.Istirahat dipelajari melalui kebiasaan dan pengulangan. Kesamaan antara tidur dan ibadah bersama menunjukkan kesukaan, kepercayaan, dan keterbatasan kita. Dengan tidur, kita belajar untuk tenang dan berserah kepada Tuhan di tengah pergumulan yang kita hadapi.
Memang kita tidak bisa secara sempurna memikirkan makna theologis di balik setiap kegiatan yang kita lakukan setiap harinya. Natur manusia yang malas cenderung untuk menjalani hidup sesuai insting, tanpa benar-benar ingin memikirkan makna dari setiap kegiatan yang dikerjakan. Sayangnya, manusia tidak bisa hidup berdasarkan insting. Karena jika demikian, secara perlahan dan tanpa disadari, suara godaan narasi dunia akan makin lantang dan menghasut kita untuk menjadi serupa dengannya. Cara pandang kita terhadap diri, Tuhan, dan sesama sangat dibentuk oleh “the ordinary”. Kita perlu secara sadar dan konsisten berperang dengan giat dalam keseharian kita dan menghidupi narasi Injil dengan pertolongan Allah.
Deskripsi Buku
Judul: Liturgi (Kebiasaan) Kehidupan Sehari-hari
Judul Asli: Liturgy of the Ordinary
Penulis: Tish Harrison Warren
Penerbit: Literatur Perkantas
Tebal: viii + 178 halaman
Cetakan: Ke-1 (Agustus 2019)
Terjemahan: Tim Literatur Perkantas Jawa Timur
Jessica Angelina Jolie
Mahasiswa Calvin Institute of Technology
Jemaat GRII Pusat