Dalam edisi sebelumnya kita sudah melihat bagaimana Tuhan sudah bekerja melalui seseorang yang dibesarkan tanpa ibu sampai akhirnya pengaruhnya terus berlanjut bahkan setelah ia mati. Magnum opus Ernst Troeltsch, The Social Teaching of the Christian Churches, menjabarkan lima karakteristik pemikiran Calvin yang tidak dimiliki oleh sistem pemikiran mana pun, yaitu: predestinasi, peranan individu, komunitas kudus, etika Calvinisme, dan pandangan sosial tentang kesetaraan.[1] Inilah yang membuat dampak Calvinisme telah berhasil menembus ikatan-ikatan masyarakat pada masa itu bahkan dampaknya melampaui sistem pemikiran yang lain. Masa Reformasi selamanya akan dikenang di mana gereja telah berhasil menjalankan tugasnya di tengah-tengah dunia yang pengaruhnya masih bisa kita rasakan sampai sekarang. Dalam edisi kali ini kita akan melanjutkan pembahasan mengenai dampak pemikiran Calvin dan Calvinisme pada bidang-bidang yang lain.
Pengaruhnya  terhadap Ekonomi
  Dampak langsung  Calvinisme terhadap dunia ekonomi pernah didiskusikan oleh ahli sosial, Max  Weber. Menurut Max Weber, Calvinisme memberikan pengaruh yang besar terhadap  munculnya kapitalisme modern.[2] Ia mencoba menginterpretasi ulang  secara sekuler dunia modern sebagai hasil dari interpretasi kehidupan ala Calvinisme. Tentunya kita harus hati-hati dalam menerima pandangan ini karena  Weber sendiri tidak bisa dilepaskan dari ikatan zamannya di mana pengaruh Kant  dan Nietzsche begitu besar. Setidaknya Weber benar bahwa negara-negara  Protestan memberikan pengaruh yang besar dalam penggunaan uang secara  hati-hati. Pengaruh ini didapatkan dari ajaran Calvin tentang apa arti bekerja,  pembayaran bunga, dan pengertian terhadap profit. Calvinisme membuat dobrakan  besar kepada konsep medieval di zaman sebelumnya, di mana menurut Thomas  Aquinas, bekerja hanyalah diperlukan untuk membiayai dan memelihara individu  dan komunitas. Ketika ini sudah dicapai, perjuangan lebih lanjut hanyalah  sia-sia. Calvin memberikan basis religius dalam bekerja yaitu konsep tentang  panggilan yang membuat pengikutnya bekerja sungguh-sungguh untuk memuliakan  Tuhan. Di masa sebelumnya, pekerjaan paling penting adalah pekerjaan yang  berkaitan dengan hal-hal religius, tetapi Calvin membuat gebrakan di mana  pekerjaan sekuler adalah pekerjaan yang sama religiusnya. Ajaran Calvin bahwa  bekerja itu ibadah (laborare est orare) membuat manusia harus  mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang telah diberikan Allah (atau dalam  kata lain manusia bekerja keras untuk memuliakan Allah). Calvin juga sangat  tidak menyukai orang yang tidak bekerja dan pengemis yang hanya menggantungkan  diri pada jerih payah orang lain yang menurutnya sangat tidak Alkitabiah.[3]  Penatalayanan menjadi tema sentral di mana semua harta kita semata-mata adalah  anugerah Allah dan kita harus setia mengelolanya untuk dikembalikan kepada  Tuhan. Konsep kerja demikian menyebabkan berbagai kemajuan dalam bidang ekonomi  yang bertahan selama beratus-ratus tahun di daerah-daerah seperti Inggris,  Perancis, Belanda, dan negara-negara penganut Calvinisme lainnya.
Calvin juga membuat perubahan konsep signifikan tentang konsep peminjaman berbunga. Dalam zaman medieval, konsep pemberian bunga sangat dikutuk, sedangkan Calvin membalikkan cara berpikir ini dengan memperbolehkan peminjaman uang dengan bunga agar orang lain bisa menggunakan uang dan tidak diam secara sia-sia. Penggunaan bunga juga membuat orang yang meminjam tidak mempermainkan dan menganggap remeh uang tersebut. Walaupun demikian Calvin juga melarang pemberian bunga berlebihan dan menindas orang lain. Calvin mengkritik cara tafsir Alkitab tentang larangan menarik bunga bagi sesama Kristen tanpa melihat kondisi saat itu.[4] Di zaman Calvin, secara umum bunga berkisar antara 20%-30% dan Calvin hanya mengizinkan bunga di bawah 5%.[5] Konsep semacam ini mengakibatkan orang Kristen harus bertanggung jawab dalam memakai uang mereka dan hal itu membuat mereka semakin menyimpan uang mereka. Uang yang banyak ini tetap harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan sehingga mereka menanam modal dan bekerja sehingga mereka mendapatkan uang yang lebih besar lagi. Inilah yang menimbulkan semangat kapitalisme. Di sinilah letak bahaya di mana jika generasi-generasi berikutnya mengadopsi struktur Calvinisme tanpa mengerti dan menghidupi jiwa Calvinisme dengan sungguh-sungguh. Negara-negara yang kaya meminjamkan uang kepada negara miskin, lalu terjadilah peminjaman suku bunga. Hal ini menimbulkan adanya penindasan terhadap negara-negara miskin. Negara yang kaya menjadi semakin kaya dari pengeluaran negara-negara miskin. Konsep menghidupi diri dari jerih lelah orang lain jelas-jelas bukanlah jiwa Calvinisme karena Calvin sangat mengutuk ketidakadilan dalam perdagangan. Ketamakan kapitalisme menjadi bukti keterbatasan manusia untuk membangun ekonomi yang sempurna.[6]
Pengaruhnya  terhadap Sains
  Calvin juga  memiliki peranan yang cukup penting dalam kemajuan dunia sains. Baginya, sains  adalah pekerjaan yang sangat mulia membawa manusia kepada kemuliaan Tuhan.  Sejarah telah membuktikan bahwa perkembangan sains dari Northern Europe (negara-negara Protestan) meningkat tajam sejak zaman Reformasi, lebih terutama  lagi adalah peningkatan signifikan dari negara-negara penganut Calvinisme. Jam  pendulum, peralatan optik, mikroskop, termometer, dan banyak teknologi terbaru  saat itu, semua dihasilkan oleh negara-negara penganut Calvinisme, dan terutama University of Leiden yang menarik banyak pemikir dari seluruh dunia.  Para ilmuwan yang telah dipengaruhi Calvinisme baik dari sayap Puritan maupun  Huguenot selalu memuji Tuhan dan menghargai karya ciptaan-Nya ketika mereka  melakukan penelitian mereka. Bapak dari ilmu comparative anatomy,  Volcher Coiter memuji providensia Tuhan yang didemonstrasikan dalam adaptasi  struktur hewan.[7] Bernard Palissy, peneliti tumbuhan dari sayap  Huguenot sangat peduli dan marah ketika manusia merusak pepohonan.[8]  Calvin membuka kemungkinan sinkronisasi dua buku yang ditulis oleh Allah, yaitu  Alkitab (wahyu khusus) dan buku alam (wahyu umum) dan bagaimana kedua buku ini  berinteraksi yang banyak didiskusikan dalam Institutes-nya. Jika kita  membaca 6 chapter awal dalam buku Institutes, terlihat bahwa  Calvin menghabiskan waktu begitu banyak membahas tentang Cicero, karena Cicero  merepresentasikan cara klasik untuk menginterpretasikan dunia. Calvin  mengatakan bahwa alam menunjuk kepada Allah tapi secara kepingan-kepingan  sehingga menimbulkan kebingungan maupun pemberhalaan alam sehingga di sisi lain  buku alam ini akan mempresuposisikan wahyu khusus.[9] Calvin  berargumen bahwa Alkitab memberikan pandangan yang lebih penuh dan konsisten  dalam melihat natural order sehingga ketika kita kembali membaca buku  alam dalam perspektif Alkitab, kita melihat dengan jelas.[10] Membaca  Alkitab akan memberikan kita framework untuk membaca kembali buku alam  bahkan Alkitab sendiri memberikan mandat untuk mengerti alam semesta. Tetapi  Calvin sekali lagi mengingatkan bahwa Alkitab bukanlah buku sains untuk  membahas alam secara detail melainkan hanya memberikan pedoman. Pandangan  Calvin akan pergerakan dari buku alam menuju Alkitab dan kembali kepada buku  alam membuat kita lebih mengerti kebijaksanaan Allah. Ini adalah titik awal  yang sangat signifikan bagi orang Kristen dalam mengerjakan sains. Kepercayaan  Calvin kepada general priesthood dalam membaca Alkitab maupun buku alam  sesuai kapasitas masing-masing telah mendorong observasi kepada burung, bunga,  cuaca, banjir, gerakan planet, bahkan pergeseran jarum magnet. Pengaruh  Calvinisme sangat kental dalam perkembangan sains empiris di mana sebelumnya  sains teoritis berdasarkan asumsi-asumsi tanpa bukti yang lebih menonjol.  Johannes Kepler, sebagai seorang imam yang membaca wahyu umum menuliskan bahwa  kemuliaan Allah harus diletakkan di atas segalanya.[11] Inilah  pengaruh Theologi Reformed dalam tujuan sains yang dikerjakan pada masa itu,  yang dicari adalah kemuliaan Allah.
Mungkin bisa dikatakan bahwa pengaruh Calvin yang paling utama terhadap sains adalah cara interpretasinya terhadap Alkitab karena masalah terbesar pada saat itu adalah beberapa bagian Alkitab tampaknya berkontradiksi dengan sains. Calvin membuat kontribusi yang sangat besar kepada seluruh pertanyaan mengenai interpretasi Alkitab karena sejak Reformasi dimulai, otoritas gereja menjadi hilang. Kemudian muncullah ratusan interpretasi Alkitab dan banyak ajaran Kristen menjadi simpang siur. Masalah yang cukup besar adalah biblical interpretation dalam relasinya dengan natural science. Di zaman Calvin, Copernican Revolution[12] telah membuat ahli theologi berdebat masalah keliteralan Alkitab, sedangkan Calvin menyelesaikan masalah ini dengan prinsip sederhana, yaitu tidak ada satu pun kata di Alkitab yang bukan firman Tuhan, namun di saat yang sama Alkitab juga ditulis oleh manusia yang terbatas sehingga mereka menggunakan idiom, gambaran, metafora, dan kepercayaan di zaman mereka. Ketika menafsir kitab Kejadian misalnya, Calvin tidak mengambil posisi literal yang percaya ada air di atas langit, tidak juga mengambil posisi alegori seperti Origen, tetapi ia mengatakan bahwa cakrawala itu adalah awan karena ia berpikir bahwa Alkitab dirancang supaya orang yang tidak berpendidikan pun bisa mengerti.[13] Konsep akomodasi inilah yang merupakan konsep yang sangat penting dalam penafsiran Alkitab, yaitu Alkitab menggunakan bahasa akomodasi untuk para pembacanya. Calvin berargumen bahwa konsep fundamental dari Alkitab adalah Allah berbicara pada manusia, jadi cara speaker berbicara pada audience-nya harus dilihat sebagai bagian dari background untuk menginterpretasi teks. Calvin menghabiskan banyak waktu untuk menunjukkan bagaimana seorang speaker bisa berelasi dengan multiple audiences dengan mengadaptasi bahasa mereka. Allah sebagai speaker menggunakan Alkitab sebagai media untuk menyampaikan maksud-Nya kepada multiple audiences. Calvin menunjukkan bagaimana Alkitab banyak memakai bahasa akomodasi seperti Allah berelasi bagaikan seorang manusia, misalnya istilah menghadapkan wajah-Nya, memalingkan wajah-Nya, mengacungkan tangan-Nya, dan sebagainya. Calvin memakai pendekatan ini untuk menjelaskan mengapa Alkitab berulang kali menulis bumi diam tidak bergerak sedangkan sains membuktikan bumi berevolusi terhadap matahari.
Refleksi Calvin terhadap sains memberikan arah baru bagi sains. Sehingga bisa kita lihat dengan jelas bagaimana cara orang Protestan bersikap kepada alam sangat berbeda dengan orang-orang di zaman Middle Ages. Di zaman sebelumnya orang melihat alam sebagai sesuatu yang mistis, dan Calvin tidak nyaman dengan hal ini. Bagi Calvin, alam adalah sesuatu yang rasional yang bisa dimengerti karena ini adalah ciptaan Tuhan yang teratur yang bisa diakses oleh pikiran manusia. Calvin juga sangat mengerti bahwa pikiran manusia sudah dirusak oleh dosa dan bagaimana cara pikiran manusia sudah sangat bermasalah sehingga menimbulkan natural worship. Saat itu ikatan natural theology begitu kuat sehingga peranan Calvin sekaligus juga membebaskan alam dari dunia sakral, sehingga kita bisa mempelajari sains tanpa ikatan gereja. Di zaman sebelumnya, orang melihat bahwa adanya bagian-bagian ciptaan yang berelasi dengan realitas transenden yaitu Tuhan, di mana ada suatu penetrasi alam kepada wilayah ilahi, dan hal ini terlihat jelas dalam konsep transubstansi Perjamuan Kudus Katolik, dan Calvin membebaskan semuanya ini. Pandangan Calvin juga memiliki integrasi yang jauh lebih baik dari zaman setelahnya, enlightenment. Di Abad Pencerahan, orang memisahkan antara iman dan sains secara total sehingga sains tidak lagi memuliakan Tuhan. Calvin juga sering dikritik dan dituduh menghambat perkembangan sains dengan menuduhnya anti-Copernican[14] (kritikan yang cukup kuat oleh Bertrand Russel[15]), tapi hal ini tidak bisa dibuktikan dengan jelas karena hal itu tidak pernah ditemukan di dalam tulisan asli Calvin dalam bahasa Perancis, maupun terjemahan-terjemahan bahasa Jerman. Kata-kata Calvin yang mengkritik Copernicus hanya ditemukan di terjemahan bahasa Inggris dalam buku yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.[16]
Pengaruhnya  terhadap Seni
  Calvinisme telah  memperoleh banyak tuduhan sebagai anti seni karena pemikiran tentang Iconoclasm[17]  atau penolakan pengultusan benda-benda suci karena benda-benda tersebut  dianggap memiliki nilai seni yang sangat tinggi. Namun kenyataannya, selama ini  kesenian telah diikat oleh aspek mistik sehingga bidang ini sulit mengembangkan  wilayahnya. Calvinisme justru memberikan tempat untuk seni supaya seni bisa  berkembang tanpa ikatan gereja. Calvin berpendapat seni adalah karunia sempurna  dari Roh Kudus. Dalam prinsip Calvinisme, Allah adalah Allah yang kreatif di  mana Ia menciptakan seluruh dunia dengan segala keindahannya. Manusia yang  diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya mempunyai kapasitas seni untuk  mengembangkan dan menikmatinya. Namun sebegitu pentingkah peranan Calvinisme  terhadap perkembangan seni? Bukankah di zaman sebelumnya Renaissance telah mengerjakan kesenian yang mengagumkan? Mungkinkah bentuk Cinquecento atau high Renaissance dari da Vinci, Michelangelo, dan Raphael dengan  kualitasnya yang unik dapat dilampaui? Tidak diragukan bahwa Renaissance mempunyai pengaruh yang sangat besar kepada dunia kesenian. Namun jika  dibandingkan dengan Renaissance, Calvinisme memberikan pengaruh yang  lebih original, karena Renaissance memiliki banyak fitur yang  sama dengan zaman Yunani Klasik. Calvinisme memiliki interpretasi tentang  kehidupan manusia yang tidak tertandingi yang menyebabkan bergeraknya seni ke  wilayah yang lebih baik. Salah satu doktrin yang penting dari Calvinisme adalah  konsep mengenai common grace. Hal ini membuka peluang bagi non-believer untuk mengembangkan seni mereka sesuai talenta yang telah Tuhan karuniakan pada  mereka. Calvinisme juga membuat seni tidak hanya dinikmati oleh para pangeran  dan gereja, namun membuka kebebasan bagi seluruh rakyat jelata untuk  mengembangkan kesenian mereka. Bukti paling nyata adalah di negara-negara  Reformed, seni berkembang sangat pesat, terutama dari sayap Baroque. 
Pengaruh Calvinisme terhadap seni lukisan sangatlah luas. Lukisan-lukisan yang dipengaruhi oleh Calvinisme sangat berbeda dengan lukisan-lukisan Renaissance. Aliran seni ini disebut juga Northern Renaissance yang terjadi terutama di daerah Belanda. Larangan Calvin terhadap iconoclasm membuat kesenian Reformed bergeser fokusnya dan mulai memerhatikan detail-detail sederhana dari kehidupan. Sebelum ajaran Calvinisme mulai berkembang telah muncul pelukis yang memiliki gaya yang bersifat Reformasi, yaitu Albrecht Dürer yang sangat mengagumi Luther dan sangat mungkin dipengaruhi oleh Jan Hus di zaman sebelumnya. Setelah Calvinisme berkembang, banyak pelukis-pelukis yang muncul dengan kesederhanaan dan keunikan interpretasi mereka terutama di Belanda di mana suasana Reformed sangatlah kental. Dalam lukisan Rembrandt, Raising of the Cross misalnya, dapat kita temui bahwa ia sendiri yang menaikkan salib Kristus sebagai pernyataannya bahwa seluruh dosanya telah dilemparkan kepada Kristus di salib. Lukisan-lukisannya sangatlah sederhana dan ia sendiri tidak terpeleset ke dunia ilusi seperti lukisan-lukisan counter Reformation. Burckhardt melihat ada perbedaan yang sangat tajam antara ‘seni Utara’ dari Reformasi dan ‘seni Selatan’ dari Renaissance.[18] Di mana di Selatan orang-orang mencari lisensi dan pengakuan karena humanisme Renaissance tidak mempunyai makna dalam partikularitas hidup dan absolusitas moral, sedang di Utara di bawah ajaran Alkitab mereka memiliki kebebasan sekaligus juga nilai absolut. Ketatnya pandangan Calvin terhadap iconoclasm membuat Calvinisme sulit berkembang di bidang seni pahat dan seni-seni sejenisnya karena sangat besar potensinya jatuh ke penyembahan berhala. Di bidang seni sastra, kita juga merasakan pengaruh Calvinisme terutama dalam komunitas Puritan di mana salah satu yang paling menonjol mungkin adalah John Milton dalam karyanya Paradise Lost[19] and Paradise Regain[20]. Milton setidaknya dipengaruhi oleh tafsiran kitab Kejadian dari John Calvin[21] dan beberapa tafsiran lain. Pengaruhnya ke perkembangan sastra sangatlah besar misalnya dalam permainan kata yang lebih bebas, seperti pengabaian rima, ritme yang ireguler dan diksi yang unik. Sastranya juga memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan bahasa Inggris.
Di bidang seni musik, pengaruh Calvinisme masih kalah jauh dibanding Lutheran. Hampir mustahil untuk membayangkan siapa yang dapat melampaui pengaruh musik Lutheran di Jerman yang mencapai puncaknya oleh Johann Sebastian Bach. Calvinisme kalah oleh Lutheran karena di gereja-gereja Reformed sendiri musik dianggap tidak begitu penting dan instrumen dilarang dimainkan di ibadah.[22] Tapi sebenarnya Calvin bukanlah orang yang anti musik, bahkan dia mengatakan musik adalah kekuatan yang menakjubkan untuk menggerakan hati dan memperbaiki moral. Dalam tradisi Reformed kita juga bisa menemukan Geneva Psalter dengan melodi yang sangat unik yang disebut Geneva Jigs. Penerus-penerus Calvin misalnya Theodore Beza, menerjemahkan teks-teks Mazmur dengan melodi yang digubah oleh Louis Bourgeois di mana musik-musik ini akhirnya digunakan di Inggris, Jerman, Belanda, Skotlandia, dan tentu saja Swiss. Di masa sebelumnya hanya gereja yang diizinkan membuat musik dan musik-musik saat itu umumnya memakai Gregory Chant[23] yang tidak memedulikan ritme dan harmoni. Sedang dalam tradisi Calvinisme, ada kepercayaan akan common grace di mana non-believer juga dapat menemukan sistem musik yang indah melampaui believer karena Allah telah menanamkan konsep keindahan alamiah dalam diri setiap orang. Hal ini membuat Bourgeois, di bawah pengawasan Calvin langsung, berani mengadopsi ritme, melodi, dan sistem mayor minor dari musik populer[24]. Di zaman sebelumnya orang-orang juga hanya diizinkan untuk mendengar oratorio tanpa diizinkan untuk ikut beryanyi. Di zaman Calvin, semua orang diajak untuk beryanyi, di mana akhirnya disadari bahwa suara anak-anak melampaui suara tenor sehingga akhirnya dibuat terobosan di mana melodi utama diserahkan pada soprano. Goudimel, musikus Calvinis lain juga telah memengaruhi Palestrina yang akhirnya memengaruhi musik pada zaman-zaman selanjutnya. Keketatan Calvin juga memampukan musik-musik Reformed berkembang dengan stabil tanpa menimbulkan kekacauan pada ibadah seperti yang terjadi pada Gerakan Anabaptis.
Refleksi
  Mungkin masih  banyak lagi bidang-bidang yang tidak disadari telah banyak dipengaruhi oleh  Calvinisme dan tidak mungkin bisa didaftarkan semua secara lengkap, namun  pertanyaan yang lebih penting adalah apa yang bisa kita pelajari dari seorang  Calvin? Calvin adalah orang yang tidak hanya bertheologi, tetapi juga memakai  theologinya untuk mentransformasi seluruh zaman dan zaman setelahnya.  Pengaruhnya bahkan masih terlihat sesudah ia meninggal, seolah-olah dari sorga  ia masih mengatur dunia. Sistem sains, seni, ekonomi, hukum, politik, budaya,  dan sebagainya, tidak ada yang netral dan semuanya adalah hasil dari worldview tertentu. Kita tidak mungkin bisa sembarangan memakai sistem yang sudah ada  tanpa terpengaruh worldview di dalamnya. Calvinisme berhasil memasukkan  fondasi worldview ini ke dalam semua bidang kehidupan secara struktural  sehingga masing-masing bidang mengalami transformasi yang pada akhirnya telah  memengaruhi peradaban manusia. Mari kita refleksi sekali lagi, apakah kita sebagai  orang Reformed sudah memakai worldview kita untuk mentransformasi  seluruh bidang kehidupan yang dipercayakan pada kita secara benar dan utuh?  Ataukah kita hanya berpikir yang penting hidup baik-baik, berdagang dengan  jujur, perpuluhan, persembahan, tanpa menggumulkan sistem ekonomi yang  Alkitabiah. Memberi sedekah secukupnya, tanpa pernah menggumulkan struktur  sosial yang benar dengan prinsip-prinsip Alkitab. Meneliti alam dengan etika  yang benar, tidak mengubah data eksperimen, tanpa menggumulkan bagaimana Tuhan  menyatakan kemuliaan-Nya melalui ciptaan-Nya. Membuat lagu rohani, membuat  film-film yang tidak ada aspek kekerasan, okultisme, pornografi, dan sebagainya  tanpa memikirkan lebih dalam bagaimana struktur seni yang Alkitabiah itu  sendiri. Menjadi politikus yang tidak korupsi dan mengerjakan tugas dengan  beres tanpa menggumulkan bagaimana mentransformasi sistem pemerintahan dengan  benar. Jika cara berpikir orang Kristen lebih ke aspek pasif seperti ini, sulit  bagi kita mengharapkan munculnya suatu mandat budaya secara utuh dengan  integrasi antara theologi dan aspek-aspek lainnya. Karena pada kenyataannya  kita hanya memakai sistem budaya yang berdosa dan ditunggangi etika Kristen  lalu kita menyebutnya budaya Kristen padahal ujung-ujung nilai kekristenan kita  yang malah akan digerogoti pelan-pelan oleh sistem tersebut. Penebusan tidak  hanya menekankan perubahan arah hati saja tapi juga semua struktur yang  dibangun di atasnya. 
Betapa agung dan mulianya gerakan ini dan bagaimana Tuhan memakai Calvin, seorang yang dibesarkan tanpa sosok ibu, untuk memulai Gerakan Reformed dan telah menjadi berkat bagi seluruh dunia, dalam segala bidang, dan dalam segala lapisan masyarakat. Melalui Calvinisme, manusia dibawa kembali melihat kemuliaan Tuhan di sekitar kita. Tidak ada lagi perbedaan sakral dan sekuler, karena yang ‘sekuler’ pun haruslah dibawa kembali untuk memuliakan Tuhan. Kita semua adalah imam (priesthood of all believers), dan kita harus bertanggung jawab menjalankan tugas keimaman kita untuk membawa seluruh bidang kehidupan yang Tuhan percayakan pada kita untuk dikembalikan kepada-Nya. Reformed Theology telah memberikan kerangka bagi manusia untuk mengintegrasikan seluruh bidang kehidupan tanpa terkecuali. Sungguh merupakan anugerah yang sangat besar jika kita diizinkan Tuhan bisa mengenal Gerakan Reformed dan boleh meneruskan gerakan ini. Mari berjuang bersama bagi kemuliaan-Nya, Tuhan dan Juruselamat kita satu-satunya, Yesus Kristus!
Hendrik Santoso  Sugiarto
  Pemuda GRII  Singapura
Endnotes: 
  [1]   Ernst  Troeltsch, The Social Teaching of the Christian Churches. Volume 2, Chapter 3-3, 579.
  [2]   Max Weber, The  Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. 1904.
  [3]   John Calvin, Commentary  on Second Thessalonians. 2 Thessalonians 3:10.
  [4]   John Calvin, Letter  to Claude de Sachin. 1545.
  [5]   Haas, Guenther H. The  Concept of Equity in Calvin’s Ethics. 1997.
  [6]   Saya berterima  kasih kepada Sdri. Priscilla Tanjung untuk bantuannya pada paragraf tentang  ekonomi ini dalam masa deadline penulisan artikel PILLAR yang cukup  ketat ini. Saya berterima kasih juga atas bantuannya dalam melengkapi footnote-footnote yang ada.
  [7]   Volcher Coiter, Externarum  et internarum principalium humani corporis tabulae, Noribergae, 1572, c.3.
  [8]   B. Palissy, Oeuvres,  ed. Anatole France, Paris, 1880: Recepte veritable (1564), pp. 35, 114.
  [9]   John Calvin, Institutes  of the Christian Religion, Book 1, Chapter 5.
  [10]  John Calvin, Institutes  of the Christian Religion, Book 1, Chapter 6.
  [11]  Kepler to Herwart  von Hohenberg, 26-III-1958.
  [12]  Perubahan  paradigma dari teori bumi adalah pusat tata surya menjadi teori bahwa bumi  berputar mengelilingi matahari.
  [13]  John Calvin, Commentary  on Genesis – Volume 1, Genesis 1:1-31.
  [14]  Orang yang menolak  tata surya berpusat di matahari.
  [15]  Betrand Russel, History  of Western Philosophy, 1945.
  [16]  Andrew Dickson  White, Warfare of Science with Theology.
  [17]  John Calvin, Institutes  of the Christian Religion, Book 1, Chapter 11.
  [18]  Jacob Buckhardt, The  Civilization of the Renaissance in Italy. 1860.
  [19]  John Milton, Paradise  Lost. 1668.
  [20]  John Milton, Paradise  Regain. 1671.
  [21]  John Calvin, Commentary  on Genesis.
  [22]  John Calvin, Commentary  on the Book of Psalms. Psalm 92:1-4.
  [23]  Kidung liturgis monofonik dari kekristenan Barat yang adalah musik tertua yang dikenal karena merupakan kumpulan kidung pertama  yang diberi notasi pada abad ke-10.
  [24]            Abraham Kuyper, Lectures on  Calvinism, part 5.