Dalam Seminar Pembinaan Iman Kristen (SPIK) Sabtu, 6 Desember 2014 tentang Allah Tritunggal, Pdt. Dr. Stephen Tong menjelaskan bahwa sumber Firman (Allah Bapa) mengeluarkan Firman (Allah Anak) atau berfirman melalui penghembusan napas (Allah Roh Kudus). Serupa dengan ini, manusia memakai napas (udara yang diisap dan dikeluarkan kembali) bersama kata-kata yang kita ucapkan dan melalui napas atau udara itu kata-kata disampaikan sehingga bisa didengar (dan dimengerti oleh manusia lainnya). Artikel ini membahas analogi ini dari teori ilmu bahasa atau linguistik dan interaksi intratrinitarian Allah Tritunggal dalam bahasa.
Bunyi Bahasa
Bahasa adalah anugerah dari Allah untuk manusia. Tidak ada makhluk lain di dunia ini yang diciptakan serupa dengan Allah dan mempunyai sistem bahasa seperti manusia[1]. Bahasa menunjukkan keagungan Allah. Bahasa di dalam kehidupan kita sehari-hari umumnya dinyatakan melalui bunyi-bunyi bahasa[2] yang keluar dari mulut kita secara primer dan dengan tulisan secara sekunder[3]. Sekunder di sini berarti tulisan tidak mutlak adanya, sebagian besar bahasa manusia tidak dituliskan, dan tulisan diciptakan manusia setelah manusia bisa berkomunikasi dengan bunyi-bunyi bahasa. Bagaimana manusia bisa mengeluarkan bunyi-bunyi tersebut? Dalam linguistik, bidang yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa adalah fonetik. Salah satu subbagian dari bidang fonetik adalah fonetik artikulatoris, yaitu cabang fonetik yang menyelidiki bagaimana bunyi bahasa dihasilkan dengan alat-alat ucap kita yang kompleks.
Sistem Pembentukan Bunyi Bahasa
Organ-organ tubuh yang kita miliki dan gunakan untuk menghasilkan bunyi-bunyi bahasa adalah paru-paru, trakea, laring, pita suara, faring, bagian-bagian di mulut (rongga mulut, lidah, gigi, bibir, langit-langit mulut), dan rongga hidung. Kita memanfaatkan pernapasan sebagai sumber tenaga untuk berbicara. Udara yang kita hirup melalui hidung masuk ke bawah ke paru-paru dan dari paru-paru didorong ke atas melalui trakea ke laring. Arus udara di laring bergetar dan mengalami perubahan melalui gerakan membuka dan menutup pita suara. Perubahan bentuk saluran suara (faring, rongga mulut, dan rongga hidung) menghasilkan bunyi-bunyi bahasa yang berbeda dan bunyi-bunyi bahasa itu keluar melalui mulut dan/atau hidung (lihat Gambar 1). Bunyi bahasa yang kita ucapkan sebenarnya adalah getaran udara atau napas yang kita keluarkan melalui mulut dan/atau hidung. Bunyi bahasa ini frekuensinya berbeda-beda sehingga kita bisa mendengar bunyi-bunyi yang berbeda, misalnya bunyi zzz, mmm, aaa, dan sebagainya.
Kaitannya dengan Allah Tritunggal
Mengacu kepada sistem pembentukan bunyi bahasa ini, Allah Bapa adalah penutur (speaker) atau sumber tuturan (source of speech). Tuturan yang akan dituturkan ada dalam diri penutur sebelum tuturan itu dinyatakan dalam bunyi bahasa. Allah Anak adalah tuturan itu. Dalam Yohanes 1 ditulis bahwa Firman itu ada kekal bersama Allah. Dalam bahasa Yunani, Firman ini adalah logos (λόγος) yang bisa diterjemahkan sebagai perkataan (termasuk buah pikiran); topik, sebab, atau motif. Logos atau Firman dalam Yohanes 1 ini secara analogi berhubungan dengan Firman Allah dalam karya penciptaan (Kejadian 1) dan tulisan yang diilhamkan Allah (2Tim. 3:16) (Poythress 2009: 20). Allah Roh Kudus adalah napas (breath) yang merupakan sumber kekuatan dan membawa tuturan itu ke tempat tujuan. Mazmur 33:6: “Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentaranya.” Dalam bahasa Ibrani, napas adalah ruakh (ר֫וּחַ) yang padanannya dalam bahasa Indonesia antara lain adalah roh, angin, dan napas[4]. Ruakh selain terdapat dalam Mazmur 33:6, juga ditulis dalam Kejadian 1:2: “Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air”, Ayub 33:4, dan Mazmur 104:29-30 yang menunjukkan peranan Roh yang menguatkan dan memberi kehidupan.
Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Tuturan bahasa yang dihasilkan ditujukan untuk didengar. Bahasa sering kita pahami sebagai alat untuk berkomunikasi dan berinteraksi. Karena itu, bahasa melibatkan lebih dari satu entitas, minimal dua, yaitu satu penutur dan satu pendengar (lihat Gambar 2). Dua atau lebih entitas yang berinteraksi dengan bahasa membentuk komunitas bahasa.
Dalam Gambar 2 (di samping), otak A mengeluarkan perintah untuk mengeluarkan bunyi bahasa sebagai perwujudan dari isi makna yang ingin disampaikan dan menggerakkan organ-organ pembentuk bunyi bahasa untuk mengeluarkan bunyi bahasa. Bunyi bahasa dikeluarkan dalam getaran yang diteruskan melalui udara dan sampai ke telinga B. Telinga B berespons terhadap getaran (bunyi) tersebut dan mendengarnya. Otak B menghubungkannya dengan suatu makna. Komunikasi antara A dan B bisa berjalan dengan baik bila isi maksud yang ingin disampaikan A sama dengan makna yang diproses oleh B.
Komunitas Bahasa Allah Tritunggal
Bagaimana dengan komunitas bahasa pribadi-pribadi dalam Allah Tritunggal (intratrinitarian)? Siapa penutur, siapa pendengar dan tuturan? Dalam Yohanes 16:13-15 ditulis bahwa Allah Roh Kudus mendengar dari Allah Bapa dan Allah Anak, dan Allah Roh Kudus menyampaikan ke manusia. Melalui Yohanes 17 kita bisa melihat bahwa Allah Anak berbicara dengan Allah Bapa (Poythress 2009). Dalam Kejadian 1:26 ditulis bahwa Allah Bapa berbicara dengan Allah Anak dan Allah Roh Kudus. Melalui ayat-ayat di atas, kita bisa melihat bahwa Allah Bapa dan Allah Anak saling berkomunikasi, Allah Roh Kudus mendengar dari Allah Bapa dan Allah Anak. Allah Roh Kudus bersama-sama dengan kita sebagai orang percaya memampukan kita untuk mendengar dan menerangi kita (1Kor. 2:6-16, 1Yoh. 2:20-27) (Poythress 2009: 22).
Penutup
Karakter tritunggal Allah dapat kita mengerti melalui bahasa. Bahasa adalah anugerah Allah yang khusus dan indah untuk manusia. Tidak berlebihan jika kita boleh mengatakan bahwa manusia berbeda dengan binatang atau ciptaan lainnya karena kita adalah makhluk yang berbahasa, makhluk yang eksistensi dan interaksinya bergantung kepada kemampuan berbahasa. Ketika kita menggunakan bahasa, kita menyatakan kemuliaan Allah Sang Pencipta dan sifat-Nya yang tritunggal. Marilah kita semakin menyadari dan mensyukuri anugerah ini dan menggunakan bahasa dengan bijaksana untuk kemuliaan-Nya.
David Moeljadi
Pemuda GRII Singapura
Sumber:
de Saussure, Ferdinand. 2005. Course in General Linguistics. Diterjemahkan oleh Roy Harris. London: Duckworth.
Furui, Sadaoki. 2001. Digital Speech Processing, Synthesis and Recognition. New York: Marcel Dekker Inc.
Poythress, Vern Sheridan. 2009. In the Beginning Was the Word: Language – A God-Centered Approach. Illinois: Crossway Books.
Yule, George. 2007. The Study of Language. Cambridge: Cambridge University Press.
Endnotes:
[1] Jika susah bagi kita menganggap bahwa binatang mengerti bahasa manusia, akan lebih tidak mungkin bahwa binatang bisa berbicara dalam bahasa manusia atau berbahasa seperti manusia (Yule 2007: 12-13).
[2] Bunyi-bunyi bahasa adalah bunyi-bunyi yang merepresentasikan konsep atau makna dalam suatu sistem bahasa. Bunyi batuk, siulan, dan dengkuran tidak termasuk dalam bunyi-bunyi bahasa.
[3] Ada pula bahasa isyarat yang menggunakan tangan. Meskipun demikian, bunyi-bunyi bahasa lebih banyak digunakan daripada tulisan atau isyarat tangan karena lebih praktis dan bisa diwujudkan dalam waktu singkat.
[4] Menurut Konkordansi Strong, ruakh berarti napas yang dikeluarkan atau dihembuskan (exhalation) bukan napas yang diisap atau dihirup (inhalation). Hal ini sejalan dengan proses pembentukan bunyi bahasa manusia yang memanfaatkan napas yang dikeluarkan melalui mulut dan/atau hidung.