Dari pembahasan dua artikel sebelumnya, kita dapat mulai melihat betapa fundamentalnya wahyu Tuhan bagi pengertian kita akan dunia atau alam ini. Secara natural, Tuhan sudah mendesain dunia ini sedemikian rupa sehingga banyak ilmu pengetahuan yang mau tidak mau harus mengakui keberadaan dan pentingnya wahyu Allah di dalam hidup kita, khususnya di dalam aspek pengetahuan. Kita sudah melihat bagaimana prinsip unity in diversity, yang merupakan derivasi dari ke-Tritunggal-an Allah, menjadi prinsip yang mendasari dan memungkinkan berkembangnya ilmu pengetahuan. Tanpa adanya prinsip ini, tidak mungkin science dapat berkembang. Berdasarkan pengertian ini saja, seharusnya orang-orang Kristen dapat dengan tegas dan berani mengatakan bahwa tanpa presuposisi Christian theism, science adalah hal yang absurd dan tidak masuk akal, dan justru dengan presuposisi Kristenlah, ilmu pengetahuan menjadi jelas dan masuk akal. Namun, pengertian ini tidak cukup. Karena pengertian seperti ini mungkin masih bisa diterima oleh beberapa scientist yang non-Kristen, yang percaya bahwa Allah berperan aktif di dalam penciptaan saja dan tidak aktif di dalam pemeliharaan. Mereka adalah kelompok yang percaya Allah bagaikan seorang pembuat jam yang bekerja secara aktif dan langsung ketika membuat jam, tetapi setelah itu ia meninggalkannya atau tidak aktif berperan ketika jam itu menjalankan fungsinya. Kekristenan tidak percaya kepada Allah yang seperti itu. Kita percaya bahwa Allah terus aktif bekerja memelihara alam ini. Maka Van Til menyatakan bahwa wahyu Allah tentang alam tidak hanya bisa kita mengerti melalui alam dan manusia saja, tetapi juga secara langsung dari Allah. Topik inilah yang akan kita bahas di dalam artikel ini.
The Necessity of Direct Revelation from God Before the Fall
Wawasan dunia naturalisme membawa kita untuk berpikir bahwa alam ini berfungsi secara mekanis bagaikan sebuah mesin. Segala sesuatu berjalan di dalam ikatan hubungan sebab akibat. Segala sesuatu bisa dijelaskan secara logis bahkan saintifik. Cara berpikir ini sangat memengaruhi kita, bahkan orang-orang Kristen yang mewarisi tradisi Theologi Reformed. Hampir di dalam seluruh bidang science yang kita pelajari baik di dalam dunia pendidikan maupun pekerjaan, kita semua sering kali terbawa oleh pengertian bahwa dunia ini berjalan secara mekanis, sehingga kita sering kali memisahkan theologi dari ilmu pengetahuan. Kita sering kali mengatakan bahwa Alkitab bukan buku science. Memang pernyataan ini benar, tetapi kita pun perlu menyadari bahwa Alkitab mengajarkan kepada kita bagaimana kita seharusnya memandang fakta yang ada di dalam alam ini. Cara pandang ini akan memengaruhi cara pandang kita mengenai science secara signifikan.
Terkait dengan hal ini, Cornelius Van Til menyatakan seperti demikian:
“Before the fall, it was through the direct positive revelation of God with respect to nature and himself that man learned the highest and final purposes with respect to both. It was through the direct positive revelation of God that man learned the fact that he should die if he ate of the fruit of the forbidden tree, with the implication that he should live forever with God if he would obey the voice of God. This highest revelation with respect to nature and man set all the other knowledge that man had of nature and himself into a new and more brilliant light. It made of nature the setting for the highest moral activities of God with respect to man.”
Secara natural, atau sebelum fakta kejatuhan manusia ke dalam dosa, manusia tetap memerlukan wahyu langsung Allah untuk mengerti alam semesta ini secara benar dan utuh. Menurut Van Til, direct revelation dari Allah ini diperlukan untuk manusia mengerti tujuan yang ultima dari alam ini. Tujuan inilah yang akhirnya menjadi dasar atau pijakan kita di dalam membangun seluruh pengetahuan lainnya. Maka di sini Van Til menyatakan dengan jelas bahwa setiap pengetahuan manusia memerlukan, dan tidak terlepas dari, wahyu Allah. Bahkan wahyu Allah dijadikan sebagai dasar atau kompas di dalam kita membangun pengetahuan lainnya. Bukankah hal ini senada dengan yang dinyatakan Amsal 1:7 bahwa takut akan Allah adalah permulaan pengetahuan? Lebih lanjut lagi, Van Til menyatakan bahwa wahyu umum Allah tidak mungkin berjalan tanpa wahyu khusus Allah. Oleh karena itu, Westminster Confession of Faith dengan jelas menyatakan bahwa natural light tidaklah cukup, kita memerlukan supernatural light untuk membawa kita kepada pengertian yang sejati di dalam segala yang bisa kita ketahui di dalam alam ini.
“It is of prime importance to observe that even in Paradise man was never meant to study nature by means of observation and experiment without connection with positive supernatural thought communication given to him by God. Nature could not be observed for what it actually is except in relation to history, and history cannot be seen for what it is at any stage except it be viewed in relation to its final end. And only by direct supernatural revelation could man have an adequate notion to this end.”
Dari kutipan ini, Van Til menyatakan dengan lebih jelas bahwa observasi atau penelitian manusia tidak dapat membawa manusia kepada pengetahuan yang sejati. Kebutuhan manusia akan wahyu langsung dari Allah menjadi hal yang begitu crucial untuk mengerti tentang alam ini. Dan di sini Van Til mengemukakan kaitan antara observasi alam, sejarah, dan tujuan akhir.
Di sini kembali kita perlu mengerti bahwa pengetahuan bisa terbentuk karena adanya kesinambungan atau prinsip dari temuan-temuan hasil penelitian. Pada dasarnya, yang kita pelajari di dalam ilmu pengetahuan adalah prinsip-prinsip yang dirampungkan melalui observasi yang berulang kali dilakukan terhadap alam. Kesinambungan dari temuan-temuan yang dikerjakan dalam suatu jangka waktu menjadi hal yang tak terhindarkan untuk membangun sebuah pengetahuan. Oleh karena itu, observasi alam tidak mungkin terlepas dari sejarah. Karena melalui sejarahlah sebuah temuan atau prinsip alam diuji keabsahannya. Jikalau prinsip ini terus berlaku dari waktu ke waktu, maka prinsip ini dinyatakan autentik hingga ditemukannya prinsip lain yang dapat menggugurkan prinsip tersebut, sehingga keaslian atau autentisitas suatu prinsip alam sangat bergantung kepada sejarah. Namun Van Til tidak berhenti di sini. Dia mengaitkan sejarah dengan tujuan akhir. Sejarah tidak mungkin ada tanpa adanya tujuan akhir. Pergerakan waktu, pergerakan setiap peristiwa dari waktu ke waktu selalu mengarah kepada suatu tujuan akhir. Perkembangan kebudayaan, matinya sebuah peradaban dan diganti dengan peradaban yang baru, bahkan hingga kematian dari manusia, semua ini menjadi bukti bahwa waktu ini bergerak menuju kepada suatu titik akhir. Titik akhir inilah yang menjadi penggerak waktu dan setiap peristiwa yang terjadi di dalamnya, sehingga semua ini ditampung dan direkam di dalam sebuah wadah yang namanya sejarah. Dan seperti yang dinyatakan sebelumnya, titik akhir inilah yang Allah nyatakan kepada umat manusia. Maka tanpa adanya pernyataan Allah ini, tidak mungkin manusia dapat memiliki pengetahuan. Tanpa adanya visi, sebuah gerakan akan mati dan hanya menjadi monumen saja. Di sini kita dapat melihat bahwa untuk mengerti alam ini kita memerlukan wahyu langsung dari Allah. Kita memerlukan kebenaran yang Allah wahyukan untuk menggarap alam ini.
Oleh karena itu, sebagai orang Kristen, kita perlu menyadari bahwa setiap ilmu pengetahuan yang bisa kita mengerti adalah anugerah Allah. Para ilmuwan Kristen pun perlu menyadari bahwa hasil penelitian mereka tidak mungkin membuahkan hasil jikalau Allah tidak menyatakannya kepada mereka. Maka dengan tegas kita seharusnya menyatakan bahwa hikmat Allah itu tak terselami, dan tanpa hikmat Allah ini kita tidak mungkin dapat mengerti dengan benar tentang alam dan seluruh ciptaan ini. Para ilmuwan yang berhasil menemukan suatu teori atau prinsip alam seharusnya menyadari bahwa itu adalah anugerah Allah. Tanpa adanya campur tangan Allah secara langsung, tidak mungkin kita dapat mengerti hal ini.
Pada artikel ini, kita sudah membahas mengenai revelation about nature from God dari sudut pandang sebelum kejatuhan. Pada artikel selanjutnya, kita akan melihat dari sisi setelah kejatuhan. Kedua sudut pandang ini akan mengubah cara pandang kita mengenai bagaimana membangun atau membentuk pengetahuan kita. Bukan hanya dengan mengandalkan kemampuan manusia di dalam observasi, tetapi juga dengan bergantung dan memohon akan belas kasihan Tuhan.
Simon Lukmana
Pemuda FIRES