Matius 7:28-29
Pada acara SPIK 2025 yang di adakan oleh STEMI dengan tema Gereja 2: Peran Pemuda dan Fungsi Gereja, ada satu pertanyaan dalam sesi tanya jawab kepada salah satu Pembicara, Pdt. Johanis Putratama Kamuri. Pertanyaannya adalah “Akan selalu terjadi eskalasi bagi keinginan kita mencari kekaguman sebagai suatu nilai yang dapat memukau dan membawa kita semakin menyembah Tuhan, lalu bagaimana jika kita mengalami kebosanan dalam menggali Alkitab atau mempelajari theologi. Apakah yang seharusnya dilakukan? Atau menanti anugerah saja?” Pertanyaan ini menunjukkan bahwa kebosanan dalam penggalian terhadap Alkitab menjadi pergumulan umum di kalangan orang kristen. Ketika membaca Alkitab hanya sekadar membaca tanpa menemukan sesuatu dalam hubungan dengan Tuhan, malas membaca Alkitab, setelah mendengarkan Pendeta berkhotbah namun inti khotbah Pendeta tidak ada yang diingat satupun. Sikap dan pilihan yang mengarah pada atau muncul dari kebosanan dapat merusak iman seorang Kristen.
Keadaan ini berbeda dengan yang terjadi dalam teks yang kita baca. Kesan dan reaksi yang diberikan pendengar setelah mendengar Tuhan Yesus berkhotbah adalah pertama, mereka takjub (bahasa asli “Eksplesso”). Kedua, mereka merasakan perbedaan dalam pengajaran Tuhan Yesus. Kata takjub yang digunakan dalam teks ini adalah dari kata “eksplesso”. Mengutip buku Spiros Zodhiates Th.D berjudul Word Study Series the Word Study Dictionary New Testament* : Beberapa arti kata “eksplesso” adalah menyerang, memaksa keluar dengan pukulan yaitu merobohkan seseorang dari akal sehatnya atau ketenangan dirinya, menyerang dengan keheranan, teror dan kekaguman. Ekplesso dalam konteks teks ini menunjukkan gambaran dari pesan radikal Tuhan Yesus yang pasti telah memaksa keluar dengan memukul pendengar-Nya seperti guntur. Pendengar saat itu memberikan reaksi “menjadi sangat terpukul dalam pikiran” sehingga dipenuhi dengan kekaguman sampai pada titik kewalahan yang membuat pendengar mengungkapkan kekaguman dengan ketakutan, keinginan, cinta, sukacita dan kesenangan terhadap khotbah Tuhan Yesus.
Ketika membaca Alkitab hanya sekadar membaca tanpa menemukan sesuatu dalam hubungan dengan Tuhan, malas membaca Alkitab, setelah mendengarkan Pendeta berkhotbah namun inti khotbah Pendeta tidak ada yang diingat satupun. Sikap dan pilihan yang mengarah pada atau muncul dari kebosanan dapat merusak iman seorang Kristen.
Teks ini berkaitan dengan teks sebelumnya (7:24-27), keseluruhan pengajaran Yesus sebagai rangkaian khotbah di bukit di akhiri dengan respon para pendengar terhadap khotbah Yesus. Respons itu sangat penting. Pdt Stephen Tong berkata: “Reaksi kita dihadapan Tuhan menjadi reaksi yang menyatakan siapa diri kita dan apa yang menjadi dasar hati kita”. Ada dua jenis orang yang telah mendengar firman Tuhan, namun merespon secara berbeda. Ada orang yang bijaksana yang mendirikan rumahnya di atas batu dan orang bodoh yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Orang yang bijaksana ketika mendengarkan firman Tuhan dan berespon dengan penuh ketakjuban (eksplesso) oleh karena pekerjaan Roh Kudus, ia membangun dasar imannya di dalam Kristus melalui ketaatannya, kecintaannya kepada firman-Nya. Setiap kali ia menggali Alkitab, mendengarkan khotbah, ia terus memiliki kecintaan akan Tuhan dan firman-Nya dan menjadi tahan uji. Sementara orang bodoh adalah orang yang terkadang bisa takjub kepada firman Tuhan tetapi itu sebatas menambah pengetahuannya atau terkadang firman Tuhan baginya membosankan karena ia membangun dasar imannya di atas pasir bukan di dalam Kristus. Ia mendengarkan firman namun mengeraskan hatinya. Lebih sering ketika membaca atau mendengarkan firman Tuhan, ia berespon bahwa ini penting sejauh itu cocok dengan saya atau ini penting buat orang lain bukan untuk saya; menambah pengetahuan saya sehingga tidak heran ada orang Kristen yang belajar di sekolah theologia tetapi hidupnya tidak sesuai dengan firman Tuhan. Orang Kristen yang terkadang bosan dengan firman Tuhan adalah orang yang tidak dapat tahan uji terhadap ujian.
Ada dua jenis orang yang telah mendengar firman Tuhan, namun merespon secara berbeda. Ada orang yang bijaksana yang mendirikan rumahnya di atas batu dan orang bodoh yang mendirikan rumahnya di atas pasir.
Akhirnya, marilah kita menjadi orang yang bijaksana yang membangun dasar iman kita di dalam Kristus dan berespon dengan ketakjuban (eksplesso) terhadap firman-Nya. Kita belajar peka terhadap kebenaran firman Tuhan yang dapat kita nikmati sepanjang hidup kita melalui penggalian Alkitab, khotbah yang memiliki otoritas untuk mengoreksi, menegur, mengubah dan membentuk seluruh hidup kita.
Fitri Herlin Dato
Mahasiswa STTRII