Dalam pembahasan sebelumnya, telah dibicarakan tentang sejarah, latar belakang, dan peranan Konfusius di bidang musik. Salah satu pemikiran Konfusius lain yang juga penting adalah tentang bagaimana mengerti kehidupan.
Tingkat Kehidupan Menurut Konfusius
Konfusius, pada usia sekitar 15 tahun, mulai mengambil keputusan bahwa ia harus belajar seumur hidup. Inilah titik balik di dalam kehidupannya. Usia 15 tahun bisa dianggap sebagai titik usia untuk mengambil keputusan penting yang merupakan titik balik kehidupan seseorang. Ia bertekad bulat untuk seumur hidup menjadi seorang pelajar (无私无而最热). Ini berarti tekad yang ia ambil adalah tekad tanpa pamrih (无私) di mana ia akan belajar tanpa syarat. Di dalamnya terkandung makna bahwa ia belajar dengan ketulusan dan tidak untuk kepentingan dirinya atau demi mencari sesuatu. Maka, sejak usia 15 tahun itu ia mati-matian belajar. Maka dalam seluruh hidupnya kemudian, Konfusius memiliki tahap-tahap tertentu yang dapat menjadi suatu ukuran atau kriteria yang paling baik bagi setiap orang, tanpa peduli zaman berubah dan maju sampai kapan pun.
Pada usia 30 tahun, Konfusius menyatakan bahwa ia mulai bisa mandiri. Usia 30 tahun dan aku berdiri tegak (三十而立) merupakan suatu frasa yang kemudian muncul dalam kebudayaan Tiongkok yang memberikan pemikiran bahwa usia 30 tahun merupakan batas usia seseorang dianggap mencapai kedewasaan dan kestabilan hidup. Konsep ini kemudian berkembang dalam filsafat konfusianisme yang mengharapkan seseorang di usia 30 tahun dapat memperoleh kebijaksanaan, memiliki tanggung jawab, dan kestabilan kehidupan, serta mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Itu bukan berarti di usia 29 tahun tidak bisa hidup mandiri, tetapi mau menyatakan bahwa di usia itu pikirannya menjadi matang, karakternya mantap, dan pemikirannya sudah tidak sembarangan lagi bisa diguncangkan. Dia memiliki kemandirian untuk belajar, berbijaksana, dan berpendirian di usia 30 tahun. Jadi, orang yang katanya pandai, baru berusia 25 tahun sudah mendapat gelar doktor, merasa diri hebat, itu adalah sistem Barat. Sistem di Barat selalu ingin cepat-cepat memberi gelar. Tetapi kemantapan seseorang yang betul-betul mencari kebenaran baru bisa dicapai di usia 30 tahun. Saya rasa ini adalah wahyu umum yang sangat luar biasa dimengerti di dalam dunia kebudayaan Tiongkok. Namun, bagi pemikiran budaya Tiongkok, hal ini belum selesai.
Pada usia 40 tahun seseorang tidak dapat disesatkan. Seorang berusia 40 tahun hidup tanpa keraguan (四十而不惑). Frasa ini mengacu kepada keadaan di mana seseorang di usia 40 tahun mencapai tingkat kedewasaan dan kebijaksanaan dalam hidup secara matang, sehingga tidak diragukan lagi akan tujuan hidup, nilai-nilai, dan arah yang ingin ia ambil di dalam hidupnya. Dalam pemikiran konfusianisme, ada harapan bahwa di usia 40 tahun seseorang telah mencapai pemahaman yang lebih baik tentang diri sendiri, memiliki kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan, dan merasa lebih mantap dalam menjalani hidup. Kita dapat melihat hal ini di dalam kehidupan orang-orang di usia 40 tahun yang kita temui. Sungguh suatu pengertian yang sangat luar biasa.
Pada usia 50 tahun terjadi titik balik yang baru, yaitu sadar akan mandat sorga. Berusia 50 tahun dan mengerti takdir sorgawi (五十而知天命). Pada titik ini, seseorang diharapkan telah mengalami dan telah belajar banyak dari pengalaman hidup, sehingga mampu memahami dengan lebih baik tujuan hidupnya, arah yang ingin ditempuh, serta peran dan tanggung jawabnya dalam kehidupan. Frasa ini mencerminkan aspirasi seseorang untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang takdir dan tujuan hidupnya, serta menghormati kebijaksanaan dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman hidup yang panjang. Kita melihat perbedaan yang begitu luar biasa di dalam Tuhan Yesus, di mana Dia sudah menyadari akan mandat sorga ini pada usia 12 tahun. Yesus berkata, “Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” Namun, kita melihat Tuhan Yesus tetap menanti hingga usia 30 tahun baru keluar melayani. Dan apa yang Yesus katakan di usia 12 tahun itu Ia genapkan sebelum naik ke kayu salib, dengan pernyataan-Nya, “Sudah genap.” Tetapi yang Konfusius katakan adalah untuk orang biasa pada umumnya. Ini adalah wahyu umum. Seseorang baru tegas mengerti panggilan sorgawi bagi hidupnya di usia 50 tahun.
Pada usia 60 tahun terjadi titik yang penting dalam sejarah hidup seseorang. Di usia 60 tahun, telinga menjadi taat (六十而耳顺). Frasa ini merujuk kepada ide bahwa pada usia tersebut, seseorang menjadi lebih bijak dan mampu mendengarkan dan memahami dengan baik, serta mengikuti nasihat yang diberikan oleh orang lain. Konfusius mengajarkan pentingnya memperhatikan kata-kata dan nasihat orang tua serta yang lebih tua untuk memperoleh kebijaksanaan dan petunjuk dalam hidup. Ia akan lebih memiliki ketenangan batin dan kesadaran diri yang lebih tinggi, dan telinganya lebih mudah mendengar nasihat dari orang lain. Telinga saya bisa lebih tenang dan tidak mudah terpengaruh ketika menerima segala kritik atau pujian. Kritik tidak membuat saya jatuh, tetapi pujian juga tidak membuat saya menjadi sombong. Orang yang belum mencapai tahap ini, hatinya akan merasa seperti makan es krim, tetapi kalau dikritik langsung mau bunuh diri. Itu adalah sikap yang bodoh, tetapi dilakukan kebanyakan orang hingga orang itu mencapai usia 60 tahun. Orang yang masih belum dewasa telinganya belum terlatih. Orang yang sudah mencapai kematangan di usia 60 tahun, telinganya sudah dilatih menjadi telinga dengan kestabilan luar biasa. Ini kemahiran, kemantapan perkembangan karakter yang matang dari seseorang di dalam dunia ini. Inilah yang diajarkan oleh Konfusius.
Pada usia 70 tahun tidak melanggar aturan (七十而不逾矩). Di usia 70 tahun dapat mengikuti keinginan hati tanpa melanggar batasan. Frasa ini merujuk kepada ide bahwa pada usia tersebut, seseorang telah mencapai tingkat kedewasaan dan kebijaksanaan yang memungkinkannya untuk mengikuti keinginan hatinya sendiri, tetapi tetap dalam batas-batas yang ditentukan oleh moralitas dan peraturan yang berlaku. Frasa ini mencerminkan aspirasi untuk mencapai kedewasaan moral dan kendali diri yang tinggi pada usia lanjut. Pada usia 70 tahun, saya bisa melatih diri sendiri untuk tidak sampai melanggar peraturan, tidak perlu dikejar-kejar oleh petugas hukum, tidak perlu diperingati orang lain. Di usia itu seseorang sudah menjadi seorang yang bisa tahu diri. Di saat itu seluruh keinginan hati bisa dijalankan dan keinginan hati itu adalah keinginan yang baik, keinginan mau belajar, keinginan menolong orang lain, kemampuan untuk menahan nafsu. Inilah tahap-tahap kehidupan yang diajarkan oleh Konfusius.
Konfusius, Kemiskinan, dan Kejujuran
Konfusius pernah mengatakan satu kalimat, “Ketika saya muda saya miskin sekali.” Kalimat “孤少而尽” (gū shǎo ér jìn) adalah frasa dalam bahasa Mandarin yang dapat diterjemahkan sebagai “seorang anak yang yatim piatu dan semuanya terkuras.” Frasa ini menggambarkan situasi di mana seorang anak yang menjadi yatim piatu harus menghadapi segala tantangan dan keterbatasan hidup dengan upaya dan kemampuan terbaik yang dimilikinya. Secara harfiah, “孤少” (gū shǎo) berarti “anak yang yatim piatu” dan “尽” (jìn) berarti “terkuras” atau “habis”. Istilah ini menyoroti kondisi sulit seorang anak yang kehilangan orang tua atau keluarganya, dan ia harus menghadapi segala kesulitan hidup dengan sumber daya yang terbatas. Frasa ini mencerminkan semangat dan ketekunan seorang anak yatim piatu yang harus mengatasi rintangan dan mengeluarkan usaha maksimal dalam menghadapi hidup yang penuh tantangan. Ini juga menggarisbawahi kemampuan anak-anak untuk menghadapi dan bertahan dalam situasi yang sulit. Hal ini sebenarnya Konfusius sedang melukiskan hidupnya sendiri.
Ketika ia muda, Konfusius hidup miskin. Ia menjadi orang yang remeh, dihina, dan ia harus bekerja berat. Ia bukan di dalam keluarga yang kaya, nyaman, dan dimanja. Tetapi kondisi bukan mau melukiskan bahwa ia hidup tidak bermoral. Ia dihina karena miskin dan hidup sederhana. Akibatnya, ia dapat mengerjakan semua pekerjaan kasar. Banyak orang yang dilahirkan di keluarga yang kaya tidak bisa menderita. Keluarga kaya terkadang berasal dari orang tua yang dahulunya hidupnya miskin. Ketika ia kemudian menjadi kaya, ia tidak ingin anaknya menderita dan hidup susah. Jadi anaknya dari kecil sudah diberi Mercedes. Kalau dahulu semua saya harus kerjakan sendiri, susah payah karena tidak ada pembantu, maka sekarang anak saya harus punya pembantu tiga orang, satu pembantu untuk pakaikan sepatu, satu pembantu untuk gunting kuku, dan satu pembantu untuk potong rambut. Hal-hal seperti inilah yang mematikan keturunanmu. Jadi anak kecil, anak yang masih muda, tidak boleh takut bekerja keras. Saya tidak perkenankan anak saya panggil pembantu dengan namanya, dan tidak membiarkan pembantu panggil anak saya “sinyo” (tuan kecil). Saya suruh pembantu panggil nama anak saya, karena pembantu itu sudah tua, dia boleh panggil anak kecil dengan namanya. Anak ulang tahun tidak perlu dibuatkan pesta ulang tahun besar-besaran. Cukup didoakan saja. Saya sendiri tidak pernah tahu tanggal tepatnya ulang tahun saya. Tetapi sampai tua kalau saya bisa, saya masih kerjakan banyak hal sendiri. Inilah filsafat Asia, filsafat Cina.
Ajaran ini tidak beda dengan Kitab Suci. Di dalam Kitab Ratapan dari Yeremia, seorang muda, remaja, menanggung kuk yang berat itu sangat baik baginya. Kuk yang berat di pundakmu itu akan membuat engkau seumur hidup bahagia. Orang yang terlalu dimanja, dibuat nyaman, diberi kelancaran, akan mematikan dirinya sendiri. Oleh karena Konfusius miskin, maka ia harus bekerja keras. Ia bekerja menjaga gudang beras. Ketika menjaga gudang beras, penakaran beras dilakukannya dengan sangat ketat dan setia. Saat ini sering kali timbangan tidak jujur. Ketika dikatakan 30 kg, ternyata ditimbang dengan benar hanya 27 kg. Di dalam banyak hal terjadi ketidakjujuran. Tetapi Konfusius sangat jujur. Dia juga memelihara sapi dan kambing. Ini semua pekerjaan kasar dan juga bau. Banyak orang tidak mau mengerjakannya. Namun, banyak orang heran sapi di kandang Konfusius gemuk-gemuk. Ini karena Konfusius begitu ketat dan jujur sehingga makanan sapi tidak dicuri. Demikian juga kambing-kambingnya gemuk. Maka orang kemudian mengerti, jika pejabat jujur, pemerintah jujur, rakyat akan gemuk (sejahtera). Inilah pengajaran Konfusius.
Konfusius dan Zhou Gong
Seumur hidup Konfusius paling mengagungkan dan menyembah Zhou Gong, karena Zhou Gong mengakibatkan suatu kebangunan ritual, kebangunan tata krama, dan membawa orang kembali kepada aturan. Orang muda harus hormat kepada orang tua. Orang tua mesti mengerti anak muda, latihan itu mesti ketat dan semua mesti disiplin. Kalau baik, mesti diberikan hadiah; yang salah mesti diberikan hukuman. Keadilan dijalankan dengan tuntas. Semua ajaran itu dikagumi oleh Konfusius. Zhou Gong menjadi seorang teladan yang dia sembah sujud di dalam hatinya.
Konfusius mengatakan satu kalimat. Dia mengatakan, “Aku bukan dilahirkan dengan penuh pengetahuan (吾非生而知之).” Frasa ini menggambarkan keyakinan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara otomatis sejak lahir, tetapi harus dipelajari dan diperoleh melalui pengalaman, pembelajaran, dan dedikasi. Dalam konteks ajaran Konfusius, frasa ini menekankan pentingnya usaha dan belajar untuk memperoleh pengetahuan. Jangan berpikir bahwa seseorang lahir sudah pandai. Ia menegaskan bahwa “masyarakat harus menghargai tradisi dan mencarinya” (吾好古民以求之者也). Frasa ini menekankan pentingnya menghargai nilai-nilai, kebijaksanaan, dan tradisi yang ditemukan dalam sejarah dan menggunakannya sebagai panduan untuk mencari pemahaman dan pengetahuan. Konfusius adalah orang yang suka menerima pengalaman orang kuno dan tangkas mempelajari dan meneladani orang-orang pandai. Itu yang membuat dia berbeda dari orang lain.
Saya suka dan berusaha untuk meneladani orang-orang yang pandai. Yang membedakan saya dari banyak pemuda adalah ketika mereka suka berfoya-foya di masa mudanya, saya justru suka belajar orang kuno, baik-baik mendengar perkataan mereka. Terkadang saya menyesal ketika melihat anak saya. Pada saat saya sedang berbicara dengan tamu yang penting, dia tidak berada di dekat saya untuk mendengar. Ketika kecil, jika ibu saya tidak memperkenankan, maka saya pergi; tetapi jika ibu memperkenankan saya turut mendengar, saya akan duduk baik-baik dan mendengar pembicaraan mereka. Ketika mendengar orang tua berbicara, saya bisa menilai bagaimana kelak saya harus berkata dan bersikap. Ini merupakan pengalaman yang sangat berharga. Orang sedemikian berjiwa seperti spons yang menyerap air begitu banyak. Orang seperti ini akan mampu menyerap banyak sekali pengetahuan. Lebih baik banyak dengar, jangan banyak debat. Banyak menerima, banyak berpikir, sedikit berkata.
Konfusius juga mengatakan bahwa di kota apa pun yang hanya sepuluh keluarga saja, pasti engkau akan menemukan orang jujur dan setia seperti saya. (无论哪一个城市,只有十家的人口,一定有一些像我这样忠心,这样诚信的人). Dengan kalimat ini, Konfusius ingin mengatakan bahwa orang seperti dia bukan istimewa, tidak ada yang istimewa, hanya orang biasa saja, di mana pun bisa ditemukan. Tetapi kemudian kalimat Konfusius mengatakan, “Tetapi mereka semua tidak sama seperti saya, yaitu mempunyai semangat belajar yang tidak habis-habis” (不如秋之好学也). Ini pikiran penting. Jadi jujur dan setia itu baik, tetapi itu lumrah biasa. Yang perlu bagi seseorang adalah mau belajar dengan serius dan terus-menerus. Jangan sombong, tetapi dengan rendah hati mau terus belajar. Sokrates berkata, “Kenallah dirimu dan engkau harus tahu bahwa engkau tidak tahu apa-apa; semua yang engkau bisa tahu dari orang lain haruslah dimulai dari kesadaran bahwa engkau tidak tahu apa-apa.” Seseorang menjadi agung karena ada unsur-unsur keagungannya.
Sayang Konfusius tidak mengenal Yesus Kristus. Tetapi sebagai seorang yang belum memiliki wahyu khusus, karena lahir jauh sebelum Yesus hadir di dunia ini, ia sudah menggali wahyu umum dari Tuhan dengan pengertian-pengertian yang sangat baik. Kita harus mengaguminya. Di usia 24 tahun, ibunya meninggal. Di usia 27 tahun, ia bertemu dengan seseorang yang bernama Yanzi. Orang ini datang ke provinsi atau negara Lu ini. Ia seorang yang agung dan Konfusius segera berusaha untuk bisa bertemu dengan dia. Ini suatu hasrat yang berani sekali. Seumur hidup saya sangat kurang berani seperti ini. Saya belum pernah pergi mencari orang pandai atau orang besar, karena saya dari dahulu orang yang minder. Sejak usia 3 tahun ayah saya meninggal, saya tidak punya ayah seperti Konfusius juga. Kakek Konfusius sangat pandai, tetapi saya tidak memiliki kakek yang bisa mengajar saya, karena kakek saya juga sudah meninggal. Jadi dari kecil saya belum pernah tahu dan kenal orang besar. Saya hanya mengenal ibu saya yang setiap hari berdoa untuk saya. Saya minder, karena setiap kali ingin membeli sesuatu, ibu saya akan berkata, “Kamu tidak bisa membeli barang itu, karena kamu tidak punya papa. Kita sangat miskin. Jadi kalau tidak punya ayah berarti tidak punya hak apa pun, hak beli dan memiliki barang apa pun. Temanmu punya ayah, jadi dia bisa beli, kamu tidak punya ayah, jadi kamu tidak bisa membelinya.” Konfusius sangat berani. Ia berjuang untuk bisa bertemu dan berkenalan dengan Yanzi. Dia ingin belajar sesuatu dari orang yang bijaksana. Ini sifat dari Konfusius yang perlu kita pelajari.