Buletin PILLAR
  • Transkrip
  • Alkitab & Theologi
  • Iman Kristen & Pekerjaan
  • Kehidupan Kristen
  • Renungan
  • Isu Terkini
  • Seni & Budaya
  • 3P
  • Seputar GRII
  • Resensi
Transkrip
Foto Header Filsafat Asia - Bangunan di Forbidden City, Tiongkok

Filsafat Asia: Bagian 20

6 Juni 2025 | Pdt. Dr. Stephen Tong 9 min read

Kini kita akan mulai masuk ke dalam topik pembahasan filsafat politik dari Konfusius. Yang disebut politik berarti suatu pemerintahan atau pengaturan. Jadi politik adalah bagaimana memerintah dengan aturan-aturan yang dapat menjadi patokan untuk dimainkan dan bagaimana cara memainkannya. Dengan demikian, politik dan hukum harus saling berkaitan dan menjadi satu.  

Pemerintah yang Bermoral

Di dalam pikiran Konfusius, dia menegakkan satu pikiran bahwa politik harus berdasarkan pemerintahan yang bermoral. Jadi moralitas merupakan contoh teladan bagi yang memerintah, dan moralitas juga menjadi tujuan bagi yang diperintah. Maka, saya harus menjadi orang yang bermoral untuk boleh memimpin kamu dan saya mengharapkan kamu dipimpin untuk menjadi seorang warga negara yang bermoral juga. Jadi ini adalah satu pikiran yang paling dasar sekali. Dan ini disebut sebagai The theory of the right term (Teori mengenai istilah atau nama yang pasti, nama yang benar.). Maka nama itu hal yang penting dan besar. Kalau nama itu tidak beres, semua tidak beres.

Di dunia Barat, kontribusi pemikiran ini yang paling besar dari Sokrates. Sokrates mengatakan, ”Carilah istilah setepat mungkin untuk mengutarakan apa yang kau ingin utarakan di dalam idemu.” Jadi jika istilah itu tidak tepat, ketika engkau mengatakan sesuatu, orang tidak dapat mengerti dengan jelas. Ketika engkau sendiri kacau, sembarangan menggunakan istilah, orang yang mendengar juga akan sembarangan menangkap dan ketika dia merasa dia mengerti, sebenarnya dia sudah salah mengerti, karena yang dia mengerti sebenarnya adalah apa yang dia pikirkan, bukan apa yang didapatkan dari si pembicara.

Pada saat yang bicara memiliki konsep A, maka yang mendengar bisa menerima dan mengertinya sebagai konsep B. Istilah yang dipakai sebenarnya sama oleh keduanya, tetapi pengertian komprehensifnya berbeda satu terhadap yang lain, dan akhirnya definisinya juga berbeda satu terhadap yang lain. Maka, definisi yang tepat dituntut oleh Sokrates.

Demikian pula pakailah nama yang sebenarnya, ini menjadi suatu dasar politik. Kini, Konfusius mengatakan, ”Berpolitik sebagai pemerintah dengan moral, seperti bintang tinggi yang ada di utara, dia tepat ada pada kediaman sendiri dan semua bintang mengelilinginya.” Jadi jika pada pagi hari Anda melihat ke langit utara, ada satu bintang yang sangat terang, bahkan ketika matahari terbit engkau terkadang masih bisa melihatnya. Di dalam peribahasa Tionghoa itu disebut the star of the north pole (North Star). Satu bintang yang berada di Kutub Utara. Bintang yang melambangkan kestabilan dan ketepatan. Bintang itu tidak mau pergi, dia memiliki kestabilan yang luar biasa, dan bercahaya dari tempatnya seperti tahta yang memberikan pencerahan kepada sekitarnya. Semua bintang lainnya mengelilinginya. Dia menjadi patokan bagi yang lain. Seorang pemerintah atau seorang menjadi pemimpin harus memerintah dengan moral, sama seperti bintang di utara yang mengetahui akan kedudukan sendiri, tidak sembarangan bergoncang, lalu semua bintang mengelilingi dia. Semua itu merangkul seluruh alam semesta di bawah kedudukan yang pusat itu. Itu namanya pemerintah. Di dalam buku Wei Zhen, dia bertanya, ”Mengapa moral itu bisa mengakibatkan menjadi suatu kompas atau suatu pedoman yang mengakibatkan semua orang mau taat?” Mengapa moral begitu penting? Pemerintah yang tidak bermoral tidak mungkin akan mengakibatkan kekaguman, ketaatan, dan kerelaan untuk mengikut. Tetapi pemerintah yang memiliki moral yang tinggi, dengan sendirinya dikagumi, ditaati, dan disegani oleh semua. Apa alasannya?

Konfusius menjelaskan, selain mendidik semua orang, seorang yang menjabat sebagai pemerintah harus meluruskan moral dan kelakuannya sendiri. Jadi, bagaimana ia menegakkannya? Dia mengatakan, seorang pemerintah sendirinya harus lurus dan tulus ikhlas, tidak egois. Pemerintah kalau matanya hanya satu maka semua jalannya akan salah. Seorang pemimpin jikalau egois, hanya mementingkan dirinya sendiri, dia akan susah memerintah orang lain. Tetapi apabila ia memilih pikiran yang lapang dan memiliki hati yang bersih tidak eogis, dia tidak sulit menjadi pemerintah.

Jadi di dalam teori politik Konfusius, sebenarnya ini bukan sekedar berbicara tentang seorang pejabat pemerintah, tetapi juga doktrin kepemimpinan umum; bagaimana menjadi seorang pemimpin. Bagaimana seseorang berani menjadi ayah, jadilah ayah yang adil kepada anak-anak; seseorang berani menjadi boss di perusahaan, baik-baik bermoral terhadap semua pegawaimu dengan pikiran kepemimpinan yang tidak egois, yang bisa memperlakukan semua pegawai dengan adil. Orang sedemikian tidak mengalami kesulitan di dalam memimpin.

Pemimpin yang tegas

Konfusius mengatakan bahwa yang disebut politik harus mementingkan ketegasan di latar depan. Engkau harus lurus, harus tegas. Kalau seseorang memimpin orang lain dengan kelurusan (zhen), maka siapa yang berani tidak lurus. Kalimat ini sudah muncul 2500 tahun yang lalu, tapi hingga saat ini begitu banyak pemerintah yang ketika dinilai dengan ukuran ini, harus tunduk dan harus mengaku salah. Karena sebenarnya prinsip ini adalah wahyu umum Allah (bukan wahyu khusus). Konfusius mengatakan ini di dalam pasal pembicaraan Yan Hui, yaitu muridnya yang terbaik. Dia berkata kepada raja, Lu Ai Gong, rajanya sendiri, ”Kalau engkau bisa mengangkat dan menghadiahkan atau memberi dorongan pujian kepada semua pejabat yang lurus, dan mempersalahkan pejabat yang tidak lurus, maka seluruh rakyat takut kepada pemerintahanmu.” Ini kalimat yang sangat penting. Sebaliknya jika engkau mengangkat pejabat yang salah, menjunjung tinggi yang berbuat segala macam kebengkokan, lalu menekan yang benar, maka seluruh rakyat akan berontak. Intinya sangat mudah, yaitu yang salah harus dihukum, yang benar harus dipuji. Menjadi guru juga harus bersikap demikian. Jika yang salah dimanja dan yang benar terus ditekan, maka seluruh negara akan berontak. Jika lurus rakyat takluk.  

Konfusius juga mengatakan satu kalimat yang lebih penting lagi, ”Jika pemerintah itu lurus, maka tidak perlu memberi banyak peraturan, semua akan berjalan sendiri.” Kalau dirimu sendiri tidak lurus, walaupun banyak perintah, hukum-hukum, peraturan-peraturan, semua tidak jalan. Saat ini banyak negara gagal bukan karena kurang peraturan, tetapi ada peraturan dan dilanggar. Ada pengadilan kalau tidak lurus percuma, ada hakim percuma, ada jaksa percuma, ada pemimpin juga percuma jika semua tidak lurus. Pemimpin yang banyak buat aturan, perintahkan ini dan itu, tetapi sendirinya tidak menjalankannya, maka itu akan dihina dan dilawan. Ia sendiri tidak menjalankan kebenaran, meskipun banyak peraturan, banyak polisi, banyak konstitusi, banyak pengadilan, akan percuma. Konfusius mengatakan, ”Kalau sendiri jalankan, meskipun tidak berkata apa-apa, semua yang melihat engkau sebagai teladan, semua akan menjalankannya dan seluruh dunia menjadi baik.”

Kalimat Konfusius di atas jika diekstremkan, akan menuju kepada filsafat Laozi. Laozi mengatakan, ”Makin banyak peraturan makin banyak pelanggaran.” Manusia selalu berkecenderungan untuk memberontak, makin diberi peraturan, makin tergoda untuk melawan dan melanggarnya. Hal ini adalah suatu upaya eksistensialisme, di mana manusia ingin membuktikan bahwa dia ada dan dia berkuasa dengan cara sengaja mau melawan. Saya mau menjadi manusia yang bebas absolut, tidak boleh ada siapapun atau apapun yang boleh membatasi atau mengatur. Menarik sekali, di kuburan Napoleon yang terbuat dari granit, ditulis di atasnya ”Tidak boleh pegang.” Dan justru di tempat tulisan itu paling banyak cap tangan bekas orang menyentuhnya. Ini akibat manusia memiliki sifat berontak, bukan suka berontak, tetapi hanya ingin menyatakan saya pernah datang. Saya ada disini. Jadi ketika ditulis ”Jangan dipegang” itu berarti dipegang juga tidak apa-apa. Itu rangsangan tidak boleh itu menjadi dorongan untuk menjadi lebih berani.

Filsafat seperti itu sudah dibahas di Alkitab di dalam Roma 7. Justru adanya Taurat mengakibatkan saya dirangsang berbuat sesuatu untuk melanggar Taurat. Maka Konfusius mengatakan, ”Tidak perlu banyak aturan, tidak perlu banyak hukum, tidak perlu banyak jaksa, tidak perlu banyak pengadilan, tidak terlalu banyak konstitusi; asalkan pemerintah itu dijalankan dengan baik, lurus, tegas, dan bermoral, menjadi teladan bagi masyarakat, semua akan berjalan baik-baik.” Saya mengamati, mengapa banyak anak pendeta gagal hidupnya. Banyak anak pendeta yang kurang ajar sekali, nakal sekali, dan hidupnya gagal. Saya berharap di GRII tidak demikian. Itu mungkin karena ayahnya banyak berbicara, di mana anaknya, sambil menjadi jemaat yang mendengar, sambil menjadi anak yang mengamati perilaku orang tuanya. Jika ayahnya hanya bisa berkata-kata dan tidak bisa menjalankannya, maka anak-anaknya akan menjadi pemberontak yang menghina ayahnya. Jadi ketika seseorang banyak mengajar dengan mulutnya tetapi tidak bisa melakukannya, itu akan menjadi dampak terbalik dan negatif. Jika seseorang melakukan hal yang benar, maka tanpa banyak aturan dan perintah, orang akan juga melakukan yang benar, semua pemerintahan tanpa banyak bicara akan berjalan sendiri. Kalau tidak lurus, walau ada perintah, semua tidak mentaati.

Di bagian yang lain, Konfusius juga mengatakan, ”Seseorang yang memerintah harus mendapatkan kedudukan itu melalui nama yang tepat.” (a man who is governing others should gain the position with the right name). Jadi apa alasan seseorang menjadi lurah? Apakah karena ia banyak uang? Itu tidak benar. Senada dengan itu Sokrates juga memiliki tuntutan yang sama. Ia berkata, ”Engkau siapa? Polisi?” Apakah engkau polisi karena memakai baju polisi?” Tentunya tidak boleh demikian. Saya adalah polisi, karena saya dilatih menjadi seorang polisi. Juga tidak seharusnya hanya sekedar dilatih, tetapi harus lulus ujian kepolisian. Kalau tidak lulus, ya berarti harus dilatih lagi. Maka Sokrates mendesak setiap orang untuk mempertanyakan bagaimana ia mendapatkan posisinya. Ketika Sokrates terus mendesak dan orang berusaha menjawab akhirnya sampai pada kesimpulan yang tepat, seseorang menjadi polisi karena dia betul-betul ingin membantu keamaan dan kesejahteraan masyarakat dengan suatu senjata, yaitu keadilan dan perintah yang sah dengan memakai konstitusi untuk mengatur negara. Jadi Sokrates mengajak orang berdiskusi terus sampai akhirnya keluar hasil dan definisi yang tepat dan lengkap. Lalu dikejar lagi dari definisi itu, apa bedanya polisi dari hakim? Dengan demikian seseorang terus ditelusuri sampai menemukan definisi yang tepat sesuai dengan nama yang tepat.

Jadi, Konfusius berkata, ”Jika engkau mengatakan bahwa engkau majelis, perlu jelas apa itu majelis?” Ketika engkau mengatakan bahwa majelis adalah mengatur orang lain, maka pertanyaannya adalah apa hakmu sehingga orang lain harus diatur olehmu. Apakah karena engkau ditunjuk oleh pendeta? Lalu apa alasan pendeta menunjuk kamu, apakah karena engkau sudah memberi persembahan yang banyak ke gereja? Jika demikian, berarti karena memiliki uang dan kaya engkau jadi majelis, berarti yang tidak punya uang atau miskin tidak bisa menjadi majelis, dan yang menjadi majelis akan mengatur menjadi penguasa karena ia memiliki uang. Hal seperti ini akan mencelakai banyak orang. Jadi sebenarnya majelis itu apa? Menjadi pengusaha itu apa? Menjadi guru itu mengapa? Menjadi pendeta itu mengapa? Setiap posisi menuntut pengistilahan, menuntut nama yang tepat dan didefinisikan dengan tepat.

Filsafat politik harus dimulai dari istilah ini, yaitu dengan nama yang sah dan lurus engkau baru boleh mendapatkan kedudukan itu. Orang menjadi majelis bukan karena kaya, bukan karena sudah lama di gereja, tetapi orang menjadi majelis karena dia betul-betul mencintai Tuhan dan gereja-Nya. Banyak orang yang cinta gereja tetapi tidak cinta Tuhan, juga ada banyak orang mencintai gereja tetapi bukan majelis. Alkitab mengajarkan bahwa majelis haruslah banyak menyatakan perbuatan baik di dalam gereja, di dalam masyarakat, dan harus bisa mengatur rumahnya sendiri dengan baik, harus jujur, dan harus dipenuhi Roh Kudus (1Tim 3:8-13). Ini semua adalah untuk sesuatu yang oleh Konfusius disebut sebagai teori nama yang tepat, nama yang resmi, sah, lurus, sehingga engkau berhak mendapatkan kedudukan. Amin.  

Tag: filsafat, Filsafat Asia, Konfusius, pemimpin, sokrates, Stephen Tong

Baca ini juga yuk

Filsafat: Kawan atau Lawan?

Bagi sebagian orang, menekuni filsafat itu adalah hal yang membuang waktu. Hal yang dibicarakan tidak mudah dipahami, tidak terdengar relevan dengan kehidupan sehari-hari, dan tidak dapat menjadi ...

Seni & Budaya - Samuel Wong 6 min read

Dua Puluh Lima Tesis mengenai Filsafat Pendidikan Sekolah Kristen

Dengan kesadaran penuh bahwa tidak ada filsafat pendidikan yang netral, dan bahwa institusi pendidikan memiliki tanggung jawab untuk mendeklarasikan kepercayaan filsafatnya secara publik, maka kami mengakui filsafat ...

3P - Andi Soemarli Rasak 18 min read

Filsafat Asia: Bagian 7

Setelah membicarakan kehidupan Konfusius, sekarang kita melanjutkan pembahasan pada pokok-pokok pikiran Konfusius. Pertama, pikiran Konfusius bersifat sangat konservatif. Dia sangat menjunjung tinggi hasil penemuan dan kristalisasi kebenaran ...

Transkrip - Pdt. Dr. Stephen Tong 13 min read

Filsafat Asia: Bagian 8

1. Langit Sebagai Penentu Nasib Di dalam pemikiran konfusianisme, “Langit” adalah penentu, penentu nasib manusia, dan pemberi berkat kepada manusia yang manusia sendiri tidak sanggup mengubahnya. Kalau ...

Transkrip - Pdt. Dr. Stephen Tong 13 min read

Filsafat Asia: Bagian 15

Ada seorang yang sudah lulus sekolah teologi selama 6 tahun menulis surat kepada rektornya. Pak Rektor, saya sekarang kewalahan, karena setelah sekolah 4 tahun, di dalam 3 ...

Transkrip - Pdt. Dr. Stephen Tong 10 min read

Filsafat Asia: Bagian 21

Seorang yang menjadi pemerintah harus mendapatkan posisi dengan nama yang lurus. Jadi, barang siapa mendapatkan satu posisi tidak dengan nama yang lurus, atau barang siapa mempunyai alasan ...

Transkrip - Pdt. Dr. Stephen Tong 8 min read

Langganan nawala Buletin PILLAR

Berlangganan untuk mendapatkan e-mail ketika edisi PILLAR terbaru telah meluncur serta renungan harian bagi Anda.

Periksa kotak masuk (inbox) atau folder spam Anda untuk mengonfirmasi langganan Anda. Terima kasih.

logo grii
Buletin Pemuda Gereja Reformed Injili Indonesia

Membawa pemuda untuk menghidupkan signifikansi gerakan Reformed Injili di dalam segala bidang; berperan sebagai wadah edukasi & informasi yang menjawab kebutuhan pemuda.

Temukan Kami di

  facebook   instagram

  • Home
  • GRII
  • Tentang PILLAR
  • Hubungi kami
  • PDF
  • Donasi

© 2010 - 2025 GRII