Engineer yang Dijinakkan
“Karena iman maka Musa… lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah… Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir…” (Ibr. 11:24-26)
Permasalahan lain yang ditimbulkan oleh zaman ini adalah kumpulan engineer yang “jinak”. Hal ini berarti bahwa para engineers berpartisipasi di dalam rencana yang bukan dibangun bagi kemuliaan Tuhan dan demi menjadi berkat bagi sesama oleh karena mereka telah “dijinakkan” melalui satu dan lain hal oleh karena dosa dan kelemahan, melalui konteks zaman ini. Hal ini akan kita bahas dalam bagian-bagian selanjutnya.
Sistem ekonomi kapitalisme telah meletakkan engineers di bawah orang yang bekerja dalam bisnis finansial dan orang-orang yang bekerja dalam bisnis finansial di bawah para investor (pemilik modal). Sudah menjadi suatu keadaan (bukan pilihan) bagi engineers untuk bekerja (hanya) bagi proyek yang berhasil dimenangkan oleh orang-orang bisnis finansial yang berhasil meyakinkan para investor bahwa proyek yang dikerjakan ini akan menguntungkan para investor. Perhatikan bahwa unsur kebutuhan dari yang menerima proyek sering kali dihilangkan di sini, tetapi keuntungan yang memberikan modal (yaitu para investor) ditekankan demi berlangsungnya suatu proyek. Segala pekerjaan yang bersifat “sosial” adalah tugas dari lembaga-lembaga sosial dan pemerintah, bukan tugas perusahaan. Tugas perusahaan adalah mencari untung yang sebanyak-banyaknya dan membayar pajak. Adalah tugas pemerintah dan lembaga-lembaga sosial untuk menggunakan pajak tersebut untuk kepentingan sosial.
Mengenai perusahaan yang mencari untung, penulis ingin menekankan bahwa hal ini tidak sepenuhnya salah oleh karena sebuah perusahaan memang tidak bisa berjalan kalau tidak mendapatkan keuntungan. Akan tetapi ketika keuntungan maksimal sebuah perusahaan lebih ditekankan ketimbang bagaimana perusahaan tersebut sungguh-sungguh berguna bagi suatu masyarakat (biarpun mendapat keuntungan yang lebih kecil), sangatlah rawan bagi suatu perusahaan untuk dapat berjalan dengan memproduksi produk-produk yang sebenarnya lebih banyak menimbulkan bencana daripada kebaikan oleh karena keuntungan finansial yang lebih besar yang ada di dalamnya (misalnya perusahaan rokok). Atau, kalau perusahaan tersebut telah memproduksi sesuatu yang baik bagi masyarakat (misalnya perusahaan pangan/pupuk), jumlah produksi yang mereka lakukan harus mereka “sesuaikan” (baca: kurangi) demi memperoleh keuntungan yang maksimal dari pembelinya. Pasar (yaitu daya beli masyarakat) menjadi daya yang menentukan jenis barang/jasa dan seberapa banyak barang tersebut perlu diproduksi, bukan kegunaan barang/jasa tersebut, bukan pula jumlah keperluan barang/jasa tersebut. Demikian perusahaan boleh memperoleh keuntungan yang maksimal, tetapi yang membayar harganya adalah masyarakat di sekitarnya.
Implikasi hal tersebut di atas bagi para engineers adalah ini: untuk mendukung kelangsungan perusahaan semacam itu, jasa para engineers diperlukan! Mereka dapat digaji lebih besar dibandingkan engineers yang bekerja di proyek yang lain, oleh karena mereka telah berani “mengambil risiko” dan berpartisipasi dalam merusak masyarakat. Gaji yang diberikan dimaksudkan agar mereka menjadi “jinak” untuk berpartisipasi dalam perusahaan-perusahaan yang merugikan masyarakat atau di dalam perusahaan-perusahaan yang tidak menambah banyak kontribusi pada masyarakat, tetapi memiliki pasar yang besar. Itulah sebabnya, secara umum, gaji engineer yang bekerja bagi kasino lebih besar daripada yang bekerja bagi perusahaan pembuat pensil. Bukan karena kasino lebih dibutuhkan masyarakat, melainkan lebih dicari. Itu juga sebabnya seorang yang mendapatkan suatu pekerjaan kecil (sedikit memberikan kontribusi) di suatu perusahaan ternama boleh menerima gaji lebih besar dibandingkan seorang yang menerima pekerjaan besar di perusahaan yang tidak ternama. Demikian pula engineer yang bekerja di negara maju digaji lebih besar daripada engineer yang berada di negara berkembang. Bukan semata-mata karena kontribusi yang dikerjakan orang tersebut di perusahaan/negara tempatnya bekerja lebih besar, melainkan karena perusahaan ternama tersebut lebih menerima banyak pemasukan (dari penjualan produk/jasanya) dibandingkan perusahaan yang tidak ternama, sedang negara maju memiliki keadaan ekonomi yang lebih baik dari negara berkembang. Perusahaan ternama atau negara maju tersebut memerlukan jasa para engineer untuk membuatnya bertahan di posisinya. Oleh karena itu para engineer digaji lebih besar agar mereka mau bertahan di sana, kalaupun mereka menyadari bahwa kontribusi yang mereka lakukan sesungguhnya tidaklah maksimal di tempat-tempat tersebut – oleh sebab ada tempat-tempat yang lebih membutuhkan mereka dibandingkan tempat-tempat tersebut. Perhatikan bahwa mungkin sekali bagi seorang engineer untuk dijinakkan dengan cara di atas. Semangat juang mereka dilemahkan, mata mereka dikaburkan dari kebutuhan yang real, oleh sebab besar uang yang diberikan kepada mereka. Perkecualian untuk hal ini akan selalu ada, tetapi yang dituliskan di sini adalah apa yang secara umum lebih sering terjadi, bukan yang berlaku sama persis bagi semua orang.
Seorang engineer Kristen juga tidak terlepas dari pencobaan seperti ini, yaitu untuk memilih antara melihat kebutuhan dunia yang real di satu sisi dan uang yang lebih banyak, pekerjaan yang lebih aman, ataupun status yang lebih ternama di sisi yang lain. Jika hal ini ditambah dengan paham yang mengatakan bahwa pekerjaan kita di “dunia” memang tidak bersifat sakral melainkan sekuler, sangatlah gampang bagi kita untuk berkompromi dalam iman. Jika penyakit kusta pada jari kelingking saja membuat kita tidak boleh memasuki Kemah Pertemuan, apa bedanya bagi kita jika kusta itu berada pada seluruh tangan dan kaki kita? Yang sudah basah, akan memilih untuk mandi sekalian. Demikian engineer yang berpikir bahwa pekerjaannya tidak akan berharga (tidak sakral) di mata Tuhan, apa pun yang ia kerjakan, akan mengerjakan apa saja yang mungkin ia kerjakan demi keuntungannya. Ia tidak lagi akan memilih apa yang baik di mata Tuhan, karena memang ia percaya tidak ada yang baik di mata Tuhan.
Tetapi sebagai seorang Kristen, ingatlah bahwa Tuhan telah mati bagi kita bahkan ketika kita masih lemah, berdosa, dan menjadi musuh-Nya (Rm. 5:6-10). Allah tidak meninggalkan kita dalam keadaan yang demikian. Sebaliknya, Ia menolong kita keluar dari sana! Ingatlah bahwa kita dipanggil keluar bukan untuk menjadi serupa dengan dunia, melainkan untuk memenangkannya bagi Allah. Melalui pembaruan budi, kita dipanggil untuk membedakan mana yang merupakan kehendak Allah yang baik dan yang sempurna (Rm. 12: 2), bukan untuk mengikuti arus dunia.
Secara khusus, penulis menuliskan ini pada semua pembaca yang adalah engineer dan telah mendapatkan kesempatan khusus dari Allah untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang baik di luar negeri. Di dalam kondisi dunia yang seperti ini, janganlah kita sebagai seorang engineer Kristen yang telah ditebus Tuhan dengan darah-Nya yang tak ternilai harganya turut melemah (baca: dijinakkan) beserta dengan dunia, hanya karena keadaan di luar negeri lebih baik daripada di tanah air kita. Masih banyak saudara-saudari kita yang begitu menderita karena iman mereka di berbagai belahan dunia, termasuk di tanah air kita, sementara kita mungkin telah meninggalkan panggilan Allah yang mulia di dalam bidang kita dan berlarut di dalam kenyamanan yang kita miliki. Marilah kita bangun dan mengikuti teladan Musa yang lebih memilih menderita bersama suku bangsanya dibandingkan menikmati semua kemewahan di Mesir (Ibr. 11:24-26). Janganlah kita mengasihi dunia dan apa yang ditawarkannya, sehingga kita melupakan Tuhan yang memanggil kita (1Yoh. 2:15), karena Tuhan lebih menyukai kita menggunakan segala talenta kita demi menjadi berkat bagi sesama yang membutuhkan dibandingkan bagi diri kita sendiri. Ingatlah bahwa dunia ini dan segala keinginannya akan segera berlalu, hanya mereka yang melakukan kehendak Allah kekal selamanya (1Yoh. 2:17). Karena itu, kalaupun sebagian dari kita memang ditetapkan berada di tempat yang lebih baik, kiranya semangat kita tidak menjadi kendur karenanya. Dan sebisa mungkin, janganlah kita tidak berusaha sedemikian rupa untuk melihat apa yang bisa kita kerjakan di tempat-tempat yang lebih membutuhkan kita, segera sesudah kita menyelesaikan semua studi kita dan masa-masa mencari pengalaman kerja kita. Sebaliknya, marilah kita belajar memenuhi tanggung jawab kita dengan mendedikasikan apa yang kita terima pada tempat-tempat yang lebih memerlukan. Sisihkanlah waktu, tenaga, dan pikiran kita bagi semuanya itu. Ingatlah bahwa barang siapa yang diberikan lebih banyak, dari padanya akan dituntut lebih banyak.
Engineers yang Mengikut Tuhan
“Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita!… Hendaklah engkau setia sampai mati, dan aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan” (Why. 2:10)
Kita telah membicarakan kesulitan-kesulitan spesifik yang telah ditimbulkan oleh zaman modern dan sistem ekonomi kapitalisme terhadap seorang yang berprofesi engineer yang ingin memuliakan Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama melalui pekerjaannya. Secara singkat, kita melihat bahwa seorang engineer di zaman ini adalah seorang engineer yang terkekang, yang tersendiri, dan yang dijinakkan. Pada bagian selanjutnya kita ingin melihat bagaimana seharusnya kita boleh mengikut Tuhan sebagai seorang engineer Kristen. Penulis ingin membagikan beberapa dasar yang seharusnya seorang engineer Kristen miliki dalam melihat pekerjaannya bagi kemuliaan Tuhan.
Pertama-tama, dan terutama, seorang Kristen perlu melihat bahwa pekerjaan engineering adalah pekerjaan yang sakral. Tanpa ini, tidak ada perlunya bagi dia untuk memilih mana yang baik dari yang buruk di dalam bidang kerjanya. Tidak ada perlunya pula bagi dia untuk membedakan kehendak Allah dari yang bukan dalam bidangnya. Tetapi bagaimanakah maksudnya kesakralan pekerjaan engineering ini? Seperti apakah bentuknya?
Di dalam Perjanjian Lama, kita melihat adanya jabatan imam di antara orang Israel. Imam ini berfungsi terutama sebagai perantara bangsa Israel di hadapan Tuhan. Setiap laki-laki yang lahir dalam suku Lewi dan merupakan keturunan Harun, harus mendedikasikan hidupnya sepenuhnya bagi jabatan tersebut. Kita biasa mengenal bahwa imam adalah pekerjaan yang sakral, sesuai dengan yang ditetapkan Tuhan. Tetapi sesungguhnya, secara mekanisme, bagaimana pekerjaan imam-imam suku Israel ini di antara suku bangsanya?
Mereka adalah orang yang diajar untuk mempersembahkan berbagai jenis korban untuk berbagai jenis upacara bagi berbagai jenis orang. Di dalam Kitab Imamat dituliskan bagaimana imam-imam di Israel harus mempersembahkan korban bakaran, korban sajian, korban keselamatan, korban penghapus dosa, dan korban penebus salah (Im. 1-7) dengan prosedur upacara yang begitu detail. Kesalahan prosedur upacara yang dilakukan imam dapat membawa kematian bagi mereka (Im. 10). Mereka perlu merawat rumah Tuhan, mempersiapkan roti-roti sajian, dan menyalakan lampu-lampu di rumah Tuhan senantiasa (Im. 24) Mereka diajar bagaimana membedakan binatang yang haram dari yang tidak haram (Im. 11). Mereka memimpin upacara pentahiran (Im. 12) dan hari raya pendamaian pada waktu, dengan cara, dan pada tempat yang ditetapkan oleh Tuhan (Im. 16-17). Mereka membedakan orang yang tahir dari yang bukan untuk upacara-upacara mereka (Im. 15). Mereka harus membedakan orang, rumah, dan binatang yang terkena kusta dari yang terkena penyakit kulit lain, juga dengan prosedur yang detail dan ketat (Im. 13-14). Mereka memiliki keterbatasan khusus untuk memilih orang yang boleh menikah dengan mereka, dan memiliki beberapa petunjuk lain lagi bagaimana mereka harus hidup (Im. 21).
Jika kita melihat sepintas apa yang dikerjakan para imam tersebut, sebenarnya kita bisa melihat langsung bahwa apa yang dikerjakan para imam tersebut hanyalah menjadi sakral oleh karena satu sebab saja: mereka mengerjakannya bagi Tuhan, di hadapan Tuhan. Inilah kunci suatu pekerjaan yang sakral. Bayangkan jika ada orang yang memotong korban dengan cara-cara yang khusus, memperingati hari-hari tertentu, menjaga suatu rumah, membedakan binatang tahir dari yang bukan, orang kusta dari yang bukan, serta membatasi hidupnya dari hal-hal tertentu, persis seperti hidup seorang imam, tetapi tanpa ada Allah yang di hadapannya ia melakukan hal itu semua. Tidakkah hidup orang seperti itu lebih mirip orang aneh atau orang gila? Lebih enak pekerjaan seorang penjagal babi daripada pekerjaan imam, jika hal itu tidak dia lakukan untuk Allah. Oleh sebab seorang penjagal babi tidak dibatasi bagaimana dia harus memotong babinya, atau berapa tua usia babinya, atau apakah buah pelir babi itu rusak atau tidak, atau apakah babi itu jantan atau betina, atau apakah ia perlu sungguh hati-hati dalam membuang semua darah babi itu (maupun di mana ia harus membuangnya!), tetapi ia boleh mendapatkan uang baginya dari hasil penjualan babinya. Tetapi imam harus melakukan segala macam tata cara upacara dengan benar bagi Tuhan dan dibatasi oleh semuanya dalam hal memotong dan mempersembahkan korban bagi Tuhan. Dari sini, jelas kita melihat bahwa kesakralan suatu pekerjaan tidak terdapat dalam mekanismenya ataupun bagaimana manusia lain memandangnya, melainkan kepada Subjek kepada siapa ia harus mempertanggungjawabkan pekerjaannya.
Demikian kita seharusnya melihat pekerjaan kita di dalam bidang engineering. Pekerjaan tersebut menjadi sakral, bukan karena mekanismenya atau karena bagaimana manusia memandangnya, melainkan karena seorang mengerjakannya di hadapan Tuhan. Apakah kita datang ke kantor tepat waktu, bekerja membuat dokumen di depan komputer, mendesain produk kita, bertemu klien, pergi mengunjungi site proyek, menata dan mengatur meja kerja kita dan desktop komputer kita, bekerja sama dengan rekan di kantor, mengoordinasi dan mendistribusikan pekerjaan, memberikan laporan pada atasan, melatih engineer yang lebih muda, memberi penjelasan teknis pada customer, ataupun belajar menggunakan alat yang akan kita pakai dalam pekerjaan kita, semuanya itu hanya menjadi sakral ketika kita mengerjakannya di hadapan Tuhan. Kita ingin mengerjakan semuanya itu dengan baik dan benar, hanya oleh karena Tuhan yang menentukan kita bekerja sebagai engineer di hadapan-Nya. Tanpanya, pekerjaan yang kita kerjakan tidak memiliki nilai sakral sedikit pun, sama seperti pekerjaan seorang imam juga hanya menjadi sakral ketika ia mengerjakannya di hadapan Tuhan. Kiranya kita semua yang menjadi engineer, boleh belajar melihat pekerjaan kita yang sakral di hadapan Tuhan!
Kedua, sebagai seorang engineer Kristen, kita juga dituntut untuk memiliki kepercayaan pada Tuhan lebih daripada apa yang kita lihat terjadi di dunia, sebagaimana seorang Kristen seharusnya. Sebagai seorang engineer, kita tidak sedang mengalami pencobaan lebih kecil dibandingkan seorang misionaris yang berperang di garis depan penginjilan, jika kita menyikapi pekerjaan kita dengan benar. Dunia mendefinisikan engineer sebagai orang yang berada di dalam kotak ekonomi, yaitu sebagai agen yang secara langsung melaksanakan pembuatan suatu produk/jasa bagi kepentingan bisnis, tetapi Tuhan melihat kita sebagai rekan kerja-Nya dalam mengelola alam di dunia!
Jika demikian Allah memandang kita sebagai engineer, akankah kita membuang jabatan yang diberikan Allah pada kita sebagai rekan-Nya demi jabatan yang begitu remeh yang ditawarkan oleh dunia? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, oleh karena kita mengenal jabatan kita di hadapan Allah: kita belajar membedakan praktik engineering yang benar dari yang salah, belajar membedakan perusahaan yang menjalankan prinsip-prinsip engineering yang baik dari yang tidak, belajar membedakan perusahaan-perusahaan yang hanya menggunakan produk/jasanya untuk mencari untung dari yang melakukannya demi menjadi berkat bagi manusia. Kita menyatakan kesalahan dari praktik-praktik engineering yang salah dan menjaga agar kita sendiri tidak terjerumus di dalamnya. Kita lebih memikirkan kebutuhan dan kualitas yang real dibandingkan apakah proyek-proyek tersebut banyak memberikan uang atau tidak. Kita berusaha mengembalikan agar teknologi tidak dipakai untuk merusak maupun mengeruk uang, tetapi agar menjadi berkat bagi sesama, demi kemuliaan Tuhan! Ingat bahwa Tuhan telah berjanji bahwa Ia akan mencukupkan kebutuhan kita, sekalipun tidak di dalam kelimpahan materi, ketika kita tidak menjadi hamba uang dan belajar mencukupkan diri dari apa yang ada pada kita (Ibr. 13: 5)!
Ketika kita mengerjakan semua ini, mungkin ada dari antara kita yang akan dikucilkan, berada di tempat yang terpelosok, mendapat gaji rendah, dijauhi keluarga maupun rekan sekitar. Ladang di mana kita harus mengerjakan ini semua bisa jadi masih gersang sekali, dan tidak pernah digarap oleh siapapun. Tetapi, bukankah Tuhan memang telah mengatakan bahwa selama di dunia ini, kita akan mengalami banyak penganiayaan (Yoh. 16:33)? Tetapi siapa yang belajar untuk memikul salibnya setiap hari (Luk. 9:23) dan mati bersama Tuhannya, akan dibangkitkan dalam kemuliaan bersama Tuhannya (Why. 2: 10)! Karena itu, marilah kita belajar untuk menguatkan tangan kita yang lemah dan lutut kita yang goyah, dan meluruskan jalan bagi kaki kita agar, sebagai seorang engineer Kristen, kita tidak pincang dan terpelecok di zaman yang bengkok ini, tetapi menjadi sembuh (Ibr. 12: 12-13)!
(bersambung ke artikel selanjutnya)
Ian Kamajaya
Pemuda GRII Singapura