Engineers yang Mengikut Tuhan
“…Tetapi jikalau engkau mendapat kesempatan untuk dibebaskan, pergunakanlah kesempatan itu. Sebab seorang hamba yang dipanggil Tuhan dalam pelayanan-Nya, adalah orang bebas, milik Tuhan… karena itu janganlah kamu menjadi hamba manusia.” (1Kor. 7:21-23)
“Karena kamu sabar, jika orang memperhambakan kamu, jika orang menghisap kamu, jika orang menguasai kamu, jika orang berlaku angkuh terhadap kamu, jika orang menampar kamu.” (2Kor. 11:20)
“Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita!… Hendaklah engkau setia sampai mati, dan aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.” – Yesus Kristus (Why. 2:10)
Ketiga, marilah kita berusaha untuk membangun sebuah komunitas engineer yang mau mengikut Tuhan dengan sungguh-sungguh di mana kita berada. Kita tahu bahwa di zaman ini, perpecahan di kalangan engineering semakin kuat disebabkan oleh spesialisasi keahlian tiap engineer. Hal ini membuat seorang engineer Kristen sering harus menjalani “sendiri” (referensi ada di artikel-artikel sebelumnya) kehidupan imannya dalam bidang pekerjaannya. Memang tidak mungkin bagi satu orang engineer Kristen yang hidup di zaman ini untuk mengerti setiap bidang engineering dengan kedalaman yang signifikan. Tetapi bukanlah tidak mungkin bagi kumpulan engineer Kristen, untuk membuat komunitas yang dapat saling menolong, saling memercayai dan dapat dipercayai satu sama lain, dan yang mengerti kumpulan bidang engineering sehingga mereka mampu mengerjakan proyek bersama demi kemuliaan Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama! Ingatlah bahwa oleh karena salib Kristus kita semua yang telah ditebus adalah saudara. Di dalam persaudaraan, kita disatukan bukan oleh interest pribadi ataupun uang, melainkan oleh kasih. Kasih persaudaraan mendasari rasa saling percaya, saling mengerti, saling membangun, saling menerima, saling menolong, saling menghargai, dan saling mengampuni. Jika demikian halnya natur dari komunitas Kristen yang kita miliki oleh karena darah Kristus yang tak ternilai harganya yang telah menebus kita semua, betapa besar potensi yang dapat kita miliki di dalam komunitas engineer Kristen jikalau kita mau bekerja bersama!
Marilah kita merenungkan hal yang berikut ini. Jika seorang investor, oleh karena uangnya, boleh mempersatukan sekelompok engineer untuk bekerja bersama di dalam satu proyek, sehingga mereka mau bekerja membanting tulang puluhan jam per minggu selama bertahun-tahun, padahal sebelumnya kumpulan engineer tersebut belum tentu saling mengenal dan belum tentu saling mengerti bidang masing-masing, tetapi boleh dipersatukan karena interest (ketertarikan) pribadi atau oleh imbalan (terutama berupa gaji) yang dijanjikan oleh investor tersebut pada setiap dari mereka, sedang mungkin yang paling diuntungkan melalui proyek tersebut adalah si investor sendiri yang belum tentu memberikan kontribusi kerja apa pun bagi proyek tersebut selain uangnya, tidakkah lebih-lebih kita sebagai engineer Kristen seharusnya mau membangun sebuah komunitas yang jauh lebih erat dan mau bekerja bersama jauh lebih berat di dalam bidang engineering oleh sebab yang mempersatukan kita adalah Dia yang telah menyerahkan nyawa-Nya bagi kita (Yoh. 3:16), dan tujuan pekerjaan tersebut adalah kemuliaan Tuhan (1Kor. 10:31), serta imbalan yang Dia janjikan adalah mahkota kehidupan yang kekal (Why. 2:10)? Marilah kita yang mengaku sebagai seorang Kristen dan sadar bahwa kita dipanggil untuk menjadi engineer boleh memikirkan pembangunan komunitas engineer Kristen yang sedemikian.
Demikian persatuan kita di dalam kehidupan kita sebagai sekelompok engineer Kristen tidak harus semata dibangun atas dasar saling mengerti bidang kerja satu sama lain, tetapi karena kita mau belajar mengasihi satu sama lain sebagai saudara seiman, supaya dunia tahu bahwa kita adalah murid-murid Kristus (Yoh. 13:35). Asalkan kelompok tersebut sama-sama percaya kesakralan pekerjaan mereka dalam bidang engineering dan mau belajar mengasihi saudara-saudarinya sebagai komunitas engineer Kristen, besar potensial dari komunitas engineer tersebut di dalam mengelola bumi bagi kemuliaan Tuhan! Tetapi oleh karena dosa, di mana engineer Kristen yang mau membangun komunitas tersebut pun hanyalah kumpulan orang berdosa, adalah baik jika komunitas tersebut dibangun secara perlahan-lahan (tidak tergesa-gesa). Terutama, dan mula-mula, melalui pengenalan akan satu sama lain di dalam iman kepercayaannya terhadap Tuhan Yesus Kristus, sambil menguatkan satu sama lain di dalam kasih karunia (2Tim. 2:1, Ibr. 13:9) seiring berjalannya komunitas tersebut.
Juga, perlu ditekankan di sini bahwa tanpa adanya paham kesakralan bidang kerja engineering yang sama bagi para engineer di dalam komunitas tersebut, komunitas tersebut juga dapat berada dalam bahaya jatuh pada keadaan dualisme sakral-sekuler dan tidak menjalankan fungsinya, kalaupun semua yang hadir di dalam komunitas tersebut adalah engineer Kristen. Komunitas tersebut bisa jadi hanya mendorong pembelajaran Alkitab, doa, dan persekutuan bersama (oleh karena aktivitas seperti ini sakral), tetapi tanpa ada kaitannya dengan penjalanan mandat budaya bersama di dalam bidang engineering (oleh karena ini adalah aktivitas sekuler). Komunitas yang demikian tentu tidak salah, malah bisa jadi baik adanya, tetapi bukan komunitas semacam ini yang boleh memenuhi kebutuhan tugas panggilan sebagai engineer Kristen dalam suatu komunitas bersama – selama pembangunan komunitas yang demikian dimungkinkan. Oleh karena itu, pengertian tentang kesakralan panggilan sebagai engineer perlu menjadi bagian dasar dari pemahaman bersama (bukan pemahaman satu atau dua orang saja) dalam komunitas tersebut.
Yang keempat, biarlah mereka yang berada di dalam posisi yang lebih baik dibandingkan kebanyakan engineer Kristen yang lain, tidak justru menjadi kelompok engineer Kristen yang “jinak” (referensi ada di artikel sebelumnya), melainkan belajar memikirkan tanggung jawabnya yang lebih besar di hadapan Tuhan.
Sebagai contoh, masih terkait dengan bagaimana komunitas engineer Kristen boleh dibangun, sekelompok engineer Kristen mungkin berada dalam keadaan yang sulit untuk boleh membangun sebuah komunitas engineer Kristen. Misalnya ketika mereka adalah minoritas di sebuah negara yang menentang kekristenan, atau ketika pengertian kekristenan di tempat mereka berada tentang kaitan erat antara pekerjaan dan iman masih sangat minim. Alkitab mengajarkan bahwa walaupun semua orang Kristen bebas dari perbudakan dosa oleh karena Yesus Kristus (Yoh. 8:36, Rm. 6:17-18, 1Ptr. 2:16), tidak semua orang Kristen bebas dari ikatan struktur masyarakat dunia yang telah jatuh di dalam dosa. Sebagian dari orang Kristen dalam zaman Perjanjian Baru, misalnya, ada yang menjadi percaya ketika mereka masih hidup sebagai budak (1Kor. 7:21). Terhadap kelompok yang demikian, kita melihat bahwa para rasul juga tidak berusaha menghapuskan sistem perbudakan itu sendiri ataupun mengajarkan budak-budak tersebut untuk hidup tidak taat terhadap majikan mereka ketika menjadi orang percaya, melainkan mendorong mereka untuk memiliki kesadaran bahwa mereka, lebih dari sekadar hamba manusia, sesungguhnya adalah hamba-hamba Allah yang ditempatkan Allah sebagai hamba-hamba manusia tetapi yang akan menerima upah mereka langsung dari Allah sendiri (Ef. 6:5-8, Kol. 3:22-24, Tit. 2:9-10, 1Ptr. 2:18-21). Oleh karena itu, jika ada kelompok engineer Kristen yang berada dalam keadaan tidak bebas oleh karena ikatan struktur masyarakat di sekitarnya yang terlalu kuat, kiranya kesadaran bahwa engineer Kristen adalah hamba-hamba Allah, menguatkan mereka untuk melayani di tengah-tengah keadaan mereka yang sulit.
Tetapi bagi sekelompok engineer Kristen yang lain, yaitu mereka yang memiliki kebebasan lebih di dalam bidang pekerjaannya, kiranya mereka boleh lebih memikirkan ayat-ayat yang berikut ini: “…siapa tahu, mungkin justru untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan…” (Est. 4:14), “…tetapi jikalau engkau mendapat kesempatan untuk dibebaskan, pergunakanlah kesempatan itu” (1Kor. 7:11), “…karena kamu sabar, jika orang memperhambakan kamu” (2Kor. 11:20), “…baiklah… orang kaya (merendahkan hati) karena kedudukannya yang rendah sebab ia akan lenyap seperti rumput… di tengah-tengah segala usahanya ia akan lenyap” (Yak. 1:10-11).
Bukan tanpa tujuan Allah memberikan sebagian orang di posisi yang lebih berpengaruh dibandingkan yang lain. Bukan pula tanpa alasan Ia memberikan seorang kebebasan dan yang lain keterikatan. Tetapi dalam keadaan apa pun yang diberikan Allah, adalah perlu bagi seorang Kristen untuk memikirkan tujuan Allah di dalam konteks kehidupannya. Seorang engineer Kristen yang mendapatkan pendidikan lebih tinggi, proyek-proyek lebih besar, keuangan yang cukup, atau kemungkinan kerja yang lebih bebas dibandingkan yang lain kemungkinan besar memang memiliki tanggung jawab lebih besar. Hal ini bisa berarti bahwa kumpulan engineer Kristen inilah yang harusnya berusaha memberikan pengaruh baik bagi bidang engineering di dunia dan yang, kalau diperlukan, memulai mendirikan perusahaan-perusahaan sendiri yang tidak menuruti gencarnya arus permainan pasar dunia, tetapi yang bergerak demi menjalankan mandat budaya demi pengolahan bumi bagi kemuliaan Tuhan dan demi menjadi berkat bagi sesamanya.
Barang siapa yang mendapat banyak, padanya akan dituntut lebih banyak (Luk. 12: 48). Ini adalah hukum Alkitab. Tetapi tanpa mengenal tanggung jawab yang besar yang datang bersamaan dengan anugerah yang besar, seorang Kristen akan sangat mudah jatuh ke dalam penghamburan anugerah. Sangat mudah sebagai seorang engineer yang berada dalam keadaan enak untuk menjadi jinak dan mau diperhambakan – bukan oleh Tuhan, tetapi oleh dunia. Itulah sebabnya seorang penulis Kristen, C.S. Lewis, pernah menuliskan buku mengenai beratnya kemuliaan (the weight of glory), oleh sebab tidak semua orang yang menerimanya sanggup “mengangkatnya” dan tidak “jatuh” (ke dalam dosa-dosa seperti kemalasan, kesombongan, pencarian kenikmatan dunia, pemberhalaan diri, karier, prestasi, dan lain sebagainya).
Oleh sebab itu, marilah kita belajar dari Yesus Kristus sendiri, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan memilih untuk menaati Allah sampai mati di atas kayu salib (Flp. 2:6-8). Jika kita menyebut Yesus, Tuhan dan Raja, yaitu Dia yang tidak menganggap keadaan-Nya yang begitu baik di sorga sebagai alasan bagi-Nya untuk tidak turun ke dalam dunia dan menjadi Penebus bagi umat pilihan-Nya melalui kesengsaraan yang pahit, marilah kita juga belajar mencontoh teladan-Nya. Marilah kita belajar dari Ester yang, ketika Mordekhai menyadarkannya akan posisinya yang strategis untuk menyelamatkan bangsa Yahudi, berani mengambil risiko untuk taat terhadap permintaan Mordekhai, oleh karena ia menyadari tanggung jawabnya di tengah-tengah keadaannya yang baik (Est. 4:14-16). Jika kita yang memiliki keadaan yang lebih baik tidak memperjuangkan engineering bagi kemuliaan Tuhan lebih daripada mereka yang berada dalam kesulitan, siapakah yang akan memperjuangkan agar engineering dapat dikembalikan bagi kemuliaan Tuhan? Tetapi jika kita tidak mau mengerjakan tanggung jawab kita dan menjadi seorang yang egois, ingatlah bahwa peringatan dari Mordekhai pada Ester dapat berlaku pada kita juga (Est. 4:13-14).
Selama masih mungkin, marilah kita berusaha membangun komunitas engineer Kristen yang sungguh-sungguh bagi Tuhan. Dan marilah juga kita yang berada dalam keadaan lebih ideal berpikir bagaimana kita boleh mengambil tanggung jawab yang lebih besar di dalam bidang engineering.
Kelima, dan terakhir, marilah kita belajar untuk menikmati pekerjaan kita dalam bidang engineering bagi kemuliaan Tuhan. Ada banyak cara bagi seorang Kristen untuk memahami pekerjaannya dalam bidang engineering. Ia bisa melihatnya sebagai paksaan, sebagai tanggung jawab yang harus diselesaikan, atau sebagai anugerah yang tidak layak ia terima tetapi telah diberikan Tuhan padanya. Dengan cara melihat yang berbeda-beda, ia akan melihat kenikmatan yang diberikan oleh bidang kerjanya dengan cara yang berbeda-beda pula.
Jika ia melihatnya sebagai paksaan, ia mungkin baru akan menikmati bidang pekerjaannya kalau ia dibebaskan darinya. Atau kalau ia melihat bahwa bidang kerjanya merupakan tanggung jawab, ia akan menikmatinya ketika ia boleh menyelesaikannya dengan baik dan mendapatkan upah dari pekerjaannya. Tetapi kalau ia melihat pekerjaannya sebagai anugerah yang baik yang tidak layak ia terima dari Tuhan, ia akan menikmati setiap anugerah tersebut dengan hati yang bersyukur – entahkah ia berada di posisi yang tinggi ataupun rendah, dengan upah yang besar maupun kecil, di dalam keadaan yang senang maupun sulit!
Benjamin Franklin, salah seorang Bapa pendiri negara Amerika, yang juga adalah sekaligus seorang penemu agung, memiliki banyak hasil temuan yang tidak ia patenkan. Dalam autobiografinya, ia menjelaskan alasannya tidak mematenkan hasil penemuannya demikian, “Sebagaimana kita telah diuntungkan oleh banyak penemuan agung yang dikerjakan oleh orang lain, demikian kita seharusnya merasa cukup bahagia oleh karena kesempatan yang diberikan pada kita untuk melayani orang lain dengan segala penemuan kita. Dan karena itulah seharusnya kita mengerjakannya tanpa menerima bayaran (paten) dan dengan murah hati.” Benjamin Franklin, bukanlah seorang Kristen, melainkan seorang theis (orang yang percaya Allah ada, tetapi bukan yang ternyatakan hanya di dalam diri Yesus Kristus). Kendatipun demikian, ia mengenali pekerjaannya sebagai pemberian Allah yang dikerjakan melalui diri orang-orang lain. Jika demikian respons seorang yang mengenal Allah Pencipta dan Pemelihara, tetapi tidak mengenal Allah Penebus yang dinyatakan dalam diri Yesus Kristus, terhadap pekerjaannya, bagaimanakah seharusnya kita yang telah ditebus Allah secara cuma-cuma dengan darah-Nya yang mahal (1Ptr. 1:19) meresponi pekerjaan pemberian Tuhan? Tidakkah jauh lebih-lebih lagi kita harus bersyukur oleh karenanya dan mengerjakannya dengan penuh sukacita?
Seorang yang begitu lapar dan haus oleh karena tidak mendapatkan makan dan minum selama tiga hari berturut-turut akan bersukacita karena sepiring nasi dan segelas air yang diterimanya. Tetapi jauh lebih berbahagia seorang yang layaknya berada dalam siksaan neraka sampai selama-lamanya dilepaskan untuk menerima warisan sorga bersama dengan Anak Allah yang Tunggal (Rm. 8:17)! Akan seperti apakah respons orang yang demikian pada Allah yang telah melepaskannya dari cengkeraman maut, setan, dan neraka? Tentu ia tidak hanya akan memberikan pekerjaannya pada-Nya, melainkan seluruh hidupnya! Oleh karena itu, tidak mungkin kita yang telah mengenal Yesus Kristus tidak pula memberikan pekerjaan kita bagi kemuliaan-Nya. Demikian kita boleh melihat pekerjaan kita dalam bidang engineering adalah karena kemurahan Tuhan dan boleh senantiasa bersyukur karenanya.
Oleh karena dosa, kita melihat pekerjaan sebagai paksaan (Kej. 3:17-19). Oleh karena penciptaan, kita melihat pekerjaan sebagai tanggung jawab dan berkat, sedang hukuman sebagai upah kejahatan (Kej. 1:28-31, 2:16-17). Tetapi oleh karena penebusan, kita melihat pekerjaan kita sebagai anugerah mulia bagi seorang pendosa besar! Demikian seruan manusia baru di dalam diri kita! Dan demikian pula kita akan mendengungkan seruan itu sampai selama-lamanya, senantiasa menjadi lagu pujian dalam mulut kita dan ucapan syukur dalam hati kita atas pekerjaan-pekerjaan baik yang diberikan Allah pada kita! Seorang engineer Kristen di dalam dunia yang penuh dosa, juga adalah seorang hina yang telah ditebus dengan cuma-cuma oleh Allah segala kemuliaan untuk hidup berbagian di dalam pekerjaan-pekerjaan tangan-Nya yang baik (Ef. 2:10). Marilah kita belajar menikmati Tuhan di dalam bidang pekerjaan kita oleh karenanya – bagi kemuliaan Tuhan.
Penutup
“…karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa ia berkuasa memelihara apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan.” (2Tim. 1:12)
Akhir kata, di dalam mengerjakan semuanya ini, marilah kita bersandarkan pada Dia yang mampu memelihara apa yang diserahkan-Nya pada kita, lebih daripada apa yang kita sendiri sanggup kerjakan, doakan, atau pikirkan (2Tim. 1:12, Ef. 3:20). Setiap kita hanya memiliki lima roti dan dua ikan, tetapi di tangan Tuhan, hal itu dapat dipakai untuk memberi makan lima ribu orang laki-laki beserta keluarganya (Mat. 14:13-21, Mrk. 6:30-44, Luk. 9:10-17, Yoh. 6:1-13). Kiranya Allah sumber segala rahmat sendiri yang senantiasa menopang kita di dalam panggilan-Nya atas diri kita masing-masing. Amin ya Amin.
Ian Kamajaya
Pemuda GRII Singapura