Kekristenan dan kehidupan orang Kristen adalah kehidupan yang percaya. Tanpa iman kepercayaan yang benar, kita tidak mungkin mendapat perkenanan Tuhan. Ketika saya pertama kali membaca Kitab Yesaya yang mengatakan, “Ketika Abraham menyendiri…” (Yes. 51:2), saya sangat terkejut. Siapa pada zaman itu hidup sendirian? Di dalam setiap zaman ada jutaan orang yang hidup, mengapa Abraham memilih hidup seorang diri? Itu bukan karena ia belum menikah atau masih lajang sehingga seorang diri, melainkan pada saat semua orang di dunia ini sedang memberontak dan menentang kehendak Tuhan, ketika mereka berjalan di jalan mereka sendiri, Abraham seorang diri beriman dan berharap kepada Tuhan.
Allah berkata, “Inilah anak-Ku, yang dengan iman datang kepada-Ku; dia adalah orang beriman yang hidup menurut kehendak-Ku.” Maka Allah melalui orang beriman ini, membangun satu kerajaan, satu bangsa. Mulai saat itu Allah membenarkan Abraham. Abraham bukanlah orang yang tidak berdosa sama sekali. Ia juga bukan orang yang sempurna suci. Ia pernah berbohong dan menipu. Abraham juga mempunyai kelemahan sebagai manusia. Namun, imannya membuat Allah membenarkan dia.
Beberapa ribu tahun kemudian, Paulus mengerti firman ini, lalu mengatakan bahwa karena iman, Abraham diperhitungkan sebagai orang benar di hadapan Tuhan (Rm. 4). Abraham sebenarnya bukan orang benar; ia juga adalah orang berdosa yang harus mendapat penghakiman Tuhan. Ketika seseorang mempunyai iman yang murni kepada Tuhan, maka Allah mengatakan, “Aku tidak menganggap engkau musuh, tetapi akan menggabungkan engkau ke dalam kelompok orang benar.” Bukan karena kebenaran Abraham, maka ia diterima oleh Tuhan. Tetapi karena Allah telah memberikan kebenaran-Nya kepada Abraham, maka Abraham dibenarkan.
“Dibenarkan” mengandung dua unsur. Pertama, imputasi dosa. Allah tidak lagi melihat orang itu sebagai orang berdosa. Di dalam kehidupan orang Kristen, kita menyelesaikan dosa dengan cara Kristus mati bagi kita, di mana Dia dihakimi karena kita, mengalirkan darah-Nya untuk menyucikan dosa kita. Dari sisi Allah, dosa kita tidak lagi diperhitungkan, karena dosa kita telah diimputasikan (ditempelkan dan disatukan) ke dalam Kristus.
Kedua, imputasi kebenaran, di mana secara aktif di atas kayu salib, Allah memberikan (mengimputasikan) kebenaran Kristus kepada kita. Kebenaran ini diberikan kepada kita, karena memang bukan kebenaran kita. Tidak seorang pun yang bisa diterima oleh Tuhan karena kebenarannya sendiri. Kita bisa diterima karena Allah mengimputasi kebenaran Kristus ke dalam kita, sehingga kita dapat disebut sebagai orang benar.
Bukan saja tidak lagi memperhitungkan dosa kita, tetapi karena kebenaran Kristus telah diberikan kepada kita, kita semua adalah orang yang dibenarkan karena iman, karena ada kebenaran Kristus di dalam diri kita. Dan itu menjadikan kita orang-orang yang hidup di hadapan Allah, karena iman kita adalah iman yang dibenarkan, yang kemudian diubah menjadi iman yang bersandar kepada Tuhan. Dengan demikian, kita mulai dari iman dan menuju kepada iman.
Awalnya kita menerima iman dasar yang Kristus berikan kepada kita. Iman dasar ini adalah anugerah umum, datang dari wahyu umum. Kita menyadari Allah ada. Kita mempunyai iman dasar ketika kita dilahirkan. Setelah mendengarkan firman Tuhan, jika kita mau taat dan mendengarkan dengan jelas, menerima dalam hati, firman-Nya akan bertunas di dalam diri kita dan menghasilkan iman. Paulus mengatakan bahwa iman ini adalah iman karena mengenal Tuhan dan bersandar kepada-Nya. Dari iman dasar ke iman yang bersandar kepada Tuhan disebut sebagai “dari iman kepada iman” yang dimulai dari ketaatan Kristus untuk menjadi ketaatan kita.
“Dari iman kepada iman” merupakan proses perjalanan hidup yang dimulai dari iman dan diakhiri dengan iman. Dari iman yang awal karena Kristus menaruh bibit iman di dalam diri kita hingga sampai iman yang terakhir yang disempurnakan juga oleh Kristus, sehingga disebut iman yang dari awal hingga akhir.
Iman dalam bahasa Yunani adalah pistos, di dalam bahasa Latin adalah fide, dan dalam bahasa Inggris adalah faith. Dari kata fide muncul kata fidelity yang artinya setia. Maka orang yang beriman di hadapan Tuhan harus menyatakan kesetiaannya, dan ini merupakan kesejatian. Di dalam kebudayaan Ibrani, di dalam keseluruhan Alkitab, kata yang paling penting adalah sejati. Kata “sejati” dalam kebudayaan Yunani merupakan esensi yang paling dasar. Kita mengharapkan percaya kepada Allah yang sejati, mendengarkan firman yang sejati, berdoa dengan hati yang sejati. Itulah sebabnya di setiap akhir doa, kita menutup dengan kata “amin”. Kata “amin” berarti bahwa “dari kedalaman hati aku menyatakan doaku kepada-Mu”. Kekristenan berbicara tentang Allah yang sejati, wahyu yang sejati, firman yang sejati, iman yang sejati, kasih yang sejati, ibadah yang sejati, dan penyembahan yang sejati.
Bangsa Israel mengetahui kata “sejati” sangat penting, tetapi ketika Yesus datang ke dunia, teguran yang paling berat yang diberikan kepada bangsa Yahudi justru adalah “kepalsuan”. Yesus dengan keras menegur mereka, “Kalian adalah orang Farisi munafik.” Bangsa Yahudi yang menuntut kesejatian justru ditegur sebagai palsu, karena mereka mementingkan apa yang kelihatan di luar, tidak mementingkan ketulusan hati. Ketika Kristus datang ke dunia, Ia berkata kepada perempuan Samaria satu kalimat yang penting, “Allah sejati yang kita sembah, biarlah kita menyembah Dia dengan ketulusan hati, segenap hati yang sejati dan dengan sesungguhnya. Dengan rohmu engkau menyembah Tuhan.” Ada terjemahan lain yang mengatakan, “Kita harus menyembah Dia dengan roh dan kebenaran.” Kata “kebenaran” adalah istilah yang sering disebut Yesus di dalam Injil Yohanes pasal 14 dan 16. Jika kita mempunyai kebenaran, kita merupakan orang yang taat kepada Roh Kudus. Dan jika seseorang dipenuhi Roh Kudus, pastilah ia akan berjalan di jalan kebenaran. Oleh karena itu, setiap orang Kristen dengan bantuan Roh Kudus akan masuk ke dalam ibadah yang sejati.
Kita datang ke gereja belum tentu merupakan ibadah yang sejati. Ibadah sejati terjadi ketika iman kita kepada Tuhan merupakan iman yang sejati. Sound system yang baik disebut memiliki kualitas high fidelity (hi-fi), yang berarti sangat setia kepada suara aslinya. Demikian juga tuntutan Allah kepada orang percaya. Ketika orang Kristen memiliki iman yang sejati kepada Allah yang sejati, maka Allah mengatakan, “Inilah anak-Ku.” Jika orang Kristen tidak mempunyai hati yang mau percaya dengan iman yang sejati, Allah akan mengatakan, “Hai orang munafik, kalian bukan anak-Ku.” Jika kita menjadi anggota gereja hanya untuk menonjolkan nama, kita adalah bajingan. Walaupun kelihatan hatimu tertuju kepada Tuhan, engkau belum tentu orang beriman, karena tidak cukup hanya dengan ketulusan hati, tetapi kalau objek yang kita percaya salah, percuma iman kita.
Objek iman akan menentukan nilai iman kita. Jika saya beriman kepada satu objek, tetapi objek itu tidak patut diimani, lalu saya berkata, “Tidak apa-apa, yang penting saya percaya sungguh-sungguh, saya percaya dengan sepenuh hati yang sejati.” Maka saya memberikan hati dan percaya yang sejati kepada objek yang palsu, bukan objek sejati. Apakah karena saya menganggap objek iman saya itu asli, maka dia menjadi objek iman yang asli? Tidak mungkin. Tuhan juga demikian. Tuhan yang palsu, sekalipun engkau katakan itu adalah allah yang sejati, ia tetap palsu. Tidak mungkin karena kehebatan iman kita, maka objek iman yang palsu bisa menjadi asli. Tuhan yang asli dan sungguh adalah Tuhan yang tidak berubah. Kalau Tuhan Allah itu bisa berubah, jelas Ia bukan Allah. Tidak ada sesuatu yang bisa berubah menjadi Allah. Allah hanya berubah menjadi manusia yang disebut inkarnasi, yaitu Allah menjadi manusia, datang dan mengasihi manusia. Allah sejati ini patut disembah sujud manusia.
Jika saya memiliki iman yang sejati tetapi saya berikan kepada allah yang palsu, saya yang akan rugi. Allah palsu tidak layak menerima iman kepercayaan yang sejati, sehingga kita tidak boleh memberikan iman kita kepada allah yang palsu. Dalam hal ini, Iblis telah melakukan hal yang sangat besar, di mana Iblis telah mengubah kekristenan, mengubah iman dalam Alkitab, dan mengubah konsep theologi. Akibatnya, banyak orang yang terkecoh, yang palsu dianggap sejati, lalu seumur hidup percaya terhadap hal yang kita anggap benar tetapi salah. Engkau beranggapan bahwa gereja tertentu itu benar, padahal salah dan palsu. Engkau beranggapan bahwa pendeta itu sejati, tetapi sebenarnya palsu. Engkau percaya firman yang disampaikan itu sejati, tetapi rupanya juga palsu. Engkau kira iman yang kaudapatkan itu sejati, tetapi sebenarnya iman yang palsu. Sebenarnya, banyak sekali ilah palsu yang telah meniru dan memalsukan Allah yang sejati. Hari ini banyak sekali iman palsu menggantikan iman yang sejati. Alkitab mengatakan, “Yang mengganti Allah sejati dengan ilah palsu, dosanya akan ditambahkan.”
Banyak wanita dan remaja yang sangat bersih, murni, ketika pacaran begitu penuh ketulusan, mencurahkan cinta mereka kepada orang yang palsu, bukan orang yang sungguh-sungguh mencintai mereka. Mereka pandai mengeluarkan kata-kata yang manis: aku mencintai engkau selamanya, seumur hidup aku tidak akan meninggalkan engkau, dan lain-lain. Tetapi tidak lama kemudian ia mendengar wanita lain berkata kepada dia, “Ada orang yang mengejar aku, dia mengatakan kepadaku engkau wanita yang paling cantik di dunia,” kemudian dia bertanya kepada wanita itu, siapa nama pria itu, ternyata pria itu adalah suaminya. Maka ia menemukan bahwa pria yang setiap hari berkata kepada dia, juga berkata kepada wanita lain kata-kata yang sama, “Aku cinta kamu, engkau wanita tercantik di dunia, aku mau menikah denganmu, aku tidak akan meninggalkan engkau.” Banyak wanita yang telinganya terlalu ringan mendengar pujian, sehingga dengan mudahnya mereka memberikan hatinya.
Di Indonesia, separuh orang Kristen salah percaya, bukan percaya kepada Allah yang sejati, karena ada yang disebut hamba Tuhan, tetapi memberitakan tuhan yang palsu. Ada orang yang beranggapan ini Allah, itu Roh Kudus, ini adalah iman Kristen, lalu mereka percaya seumur hidup. Suatu hari ketika mereka berjumpa dengan Tuhan, Tuhan akan mengatakan, “Aku selamanya tidak kenal engkau. Enyahlah dari pada-Ku, engkau pembuat kejahatan.” Tetapi mereka akan menyanggah, “Bukankah aku mengusir setan demi nama-Mu, mengadakan mujizat demi nama-Mu, menyembuhkan penyakit demi nama-Mu, dan bernubuat demi nama-Mu?” Tuhan berkata, “Selamanya engkau tidak kenal Aku, dan selamanya Aku juga tidak kenal kamu.” Mereka merasa mempunyai Tuhan dan sudah mengenal Tuhan, tetapi Tuhan tidak pernah mengenal mereka. Mereka adalah orang Kristen yang palsu, mereka adalah gereja yang palsu, mereka adalah pendeta yang palsu, dan mereka adalah orang beriman yang palsu. Di dalam Matius 7 dengan jelas dikatakan, “Begitu banyak orang akan berseru, ‘Tuhan! Tuhan!’ Tetapi Tuhan Yesus mengatakan, ‘Jangan sebut Aku Tuhan, karena selamanya Aku tidak pernah mengenal kalian.’” Betapa kasihan orang-orang seperti ini. Objek iman menentukan nilai iman kita. Objek yang salah tidak mungkin berubah menjadi benar dengan iman kita yang sebesar apa pun. Iman sebesar apa pun tidak mungkin mengubah allah yang salah menjadi Allah yang sejati. Oleh karena itu, kita harus dengan jelas mengetahui mengapa doktrin dan kebenaran itu sangat penting.
Kebenaran adalah otoritas tertinggi dan kebenaran mutlak tidak pernah berubah. Hanya Allah sejati yang adalah Allah yang sungguh benar. Kebenaran Tuhan ini sangat penting, maka orang yang suka mendengar firman Tuhan adalah orang yang sangat diberkati. Orang yang bisa mendengar dan masuk ke dalam kebenaran firman Tuhan adalah orang yang mendapat berkat yang besar dari Tuhan. Hari ini banyak orang yang imannya sangat tidak baik, karena mereka selamanya tidak mendengarkan firman Tuhan dengan baik, tidak mendengarkan firman Tuhan dengan saksama. Ketika sedang mendengarkan firman Tuhan, mereka menengok ke kiri dan ke kanan, mencoba melihat wanita mana yang cantik, atau bermain gawai, atau sambil memikirkan usahanya. Hanya orang yang mendengarkan firman Tuhan yang sejati dengan jelas yang akan mempunyai iman yang sejati.
Kita harus waspada, berapa banyak bobot firman Tuhan di dalam hati kita. Hanya kebenaran Tuhan yang bisa membangun iman yang sejati, karena iman datang dari pendengaran akan firman Tuhan (Rm. 10:9-10). Di dalam Injil Yohanes 17:7, Tuhan Yesus mengatakan, “Bapa, kuduskanlah mereka dalam kebenaran-Mu. Firman-Mu adalah kebenaran, dan kebenaran-Mu yang sejati menyucikan orang, dan membangun iman yang sejati, membuat mereka setia. Jika Aku memberitakan firman-Mu kepada mereka, biarlah iman dan firman-Mu ada dalam hati mereka.” Kita adalah anak Tuhan, yaitu orang-orang yang percaya kepada Allah yang sejati dengan iman yang sejati, yaitu iman yang dibangun di atas kebenaran yang sejati. Dengan demikian barulah kita percaya kepada Allah yang sejati.
Allah yang engkau percaya apakah sama dengan Allah yang menyatakan diri di dalam Alkitab? Saudara bertanya, bagaimana saya bisa tahu? Saudara harus menanyakan firman yang seperti apakah yang engkau dengar, siapa yang berkhotbah kepadamu, dan bagaimana sikap pengkhotbah itu di hadapan firman Tuhan. Ada orang berkata kepada saya bahwa anaknya sekolah theologi. Tetapi ketika ia memberi tahu saya nama sekolah theologinya, ternyata itu bukanlah sekolah theologi yang baik. Ketika saya beri tahu, ia marah dan menganggap bahwa saya begitu sombong menghina sekolah theologi, karena bagi dia semua sekolah theologi sama, mengajarkan firman Tuhan. Saya berkata, “Kalau sekolah theologi mengajarkan seseorang bukan untuk mengerti Alkitab, itu bukan mengajarkan firman Tuhan. Pengajaran yang tidak sungguh-sungguh mengerti isi hati dan kehendak Allah dalam Alkitab, maka yang dia sampaikan bukanlah kebenaran yang sejati.” Saya anjurkan anaknya keluar dari sekolah theologi tersebut, tetapi dia keberatan. Saya mengatakan, “Engkau telah masuk ke dalam sekolah yang salah, dan gurumu adalah guru yang salah. Makin dia melanjutkan sekolah di situ, maka makin berakar pemikiran yang salah itu, dan ia akan makin menentang kebenaran.”
Mengapa Tuhan menolak orang Yahudi dan orang Farisi? Bukankah mereka adalah orang-orang yang mengaku meneliti Alkitab? Bukankah mereka adalah orang-orang yang begitu fasih memperkatakan kitab Taurat? Kita melihat fakta bahwa ternyata ketika Tuhan dari Taurat itu datang ke dalam dunia, mereka bukan menyambut-Nya, tetapi justru menyalibkan Dia. Itu berarti bahwa mereka bukan orang yang sungguh-sungguh menuntut kebenaran. Mereka telah mempunyai iman yang salah. Mereka mengira bahwa yang mereka miliki sudah pasti benar. Mereka mementingkan diri dan pikiran mereka sendiri, mementingkan pemikiran mereka yang salah itu. Maka sesuatu yang sudah salah, lalu makin dipercaya, makin diimani, akhirnya makin salah. Mereka mencurahkan semua hidup mereka, harta mereka, dan akhirnya binasa. Yesus mengatakan, “Kalian orang Yahudi telah mengelilingi seluruh dunia, menarik orang masuk ke dalam agamamu, tetapi akhirnya orang itu menjadi anak-anak neraka.” Inikah yang disebut sebagai penginjilan? Banyak penginjilan yang salah kelihatan seperti dengan aktif mengabarkan firman Tuhan, membawa orang ke gereja, mengajar mereka menjadi orang beriman. Dan orang itu makin beriman, tetapi bukan beriman pada kebenaran sejati, akhirnya makin mendalam iman mereka, makin salah, makin meninggalkan kebenaran, dan akhirnya binasa.
Di seluruh dunia pada hari ini, orang yang paling berani membunuh manusia yang lain adalah orang yang menganggap diri paling percaya kepada Tuhan. Sebelum membunuh seseorang, mereka akan mengatakan Allah Mahabesar, lalu membunuh. Hal-hal keji seperti ini terjadi karena allah mereka bukan Allah dalam Kitab Suci, bukan Allah yang sejati, tetapi allah yang salah dalam konsep pemikiran mereka. Apakah mereka mempunyai iman? Ada. Apakah mereka mempunyai iman yang sangat mendalam? Iya. Apakah imannya sangat teguh? Iya. Mereka dengan iman yang paling mendalam, paling kuat, dan paling keras, percaya kepada satu objek yang salah. Akibatnya, mereka melakukan pekerjaan dan perbuatan yang tidak sesuai dengan sifat Allah yang sejati, Allah yang di dalam Kitab Suci.
Saya telah mengundang theolog-theolog besar dunia untuk membicarakan theologi, tetapi Saudara tidak mau hadir. Jemaat yang ikut kebaktian GRII Pusat sekitar tiga ribu orang, tetapi yang ikut seminar hanya seratusan orang. Banyak yang beralasan tidak punya waktu, sangat sibuk. Banyak orang sibuk, dan sibuk, dan sibuk terus sampai akhirnya masuk neraka. Apa yang tidak harus Saudara sibukkan, justru Saudara sibukkan. Yang harus Saudara dengar, tidak Saudara dengar; yang tidak harus Saudara dengar, Saudara justru senantiasa dengar. Buku yang harus Saudara baca, Saudara tidak baca; bacaan yang Saudara baca adalah yang semestinya Saudara tidak baca. Sampai kapan Saudara seperti itu? Jika Saudara tidak mengoreksi iman, jika kebenaran yang Saudara kenal tidak kembali kepada Alkitab, selamanya Saudara akan berada di dalam kekosongan. Mengapa gereja ini disebut gereja Reformed? Karena ketika Martin Luther dan John Calvin mengadakan Reformasi gereja, mereka mau membawa orang Kristen di seluruh dunia kembali kepada Alkitab. Ketika Calvin masih hidup dan tubuhnya sangat lemah, setiap minggu ia berkhotbah lima hari. Ketika sakit keras, ia masih tetap mengabarkan firman Tuhan, karena ia mengatakan, “Ketika saya masih hidup, saya dengan sekuat tenaga mau memberitakan firman Tuhan, sehingga orang Kristen mengerti akan kebenaran sejati, supaya mereka tidak menyimpang dalam jalannya.”
Selama delapan belas tahun, setiap minggu saya berkhotbah tujuh kali, mengelilingi lima kota (Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur, Hong Kong, Taipei), terbang ribuan kilometer setiap minggu. Apakah saya orang gila? Pengusaha yang mendapat keuntungan besar hanya jalan satu dua kali saja sudah merasa letih. Setiap Minggu pagi saya khotbah dua kali di Jakarta, lalu melanjutkan dua kali Minggu sore khotbah di Singapura; setiap hari Minggu berkhotbah empat kali. Lalu Senin terbang ke Kuala Lumpur, Selasa terbang ke Hong Kong, Rabu terbang ke Taipei, dan Kamis kembali lagi ke Jakarta, Jumat rapat di sekolah theologi, Sabtu ada masterclass, hari Minggu khotbah lagi. Hal ini berjalan sepanjang delapan belas tahun. Sekarang saya tidak lagi pergi ke Kuala Lumpur, Hong Kong, dan Taipei, hanya sisa Jakarta dan Singapura, karena di kedua tempat ini bukan eksposisi tetapi Ibadah Minggu gereja. Saya mau menggembalakan dengan baik kedua kota ini. Sampai suatu saat ketika kesehatan saya tidak memungkinkan lagi, dan Allah mau memanggil saya kembali, saya akan mengakhiri pelayanan saya. Yang paling saya pentingkan adalah Saudara mempunyai iman yang sejati kepada Allah yang sejati, mempunyai iman terhadap kebenaran, dan Saudara mendapat jaminan akan kehidupan yang kekal. Kiranya Tuhan memberkati kita. Amin.