Dalam 1 Korintus 13:1-3, Paulus berbicara mengenai aspek negatif kasih, apa yang bukan kasih. Dalam ayat 4-8, Paulus berbicara mengenai apa itu kasih. Banyak orang dunia tidak mengenal Tuhan, mereka menilai kasih melalui gejala yang lahiriah. Jika mau menyerahkan diri, mengorbankan diri dan uang, itu berarti kasih. Jika bukan karena kasih, mana mau berkorban dan memberi? Sepertinya konsep ini benar, tetapi Paulus berkata ini tidak benar. Kasih bukan ini, bukan itu. Lalu dalam ayat selanjutnya, Paulus berkata mengenai kasih dari sisi positif, yaitu bahwa kasih itu panjang sabar, damai, penuh kemurahan, tidak cemburu, tidak memegahkan diri, tidak sombong, dan tidak melakukan yang tidak sopan atau mempermalukan, tidak mencari keuntungan diri sendiri. Kasih tidak suka marah, dan tidak menyimpan kesalahan orang lain, menutupi kesalahan orang lain dan mempunyai iman kepercayaan, menaruh pengharapan, dan sabar menanggung apa yang tidak dapat diterima. Kasih harus bertoleransi, tahan dan sabar, percaya dan penuh pengharapan.
Apa artinya kasih itu percaya segala sesuatu? Ada empat hal yang dikatakan Alkitab, yaitu harus menaruh iman, kesabaran, toleransi, dan pengharapan. Keempat hal ini mempunyai makna yang berbeda dengan konsep yang biasa kita terima. Apakah cinta dapat merugikan orang lain? Apakah cinta dapat memuliakan yang lain? Dapat, jika cinta bukan dalam pengertian yang benar. Dalam bahasa Inggris hal ini dikenal dengan istilah possessive love, cinta yang ingin menguasai, membatasi, memaksa, sehingga objek kasihnya tidak mempunyai kebebasan. Jika engkau mencintai seorang wanita, engkau ingin menikahinya, tetapi ia tidak boleh bergaul dengan orang lain dan tidak mempunyai kebebasan sendiri, maka cintamu terhadapnya adalah cinta yang memaksa, mengikat, membatasi, dan membunuh kebebasannya. Cinta seperti ini melanggar yang tertulis dalam 1 Korintus 13:7: cintamu harus memberikan kebebasan pada yang dicintai.
Cinta menghargai yang dicintai. Cinta ada batasnya, yang dicintai juga ada batasnya. Paulus berbicara tentang cinta yang dari Tuhan dan cinta yang diberikan kepada manusia. Ketika manusia mempunyai cinta dalam pernikahan, cinta itu adalah cinta yang harus selalu sesuai dengan cinta Tuhan. Bukan memperalat nama Tuhan untuk mengisi seks, memakai cinta untuk memperalat orang lain, membatasi, membunuh, mengikat, dan menghabisi kebebasan orang lain. Kita adalah manusia bebas yang dicipta oleh Tuhan. Kita adalah objek yang dicintai Tuhan, tetapi kita juga harus menjadikan Tuhan objek yang kita sembah. Tuhan mencintai saya, melindungi saya, tetapi Tuhan tidak membunuh kebebasan saya. Tuhan mau saya datang berbakti, beribadah kepada-Nya dengan kebebasan, dengan kerelaan, dengan pengertian yang penuh. Allah mencintai kita dan Allah juga memberikan kita kebebasan.
Alkitab berkata, Tuhan memberikan kebebasan kepada manusia yang memungkinkan manusia dengan pengertian penuh dan tepat mengembalikan kebebasan ini untuk memuji dan memasyhurkan nama Tuhan, dapat dengan penuh berterima kasih kepada Tuhan, dan dengan rela sujud dan berbakti kepada Tuhan. Kebebasan kita diberikan oleh Tuhan sesudah hak istimewa kebebasan beragama. Orang beragama berbakti kepada Tuhan dan kembali kepada Tuhan bukan karena dipaksa, tetapi karena diberikan dorongan kasih, dengan senang dan sukacita berbakti kepada Tuhan. Jika kebebasan agama bukan keluar dari kerelaan, maka kebebasan agama tidak ada artinya. Alkitab tidak mau orang datang kepada Tuhan karena dipaksa dan ditekan. Tuhan berkata, jika memberi uang, berilah dengan sukarela, karena memberi dengan tidak sukarela tidak diterima oleh Tuhan. Mencintai Tuhan, cintalah dengan pengertian, bukan karena peraturan. Semua peraturan yang memaksa menjadikan engkau mesin yang pasif, seperti robot. Jika engkau berbakti kepada Tuhan, bukan atas kerelaan, maka baktimu palsu, sembah sujudmu terpaksa, dan tidak ada artinya engkau memuji Tuhan. Cinta juga harus atas kerelaan. Jika mencintai dengan tidak rela, pasti tidak bahagia. Cinta harus penuh kerelaan, karena kerelaan menjadi dasar cinta yang sehat.
Mengapa Tuhan memberikan kepada manusia hak, kebebasan, dan kekuatan yang mungkin memberontak? Karena Tuhan tidak mau menciptakan robot. Tuhan menciptakan Adam, memberikan Adam kemungkinan melawan Tuhan, memberikan Hawa kemungkinan memberontak. Tetapi Allah tetap memberikan Adam dan Hawa kemungkinan untuk rela mencintai Tuhan. Ketika manusia memberontak dan melawan Allah, Allah tidak memaksanya untuk percaya dan beriman pada Allah. Allah menunggu manusia bertobat dan rela kembali kepada Allah, mencintai Tuhan melalui iman. Paulus berkata mengenai cinta dalam empat hal, yaitu toleransi dalam segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, tahan sabar dalam segala sesuatu. Yang disebut segala sesuatu bukan berarti memperbolehkan apa saja, yang benar boleh terjadi, yang salah boleh terjadi, memberi kebebasan mutlak. Bukan demikian, maksudnya ada kebebasan, tetapi tidak dipaksa.
Apa artinya toleransi dalam segala sesuatu, percaya segala sesuatu? Berarti Tuhan tidak memaksa manusia percaya kepada Tuhan, Tuhan tidak menjadikan kita robot, sehingga dapat diatur dan diprogram tanpa kebebasan sama sekali dan hanya dapat mengikuti apa yang telah dikomputerisasikan Tuhan pada kita. Allah tidak menjadikan manusia robot, Ia tidak pernah mencipta manusia tanpa kebebasan. Allah menciptakan manusia dengan kebebasannya dan ada kemungkinan memberontak, tetapi Allah akan memakai kebenaran untuk memimpin, memengaruhi, dan memberikan inspirasi, memberikan kesadaran sampai manusia datang kepada Allah. Kuasa Allah lebih besar dari kuasa yang mau melawan Allah, sehingga manusia yang melawan Allah akhirnya tidak kuat melawan, karena kuasa Allah yang menariknya datang kepada Allah lebih besar dari kuasa tidak mau ditarik oleh Allah. Kuasa Allah menjadikan kita tergerak dan akhirnya termotivasi, terinspirasi, dan ditarik oleh kasih-Nya, sehingga kita rela kembali dan berbakti kepada Allah.
Mencintai Tuhan, cintalah dengan pengertian, bukan karena peraturan. Semua peraturan yang memaksa menjadikan engkau mesin yang pasif, seperti robot. Jika engkau berbakti kepada Tuhan, bukan atas kerelaan, maka baktimu palsu, sembah sujudmu terpaksa, dan tidak ada artinya engkau memuji Tuhan.
Dalam Alkitab dikatakan, anugerah Allah tidak dapat ditolak. Kita taat karena rela, kita taat karena sukacita, kita taat karena cinta Allah yang demikian besar. Ketika engkau menyerahkan diri kepada Allah, bukan karena paksaan Roh Kudus, tetapi karena gerakan Roh Kudus yang membuat engkau rela taat. Kasih yang sejati, khususnya dalam hubungan suami istri, bukan kasih yang memaksa. Suami tidak memaksa istrinya mencintai dia, tetapi menggerakkan sampai istrinya rela mencintai suaminya; karena baik dan berhati besar, ia merangkul istrinya, dan menjadikan istrinya rela taat, maka keluarga itu akan berbahagia. Allah adalah kasih adanya. Tetapi Allah bukan diktator, penipu, posesif, dan tidak memaksa kita harus mencintai Dia. Allah adalah Allah yang dengan kasih yang ajaib terus bekerja dalam hati kita, sehingga akhirnya kita tidak lagi melawan. Karena Allah baik dan mencintai kita, akhirnya kita rela menaklukkan diri pada Tuhan, rela mencintai Tuhan dan menjadikan-Nya Tuhan kita.
Ada empat hal dalam kasih. Pertama, menutupi segala sesuatu. Tidak ada orang dengan cinta yang dipaksa mempunyai kemenangan dalam keluarganya. Tidak ada orang yang menjadikan orang yang dicintainya budak dan dipaksa taat, dapat berbahagia. Yang dicintai mengerti, disadarkan, dan digerakkan. Kasih yang sejati melampaui semua perbudakan dan pemanfaatan. Tuhan mengasihi manusia, dan Tuhan tidak pernah memaksa manusia. Tuhan mengasihi kita terlebih dahulu. Firaun memecut, memaksa, dan memperbudak Israel, sehingga orang Israel membenci Firaun. Firaun tidak memakai orang Israel sebagai anak, tetapi sebagai budak, memaksa mereka untuk membenci Tuhan. Tetapi Tuhan berkata, “Aku mengasihi engkau dengan kasih yang abadi,” sehingga ketika orang Israel menjadi budak Firaun, mereka penuh kebencian kepada Firaun dan bukan kepada Tuhan. Tuhan berkata, “Engkau anak-Ku, Aku menjadikan engkau milik-Ku.” Tuhan membebaskan mereka dan memberikan mereka makan secukupnya, dan mereka rela mengikuti Tuhan.
Hubungan antara bapak dan anak jauh lebih indah daripada hubungan tuan dan budak. Hubungan antara bapak dan anak mengandung kasih di dalamnya. Kasih yang inisiatifnya dari Allah menggerakkan hati kita. Cintailah Tuhan dengan segenap hidupmu, sebulat hatimu, seluruh pikiranmu, dan sekuat tenagamu, karena ini hubungan antara kasih dan kasih—bukan antara tuan dan budak, bukan antara pegawai dan bos, tetapi antara Bapa dan anak. Ketika bapak melihat anaknya nakal, bolehkah dipukul? Anak dilatih bapaknya sebagai manusia dewasa dan berkarakter mandiri. Apakah seorang istri melayani suami karena mengharapkan gaji? Tidak. Melayani karena setiap bulan diberi uang? Tidak. Lalu apakah suami tidak perlu memberi uang? Suami harus memberi uang kepada istri, bukan untuk membeli tenaganya, tetapi untuk biaya hidup. Seorang pembantu, jika uang yang diberikan tidak cukup, maka ia akan pergi. Tetapi ketika seorang istri kekurangan uang—ia tahu bukan karena tidak mau diberi, tetapi karena pendapatan suaminya sedang terancam—istri bukannya marah dan pergi tetapi akan berdoa kepada Tuhan. Ini yang namanya kasih. Suami istri jika memiliki kasih, tidak akan marah-marah karena uang atau karena hidupnya kurang enak. Tetapi pembantu dan tuan tidak demikian. Pembantu melihat janji gaji ketika ia menjadi pembantu dan menagih gaji tersebut.
Hubungan lebih penting dari kewajiban. Menjalankan kewajiban melampaui kesulitan, dan tetap dilakukan dengan rela. Kerelaan menandakan kasih yang setia. Dalam sudut pandang seperti inilah, Paulus membicarakan empat hal akan segala sesuatu.
Pertama, dalam keadaan manusia yang mempunyai kelemahan dan bersalah, mungkin kurang puas, mungkin tidak sempurna, engkau harus menutupi segala sesuatu. Istilah “menutupi segala sesuatu” berarti tidak membiarkan banyak orang tahu kelemahan keluarga kita, tidak mau orang lain memaki kita. Bukan bertoleransi lalu membiarkan dosa dan tidak perlu bertobat. Artinya tidak perlu terlalu cepat membongkar kesalahan orang yang kita cintai. Jika engkau membuka kesalahannya, hal itu tidak menolong dan tidak membangun. Jika orang yang engkau cintai ada kelemahan, tutupi dahulu, toleransi dahulu, mulutmu jangan bocor. Sampai kapan? Tunggu sampai ia bertobat. Jika sudah bertobat, tidak perlu membongkar dosa, tidak perlu membuka rahasia, sehingga semua orang tahu. Berharap ia bertobat lebih penting daripada membongkar semua. Saya bongkar, semua benar adanya, saya tidak salah bicara. Memang tidak salah, tetapi kurang kasih. Kasih harus berdasarkan kejujuran, berdasarkan kebijaksanaan, berdasarkan kesabaran, dan menutupi segala sesuatu. Jika anakmu bersalah, apakah engkau akan memberikan anakmu kepada orang lain? Apakah engkau akan membocorkan segala keburukannya dengan menceritakannya kepada orang lain? Banyak ibu yang gagal mendidik anaknya karena selalu membocorkan kesalahan anaknya, membuat anaknya merasa dipermalukan oleh ibunya sendiri, sehingga ia mulai membenci ibunya. Memang engkau tidak salah, engkau tidak bohong, tetapi engkau kurang bijaksana, engkau kurang sabar, dan engkau tidak dapat menyimpan rahasia kesalahan orang lain dan terlalu cepat membocorkan kesalahan orang lain. Ketika dikatakan kasih menutupi segala sesuatu, ini adalah kesalahan yang tidak krusial, tentang kesalahan yang mungkin bertobat, tentang kesalahan anak kecil yang kurang matang, maka ditutupi, diberi toleransi, dan jangan membocorkan rahasianya. Ini hal yang pertama.
Kedua, percaya segala sesuatu. Maksud ayat ini bukan berarti percaya setan, percaya dukun, percaya semua. Bukan itu maksud “percaya segala sesuatu”. Tetapi terhadap orang yang engkau cintai, ketika ia melakukan kesalahan, ia mengaku salah dan berjanji tidak mau berbuat lagi, engkau harus percaya. Walaupun belum tentu ia dapat menjalaninya. Sering kali orang yang berjudi, ketika ditangkap, ia berjanji tidak akan berjudi lagi. Jika demikian, percayalah kepadanya, walaupun engkau tahu mungkin sulit, mungkin ia akan berjudi lagi. Jika engkau berkata kepadanya bahwa engkau tidak percaya, apa yang kau katakan tidak memberikan bantuan dan tidak konstruktif. Semua hal yang tidak konstruktif jangan dibicarakan. Semua kemungkinan yang diharapkan menjadi baik, terima dan percayalah walaupun sulit, tetapi hal itu adalah fakta.
Banyak orang yang berjudi dan berkata bahwa ia tidak mau berjudi lagi, tetapi akhirnya berjudi lagi. Banyak orang yang berjanji tetapi gagal menepati janjinya. Banyak orang yang mempunyai keinginan tetapi tidak dijalankan. Banyak orang yang bersumpah mau berbuat baik tetapi tetap tidak dapat berbuat baik. Lebih baik engkau bicara kepada dia, katakan kepadanya bahwa engkau percaya dua hal, percaya ia sulit bertobat, tetapi juga percaya bahwa ketika ia berkata mau bertobat, ia jujur. Walaupun sulit, tetapi jujur. Dan saya percaya Tuhan akan menolong engkau untuk bertobat. Walaupun engkau sulit bertobat, tetapi percaya Tuhan dapat menolong. Kalimat percaya segala sesuatu berarti secara konstruktif menerima hati yang berjanji akan berubah. Percayalah dalam segala sesuatu. Ini menjadikan hari depan kita lebih cerah. Jika engkau berkata, “Saya tidak percaya kamu dapat bertobat, saya tahu kamu akan berdosa lagi,” kalimat seperti ini akan membuat ia pasti berdosa lagi. Sepertinya engkau bicara benar, tetapi engkau bicara hal yang benar berdasarkan hati yang tidak baik. Engkau bicara kebenaran dengan hati yang kurang kasih, engkau bicara sesuatu yang mungkin benar tetapi tidak membangun orang lain.
Hubungan lebih penting dari kewajiban. Menjalankan kewajiban melampaui kesulitan, dan tetap dilakukan dengan rela. Kerelaan menandakan kasih yang setia
Alkitab berkata, dalam segala sesuatu berilah toleransi kepada orang lain dan tutupi kesalahan yang dahulu. Dalam segala sesuatu bagi orang yang engkau cintai, engkau percaya dahulu atas janjinya, walaupun hal ini sulit dilakukan, sulit dilaksanakan, tetapi kejujurannya yang engkau percaya. “Aku percaya engkau jujur, dan engkau mau menjadi baik, kiranya Tuhan memberkati engkau dan aku berdoa supaya Tuhan memberikan kekuatan kepada engkau untuk dapat melakukan apa yang kau inginkan.” Berkata demikian lebih membangun dan menaruh kepercayaan. Percaya kepada orang lain tidak mudah, apalagi jika kita tahu ia sering gagal. Orang yang sudah mau sukses berubah, gagal lagi. Sudah mau suci, berdosa lagi. Sudah mau berhenti berjudi, judi lagi. Sehingga engkau akan berkata kepadanya bahwa engkau tidak percaya ia akan berubah. Kalimat ini mungkin benar, tetapi tidak ada faedahnya, karena tidak menolong orang tersebut, tidak konstruktif, dan tidak membangun, melainkan hanya memberikan kesempatan untuk setan bekerja, untuk orang itu melawan engkau, dan berbuat dosa dengan lebih berani, dan akhirnya lebih rusak lagi. Dalam hubungan antara pribadi pertama dengan pribadi objek kedua, perlu kepercayaan yang menjadi ikatan yang optimis untuk menciptakan hari depan yang lebih positif. Maka kita harus belajar, belajar mengerti orang lain, belajar percaya orang lain, belajar bertoleransi, dan belajar konstruktif untuk mendorong orang lain untuk maju. Banyak orang yang kurang mengerti akan hal ini, kaku, serta tidak memberikan lowongan untuk orang lain didorong maju.
Ada suami yang sangat tidak percaya pada istrinya, selalu berpikir bahwa istrinya mungkin menyeleweng, percaya bahwa istrinya bersama pria lain. Ada istri yang tidak percaya suaminya, selalu meragukan suaminya dan berpikir suaminya mencari perempuan lain. Akhirnya rumah tangga mereka makin rusak. Suami lupa bahwa ia harus setia pada istrinya, lalu pergi menyeleweng. Jika engkau percaya ada penyelewengan padahal tidak ada, lalu engkau besar-besarkan, maka engkau telah memberikan kesempatan setan bekerja lebih berat, suamimu akan lebih berani, karena istrinya tidak percaya. “Ya sudah, saya makin lama makin menyeleweng saja karena ia tetap tidak percaya.” Jangan menjadi orang yang tidak bijaksana. Membuat lebih rusak adalah pekerjaan setan. Dapat membuat lebih baik adalah pekerjaan Roh Kudus. Roh Kudus ingin membawa manusia kembali hidup suci, setan ingin membuat manusia berani berbuat tidak suci. Maka engkau jangan dipakai Iblis untuk merusak hubungan yang sudah rapuh menjadi lebih rusak lagi. Engkau harus menjadi istri yang bijaksana, tidak menyinggung hal yang tidak penting terlalu banyak jika tidak perlu. Tidak menyinggung hal yang dapat menimbulkan keraguan, kekhawatiran, serta kerusakan. Maka engkau akan dipakai oleh Tuhan. Menjaga kesucian pribadi adalah mutlak dan penting sekali. Tetapi menjaga untuk hidup terus suci tidaklah mudah, dan perlu kesabaran, ketekunan, kesetiaan, serta ingat akan firman Tuhan di dalam hati kita.
Manusia mungkin menyeleweng, manusia mungkin meleset, manusia mungkin lupa akan pimpinan Tuhan dan kesetiaan pada Tuhan, sehingga setan akan berkata, “Engkau sudah meleset, teruslah meleset, nikmatilah penyelewengan itu.” Maka engkau harus hati-hati, jangan biarkan setan menang, jangan biarkan setan terus menarik engkau. Yang menjadi istri juga harus bijaksana. Jika terus-menerus curiga tidak habis-habis, setiap manusia mempunyai kelemahan, jika engkau tidak hati-hati, kelemahan yang ada di dalam dirimu akan bertumbuh terus. Alkitab berkata bahwa kasih percaya dalam segala hal. Berbahagialah jika suami istri mempunyai seratus persen kepercayaan. Tetapi hal ini tidak mudah, karena kelemahan manusia akan menangkap kesalahanmu, dan ia akan membenarkan kekhawatiran, dan kekhawatiran yang ditimbulkan bertumbuh menjadi ketidakpercayaan yang abadi. Jika makin abadi dan makin banyak, maka engkau akan sulit mengembalikan ketidakpercayaan oleh pihak lain. Kita harus hati-hati, jangan sampai dipakai Iblis, jangan menjadi orang yang tidak percaya satu sama lain. Suami istri berbahagialah, dan saling percaya secara penuh sampai selamanya. Selama hidup menjadi suami dan istri, engkau harus membereskan diri, jangan sampai pasanganmu mempunyai kemungkinan curiga. Jika sudah curiga, dari sedikit akan bertambah banyak. Sedikit, sedikit, sedikit, perlahan-lahan menjadi bukit. Kita hidup dalam relasi timbal balik, antara pribadi dan pribadi, baik secara pribadi maupun secara hubungan keluarga. Hubungan antara suami dan istri, hubungan orang tua dan anak, hubungan saudara dengan saudara adalah hubungan yang harus memupuk kepercayaan sehingga hidup kita akan berbahagia. Saling percaya dan percaya segala sesuatu, karena kasih menutupi segala sesuatu. Kiranya Tuhan memberkati, menjadikan kita manusia yang mempunyai kasih yang murni dan mencintai, memiliki kepercayaan yang tekun dan kesabaran, Tuhan akan terus memberkati kita untuk hidup dalam kasih, dan untuk memuliakan nama Tuhan.