1 Korintus 13:13
Seluruh khotbah tentang iman, pengharapan, dan kasih ini terangkum di dalam satu kesimpulan di 1 Korintus 13:13. Ayat ini merupakan ayat yang sangat penting dan indah. Iman, pengharapan, dan kasih, di antara ketiga ini yang paling besar adalah kasih. Kasih paling besar, lebih besar dari iman dan pengharapan, karena kasih adalah Allah, dan Allah kekal adanya. Dalam pacaran atau pernikahan, orang selalu berkata, “Aku mencintaimu selamanya.” Banyak anak-anak remaja juga mengucapkan kalimat ini, “Aku mencintaimu dengan cinta yang kekal.” Apakah itu berarti mereka sudah mengerti kekekalan? Apakah mereka sanggup menjamin cinta mereka akan kekal? Mengapa mereka berani berkata demikian? Hal ini mungkin karena konsep tersebut sudah ada ketika Tuhan memberikan kehidupan kepada manusia, hidup yang dikasihi dan mengasihi.
Hidup yang hanya menerima cinta tetapi tidak sanggup memberikan cinta, tidak akan pernah puas. Kepuasan cinta terjadi karena memberi dan menerima. Jika hanya menerima tetapi tidak memberi, juga tidak akan puas. Ketika mengasihi, kita berbagi, merasakan, dan mengalami perasaan cinta yang Tuhan berikan kepada manusia. Di dalam 1 Korintus 13, cinta dikatakan dalam bentuk negasi, yaitu apa yang bukan cinta, baru setelah itu diberi tahu apa itu cinta.
Tanpa iman, tidak ada orang yang kembali kepada Tuhan dan diterima oleh Tuhan. Tanpa pengharapan, tidak ada orang yang mempunyai pengertian tentang janji Tuhan, khususnya dalam hidup yang kekal. Tanpa kasih, tidak ada orang yang mengerti bagaimana membagi hidupnya menjadi berkat bagi orang lain. Iman, pengharapan, dan kasih menjadi tiga unsur yang mengisi kerohanian kita. Tanpa iman, pengharapan, dan kasih, kerohanian kita akan kosong, tidak berhubungan dengan firman dan janji Tuhan, serta segala sesuatu yang diberikan Tuhan untuk kita.
Iman, pengharapan, dan kasih terdiri dari tiga tahapan. Dimulai dari iman, kembali kepada Tuhan; kemudian disambung dengan pengharapan, untuk bisa mengerti janji kekal yang Allah berikan; dan kemudian diperlengkapi dengan kasih, sehingga kita dapat menikmati persekutuan yang mengisi seluruh hidup kita dalam arti yang sesungguhnya. Hanya melalui iman, pengharapan, dan kasih, maka hidup kekristenan kita akan memiliki makna yang penuh dan jiwa yang konsisten berhubungan dengan Tuhan.
Paulus menambahkan satu kalimat, di antara ketiga hal ini, yang paling besar adalah kasih. Iman, pengharapan, dan kasih tidak sama derajatnya. Kasih lebih besar dari kedua lainnya. Jika tidak ada iman, kita tidak mungkin menjadi Kristen. Beriman berarti menerima dan kembali kepada Tuhan, percaya bahwa Tuhan adalah Juruselamat. Melalui pengharapan, manusia mempunyai dunia yang akan datang. Dunia ini akan lenyap, dunia dan segala nafsunya akan berlalu. Hanya mereka yang melakukan kehendak Tuhan yang akan kekal selamanya. Yang sementara akan bersifat sementara dan terbatas. Yang kekal akan bersifat kekal dan tidak terbatas. Yang terbatas berbeda dari yang tak terbatas dan abadi. Di dalam 1 Korintus 13:8 dikatakan, “Nubuat akan lenyap, karunia lidah akan berhenti, dan pengetahuan akan lenyap, tetapi kasih akan kekal selamanya.”
Saya mendirikan GRII bukan untuk membesarkan pelayanan saya, karena sebelum ada GRII saya sudah keliling dunia berkhotbah kepada lebih dari 2.000 gereja. GRII didirikan karena di dalam dunia kekristenan mulai ada dua kelompok. Kelompok yang satu mementingkan emosi dan melupakan doktrin; yang satu lagi mengajarkan doktrin yang tidak berdasarkan Alkitab, doktrin liberal yang berdasarkan rasio dan psikologi manusia menggantikan firman Tuhan. Saya sangat sedih melihat ketimpangan ini, maka saya berkata kepada Tuhan, “Kalau Tuhan mau saya mendirikan gereja, saya siap.” Banyak orang yang marah kepada saya ketika saya mendirikan gereja. Tetapi saya mendirikan gereja bukan untuk diri sendiri. Orang Kristen perlahan-lahan akan menjadi Karismatik radikal, mengubah firman Tuhan dan membenci doktrin yang benar, hanya mau fenomena yang kelihatan indah dan menyenangkan. Sedangkan kelompok lainnya mengubah doktrin, berkompromi dengan psikologi dan rasionalisme, berkompromi dengan cara-cara manusia, dan akhirnya tidak beriman. Jika banyak orang Kristen masuk ke dalam gereja yang tidak mementingkan doktrin, tetapi hanya mementingkan emosi, maka itu bukanlah gereja yang sejati.
Katolik tidak mewakili Injil yang sejati; Liberal tidak mewakili Injil yang sejati; Pentakosta mengabaikan Injil dan doktrin Allah, terlalu mementingkan perasaan dan emosi di dalam menafsirkan Injil. Oleh karena itu, saya harus mendirikan Gereja Reformed Injili, gereja yang berdasarkan firman Tuhan, dimulai dari Indonesia, lalu ke Singapura, Malaysia, Taiwan, Hong Kong, sehingga semangat Reformed Injili bisa memengaruhi negara lain. Saya berharap zaman Reformed Injili akan tiba dalam sejarah. Zaman Liberal sudah lewat; zaman Karismatik mungkin akan lewat. Jika mereka tetap radikal, mementingkan yang tidak penting dan membuang doktrin yang paling penting, pelan-pelan orang akan bosan dan kembali kepada firman Tuhan. Ketika mereka kembali kepada firman Tuhan, siapakah yang bisa menampung, mendidik, dan membangun mereka di dalam ajaran yang benar? Dunia membutuhkan wadah yang penuh firman Tuhan. Itu sebab saya harus mendirikan Gereja Reformed Injili Indonesia.
Iman, pengharapan, dan kasih itu penting. Karena tanpa iman tidak ada seorang pun yang dapat bersatu dengan Tuhan; dengan iman kepada Kristus, iman kepada Injil, kita menjadi milik Tuhan. Tanpa pengharapan, tidak ada orang yang akan menikmati janji kekekalan. Kita hidup di dunia ini hanya sementara. Mungkin 50 tahun, atau 70 tahun, atau 80 tahun, lalu meninggal. Tanpa iman tidak ada orang bisa bersatu dengan Tuhan dan mengetahui hari depan; tanpa kasih semua akan hancur. Iman, pengharapan, dan kasih, ketiga unsur rohani ini yang membuat gereja kuat, membuat orang Kristen kuat, dan setiap orang yang mengikut Tuhan mempunyai hari depan yang cerah.
Kasih menjadi paling penting karena iman dan pengharapan bersifat sementara, hanya sampai kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya. Setelah Yesus datang, maka iman kita akan disempurnakan karena sudah bertemu dengan objek iman kita, yaitu Yesus. Setelah Yesus datang, hari yang ditunggu telah tercapai dan kita sudah mendapat apa yang diharapkan, sehingga tidak perlu berharap lagi. Orang yang sedang pacaran berharap suatu hari kelak akan menikah. Waktu pacaran adalah waktu menunggu pernikahan. Ketika menunggu, perasaan sangat susah. Jika sudah menikah, maka tidak perlu mengharapkan pernikahan lagi, karena sudah tercapai. Kita mengharapkan Yesus datang kembali, kita berharap masuk sorga. Setelah Yesus datang dan kita sudah masuk sorga bertemu dengan Yesus, kita tidak perlu lagi mengharapkan bertemu Yesus. Maka iman akan berhenti ketika persatuan dengan Tuhan telah terwujud, pengharapan akan berhenti ketika kita mencapai apa yang kita harapkan. Tetapi kasih tidak berhenti.
Ketika dua orang mengharapkan pernikahan, maka setelah pernikahan itu berlangsung, ia tidak perlu beriman lagi akan menikah, tidak perlu berharap lagi suatu hari pernikahan itu akan tiba, karena semua sudah terwujud. Tetapi kasih tetap berjalan terus. Kasih tidak berhenti setelah menikah, justru mereka mulai menikmati cinta, mengekspresikan cinta, dan mengalami cinta yang tiada henti. Maka di antara iman, pengharapan, dan kasih, yang paling besar adalah kasih. Ada beberapa alasan:
Iman dapat berhenti, pengharapan dapat berhenti, tetapi kasih akan terus ada tidak berhenti. Oleh karena itu, dikatakan kasih yang paling besar.
Tuhan tidak perlu iman dan Tuhan tidak perlu pengharapan, karena Tuhan yang paling besar dan tidak terbatas. Tuhan tidak perlu percaya kepada siapa pun yang lebih besar dari diri-Nya. Ia adalah Tuhan sendiri, Ia adalah yang terbesar, maka Tuhan tidak perlu percaya kepada satu objek yang lebih besar dari diri-Nya. Tuhan tidak terbatas. Di dalam diri-Nya sudah genap, memenuhi kebutuhan diri-Nya sendiri. Ia memuaskan diri-Nya sendiri, menggenapi diri-Nya sendiri, dan menyempurnakan diri-Nya sendiri. Tidak ada sesuatu pun di luar Dia yang diharapkan tercapai. Tidak ada sesuatu di luar Dia yang kepadanya Ia harus patuh, karena Ia paling besar. Yang sendiri tidak terbatas tidak membutuhkan penggenapan dari luar diri-Nya. Yang sendiri sempurna tidak membutuhkan apa pun di luar diri-Nya untuk menyempurnakan diri-Nya. Karena Allah adalah Allah yang tidak terbatas, Allah yang cukup pada diri-Nya, maka Allah tidak perlu beriman kepada sesuatu yang lebih besar di luar diri-Nya, sebab Ia yang paling besar. Ia tidak perlu mengharapkan sesuatu yang tidak ada, karena Ia Maha Ada. Allah Maha Ada, Allah tidak terbatas, Allah dari kekal sampai kekal, sehingga Ia tidak perlu percaya dan mengandalkan siapa pun, juga tidak perlu mengharapkan apa pun. Namun, Allah adalah kasih. Maka, iman dan pengharapan bisa berhenti, tetapi kasih tidak bisa berhenti. Maka kasih lebih besar dari iman dan pengharapan.
Ketika Yesus datang kembali, kita tidak perlu menambahkan iman kepada-Nya, karena kita langsung bersatu dengan yang kita imani. Kristus adalah objek iman kita yang akan beserta dengan kita selama-lamanya di dalam kekekalan. Ketika Kristus bersatu dengan kita, kita sudah tidak memerlukan iman lagi, karena yang kita imani telah tiba. Di dalam Alkitab dikatakan, “Kuasa berkhotbah akan tiada, karunia lidah akan berhenti, pengetahuan akan lenyap.” Ketika yang sempurna sudah datang, maka semua itu akan menjadi tidak berguna. Semua khotbah tidak diperlukan lagi, semua nubuat tidak perlu ada, karena firman Tuhan telah disampaikan dengan sempurna. Maka ketika yang sempurna itu sudah datang, itu menjadi eskatos, menjadi titik akhir dalam sejarah.
Ketika sejarah berakhir, waktu tidak ada lagi. Tidak ada sejarah lagi, selesai pada titik akhir di mana Tuhan memberikan full stop untuk sejarah. Itulah waktu dunia kiamat. Yang diciptakan oleh Tuhan dan yang dirusak oleh manusia sudah ditebus, diubah, dan dikembalikan oleh kuasa Tuhan yang tidak terbatas, sehingga seluruh alam semesta mengalami penebusan Kristus dan disempurnakan kembali. Ini yang dikatakan, “Jika yang sempurna telah tiba.” Jika yang sempurna telah tiba, berarti Kristus telah kembali dalam sejarah. Kristus sudah datang kedua kalinya. Kristus datang menggenapi rencana Allah untuk mengakhiri semua kuasa dosa, Iblis, kematian, sengsara, dan air mata. Ketika Kristus datang, dunia akan disempurnakan, langit baru dan bumi baru akan muncul. Ketika dunia kiamat dan Kristus datang kembali, perubahan akan terjadi, kesempurnaan akan tercapai. Ketika itu kita tidak perlu beriman lagi, karena Yesus yang kita imani sudah bersatu dengan kita. Sama seperti dua orang berpacaran yang mengharapkan pernikahan, ketika sudah menikah tidak berharap menikah lagi. Yang lengkap, yang sempurna sudah datang. Berarti ketika Yesus datang kembali, dunia akan disempurnakan. Ketika semua telah sempurna, kita tidak perlu beriman lagi, kita tidak perlu berpengharapan lagi. Semua sudah tergenapi, sudah lengkap dan selesai. Namun kita tidak dapat berkata bahwa kita tidak memerlukan kasih lagi, karena kasihku pada Kristus dan kasih Kristus padaku akan berjalan selamanya. Ketika kasih masih ada, iman berhenti, pengharapan berhenti, tetapi kasih akan terus sampai selamanya. Maka di antara ketiga hal ini, yang paling besar adalah kasih, karena kasih lebih besar dari iman dan pengharapan.
Dalam iman kita berdebat dengan sengit, dalam pengharapan kita sering kecewa. Tetapi ketika Kristus datang kembali, iman telah bertemu dengan objek yang sempurna tersebut, dan pengharapan sudah mendapatkan apa yang dijanjikan. Setelah semuanya tergenapi, semua cukup, tetapi kasih masih akan terus ada sampai selama-lamanya.
Dalam upacara pernikahan di GRII, dalam prosesi penyalaan lilin, GRII menetapkan ada satu lilin paling atas yang menyala, dua lilin di bawahnya tidak menyala. Di bawah dua lilin tersebut, ada satu lilin lagi yang belum menyala. Api paling atas melambangkan api dari Kristus yang abadi. Mempelai laki-laki dan perempuan masing-masing akan mengambil dua lilin di bawah lilin utama, lalu mengambil api dari lilin yang paling atas itu. Mereka akan menggabungkan kedua lilin yang telah mereka nyalakan dari lilin utama, untuk menyalakan lilin yang paling bawah. Dua api ini bersatu menyalakan lilin paling bawah. Ketika dua api bersatu, tidak ada batas, tidak dapat dipisahkan, kecuali engkau memisahkan kedua lilin tersebut. Dua api menjadi satu api, itulah kasih. Dalam pernikahan, engkau mendapat cinta dari Tuhan, saya mendapat cinta dari Tuhan, lalu cinta yang engkau miliki dari Tuhan dan cinta yang saya miliki dari Tuhan bersatu, itu disebut keluarga.
Apa bedanya keluarga Kristen dengan keluarga bukan Kristen? Orang yang bukan Kristen berpikir bahwa diri mereka yang adalah sumber kasih. “Aku mencintai kamu karena engkau cantik, dan engkau mencintai aku karena aku kaya.” Jika kecantikannya terkena kecelakaan dan menjadi jelek, apakah masih tetap cinta? Banyak pria menikah mencari istri yang cantik. Semua pria jika melihat yang cantik matanya akan melotot dan mulai memperhatikan, sesudah itu mulai tanya nomor teleponnya, rumahnya di mana. Mereka tertarik karena cantik. Jika engkau mencintai seseorang karena kecantikannya, suatu hari nanti kecantikan itu akan hilang dan engkau mulai tidak mencintainya lagi dan keluargamu akan rusak. Jika engkau mencintai seorang laki-laki karena kekayaannya, jika suatu hari ia bangkrut, maka engkau akan minta cerai. Semua ini terjadi karena sumber kasihnya lemah, sumber kasihnya adalah dirimu yang terbatas. Saya adalah seorang terbatas, hanya dapat mencintai secara terbatas, lalu dengan cinta yang terbatas, saya akan mencintai engkau. Ini berbahaya. Tetapi jika saya mengambil cinta dari Tuhan yang kekal, yang diberikan kepada saya, lalu saya menggunakan cinta yang kekal itu untuk mencintai engkau, maka cinta itu tidak akan luntur dan berubah. Itu sebab banyak pria ganteng dan wanita cantik ketika menikah demikian akrab, tetapi dua tahun kemudian bercerai. Mereka tidak memiliki sumber kasih yang dari Tuhan, sumber kasih mereka adalah dari diri mereka sendiri.
Dalam upacara pernikahan GRII, ada dua lilin yang belum dinyalakan dan api harus diambil dari api yang melambangkan Kristus, lalu bersatu. Ini pengertian yang sesuai dengan Alkitab. Upacara penyalaan lilin dengan cara demikian ditemukan oleh saya dan dijalankan di GRII. Kami berharap semua laki-laki yang mencintai istrinya, cintanya berasal dari Tuhan; semua istri yang mencintai suaminya, cintanya juga berasal dari Tuhan. Jika mereka memakai cinta yang dari Tuhan, lalu dengan cinta yang dari Tuhan itu mempersatukan keluarga, maka keluarga itu akan stabil dan cintanya terjamin sampai mereka mati. Cinta lebih besar dari iman dan pengharapan, karena Allah tidak memerlukan iman dari orang lain, Allah tidak perlu pengharapan kepada allah lain. Allah adalah Allah yang penuh pada diri-Nya (self-sufficient) dan Allah yang tidak terbatas(unlimited). Diri-Nyalah merupakan Sumber kasih dan Diri kasih yang kekal itu sendiri. Allah adalah sifat subjektivitas kekekalan yang suci dan adil, sehingga Allah menjamin cinta itu kekal adanya.
Iman menjadikan kita mengalahkan dunia. Dalam 1 Yohanes 4 ditulis, “Yang mengalahkan dunia adalah iman.” Siapakah yang dapat mengalahkan dunia, kecuali mereka yang percaya kepada Yesus? Dengan iman kita tidak ikut hanyut dengan dunia ini, tidak akan terkikis habis oleh dunia yang berdosa. Karena kita beriman pada Kristus, kita tidak diguncangkan oleh gelombang perubahan dunia. Dunia ini dan segala nafsunya akan lewat, dunia ini berguncang karena inilah dunia yang tidak abadi. Tetapi orang Kristen diberikan kerajaan yang tidak terguncangkan. Ibrani 12 bagian akhir berkata, “Dunia yang tidak terguncangkan telah diberikan kepada kita.” Melalui apa? Melalui iman kepercayaan. Karena kita percaya, kita yakin, dan keyakinan kita berdasarkan fondasi Alkitab yang tidak berubah. Keyakinan kita berada dalam akar Kristus yang tidak berubah. Ibrani 13:7 menulis, “Yesus Kristus tidak berubah, dari kemarin, sekarang, sampai selamanya.” Komunisme berubah, kapitalisme berubah, evolusi berubah, teori dunia berubah, ideologi berubah, apa pun berubah, hanya firman Tuhan yang tidak berubah, hanya Kristus yang tidak berubah. Karena Kristus yang saya pegang tidak berubah, maka saya dapat melewati tsunami, gempa bumi, dan segala kesulitan di dunia ini. Tidak ikut guncang dengan dunia, inilah iman. Iman mengalahkan dunia.
Pada saat melihat dunia ini, kita tidak ikut hanyut dan binasa karena kita mempunyai iman yang teguh, memegang Kristus yang tidak berubah dari kemarin, sekarang, sampai selamanya. Lalu kita mempunyai pengharapan akan apa yang Kristus janjikan pada kita. Jika Allah telah berjanji, maka kita berani berharap. Pengharapan kita adalah janji Tuhan yang tidak berubah. Beriman akan mengalahkan dunia. Berpengharapan akan melihat dan menikmati dunia yang akan datang. Tetapi kasih bukan hanya mengalahkan dunia, bukan melarikan diri dari bencana dunia, bukan hanya menang atas guncangan; kasih adalah berbalik masuk ke dalam dunia untuk menolong mereka. Banyak orang yang menjadi Kristen untuk dirinya sendiri. Ketika seseorang mendapat sesuatu dari Tuhan, mengorbankan dirinya kembali ke dunia untuk menolong orang yang jatuh dalam gelombang, dalam angin topan, dalam gempa bumi, barulah itu orang yang agung. Maka, ketika engkau memiliki iman, itu belum cukup. Ketika engkau memiliki pengharapan, itu juga belum cukup. Engkau harus memiliki kasih yang mau menolong orang lain. Iman dan pengharapan tetap ada unsur egoisnya. Saya beriman karena berfaedah bagi saya. Saya berpengharapan untuk mendapat sesuatu yang saya inginkan. Tetapi ketika saya memiliki kasih, saya bukan mengharapkan, bukan mendapatkan, tetapi menyerahkan, menyangkal, memberi dan mengorbankan diri, itulah kasih. Maka kasih lebih besar dari iman dan pengharapan.
Tuhan bukan iman dan pengharapan. Tuhan adalah kasih. Itu sebabnya, Tuhan yang terbesar mengisi hati kita, dan kita bersama dengan Dia hidup di dalam kekekalan, hidup di dalam kasih, dan kasih yang mengorbankan diri, menyangkal diri, serta membagi diri menjadi berkat bagi orang lain.
Apakah hidupmu untuk dirimu sendiri? Atau hidupmu untuk orang lain? Apakah hidupmu adalah hidup yang berkorban? Atau hidupmu hanya serakah untuk memperoleh sesuatu? Ketika kita belajar dari firman Tuhan, pembelajaran kita tidak akan habis-habis, karena Alkitab sangat ajaib dan dalam. Saya sudah berkhotbah hampir 63 tahun, makin khotbah makin merasa kurang mengerti karena Alkitab terlalu agung, terlalu dalam, unlimited, infinite, dan tidak terbatas. Kiranya Tuhan memberkati kita untuk menjadi orang Kristen yang memiliki cinta Tuhan yang abadi. Amin.