Injil Lukas 2:7 mencatat “tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan”. Kerap kali di dalam drama
Natal gereja, adegan ini mengisahkan bagaimana Yusuf dan Maria yang sedang hamil tua tergopoh-gopoh
mengetuk penginapan demi penginapan hanya untuk menemui penolakan, “Penginapannya sudah penuh…”
Kenapa penuh? Saat itu semua orang sedang sibuk “pulkam” alias “pulang kampung” karena sensus yang
diadakan oleh Kaisar Agustus. Jadi semua penginapan penuh dan yang tersedia hanyalah kandang binatang.
Jadi, memang masuk akal kalau penginapan saat itu “full house”, tapi apa pun respons dari orang-orang
sekampung saat itu, faktanya adalah “Sang Anak Allah yang Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan” itu
ketika lahir dicatat “tidak ada tempat bagi-Nya”. Rasul Yohanes juga mencatat hal yang sama walau dari
perspektif yang berbeda: Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu
tidak menerima-Nya (Yoh. 1:11). Kalau kita adalah orang-orang saat itu, sangat mungkin kita pun adalah
orang-orang yang tidak menerima-Nya, yang tidak memberikan tempat (baca: tidak MAU memberi tempat)
dengan pelbagai alasan.
Dua ribu tahun kemudian, pada setiap Natal yang dirayakan, adegan ini terus terulang. Kita melihat begitu
banyak, mungkin bertambah banyak mereka yang tidak memberikan tempat bagi Sang Juruselamat. Tetap
banyak yang meragukan fakta kelahiran-Nya, gosip bisik-bisik ketidakpercayaan tetap beredar sampai
sekarang. Itu fakta yang tetap akan terulang setiap Natal kapan pun sampai Kristus datang kedua kalinya dan
saat itu setiap bibir gosip mau tidak mau harus mengaku bahwa Yesuslah Kristus.
Tapi yang menjadi perenungan bagi setiap kita yang sudah membuka hati menerima Yesus Kristus sebagai
Juruselamat, apakah masih relevan? TENTU! Karena kita orang percaya pun sering sekali tidak memberikan
tempat bagi-Nya. Betul Dia sudah menjadi Juruselamat, namun memberikan Dia takhta untuk mengatur
kehidupan pekerjaan/bisnis saya? Mengatur waktu saya? Mengatur cara saya mengelola keuangan? Itu
nanti dulu. Jadi, kita memberi Dia tempat di ujung hati kita sebagai Juruselamat, namun sebagai Tuhan yang
mengatur segala aspek kehidupan sih belum. Rupanya Kristus tetap tidak mendapatkan tempat dan tidak
diterima oleh umat-Nya, orang-orang Kristen.
Jangan-jangan selama ini dalam hati dan hidup kita sekalipun tidak ada tempat bagi-Nya. Kita sibuk
merencanakan liburan akhir tahun, kita sibuk belanja kado, atau bahkan kita sibuk pelayanan kebaktian
Natal atau caroling sampai-sampai tidak ada tempat buat Yesus di kalender kita. Mari kita mengambil waktu
refleksi, adakah kita memberikan tempat yang seharusnya bagi Dia?